Tag Archives: #pajak

BERI TELADAN, PEJABAT NEGARA LAPOR SPT TAHUNAN HARI INI

Jakarta, 8 Maret 2022 – Delapan pejabat tinggi negara melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan secara serentak di Aula Chakti Buddhi Bhakti (CBB), Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (KPDJP) pada hari ini, Selasa (08/03/2022).

Kedelapan pejabat negara tersebut adalah Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menko Pembangunan Manusia Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Listyo Sigit Prabowo, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diwakili Inspektur Jenderal TNI Bambang Suswantono, dan Wakil Menteri Keuangan Suahazil Nazara.

Walaupun dilakukan secara bersama-sama di Aula CBB, para pejabat tetap melaporkan SPT Tahunan secara daring melalui e-Filing. Kehadiran para pejabat ke KPDJP bertujuan agar gaung penyampaian SPT Tahunan terdengar lebih luas sekaligus menjadi teladan agar wajib pajak bersegera menyampaikan SPT Tahunan.

“Hari ini, saya sudah melaporkan SPT Tahunan secara online melalui e-Filing.” kata para pejabat dalam testimoninya secara bergantian.

Para pejabat negara menyebut bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah membuat kemudahan untuk wajib pajak melaporkan SPT Tahunannya di mana saja dan kapan saja dengan adanya e-Filing.

“Saya mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada Dirjen Pajak telah memberikan kemudahan dalam pelaporan pajak sehingga bisa dimasukkan tanpa harus datang ke kantor pajak,” ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Para pejabat kemudian mengajak jajarannya dan seluruh wajib pajak secara luas untuk mengikuti langkah para tokoh negara melaporkan SPT Tahunan segera tanpa menunggu jatuh tempo.

“Saya mendorong seluruh wajib pajak khususnya rekan-rekan yang ada di Polri, untuk melaksanakan kewajiban perpajakan ini dengan baik dan tepat waktu sebagai bentuk kontribusi kita kepada negara dalam bidang perpajakan,” ujar Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Listyo Sigit Prabowo.

Menurut para pejabat negara tersebut, masyarakat harus taat pajak karena pajak sangat dibutuhkan untuk membiayai pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional menuju Indonesia yang maju.

“Mari kita bayar pajak dengan benar dan lapor SPT Tahunan tepat waktu. Dengan pajak yang kuat Indonesia maju,” tegas para pejabat menutup testimoninya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa kehadiran 4 Menko adalah simbol keseluruhan portofolio kabinet yang mengurusi seluruh urusan pemerintahan yang didasar prinsip saling berbagi dan gotong royong. Simbol keteladanan tersebut, ditambah dengan
Pimpinan Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia diharapkan mampu mendorong wajib pajak untuk mencontoh dan segera melaporkan SPT Tahunan.

“Semoga nanti, hari ini, bisa ditayangkan dan dilihat semua pihak sehingga bisa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan SPT lebih awal,” kata Sri Mulyani.

Di tempat terpisah, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo juga melaporkan SPT Tahunan hari ini secara daring melalui e-Filing. Dia juga mengajak
masyarakat aktif taat pajak karena pajak digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

“Uang yang berasal dari rakyat melalui pajak akan dikembalikan lagi ke rakyat dalam berbagaiprogram pembangunan yang dijalankan pemerintah. Dari mulai pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga sosial budaya. Termasuk juga program vaksinasi gratis Covid- 19 serta pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.

Untuk realisasi penerimaan SPT Tahunan tahun pajak 2021 terbaru sampai dengan hari ini, 8 Maret 2022 pukul 15.00 WIB, jumlah SPT Tahunan yang telah dilaporkan sebanyak 5.111.045 SPT. Terdiri dari 4.951.191 SPT Tahunan Orang Pribadi, 159.854 SPT Badan.

Berdasarkan angka itu, rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan sudah mencapai angka 26,89%. Direktorat Jenderal Pajak mengucapkan terima kasih atas kepatuhan wajib pajak yang telah lapor SPT Tahunan tepat waktu.

Wajib pajak dapat membarui informasi seputar perpajakan di laman www.pajak.go.id.

#PajakKitaUntukKita

MENTERI KEUANGAN TETAPKAN 332 INDUSTRI TUJUAN INVESTASI PPS

Jakarta, 1 Maret 2022 – Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati menetapkan 332 kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam dan sektor energi terbarukan sebagai tujuan investasi harta bersih dalam Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PPS). Penetapan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 52/KMK.010/2022 (KMK-52/KMK.010/2022) tentang Kegiatan Usaha Sektor
Pengolahan Sumber Daya Alam dan Sektor Energi Terbarukan Sebagai Tujuan Investasi Harta Bersih Dalam Rangka Pelaksanaan PPS. KMK-52/KMK.010/2022 terbit untuk melaksanakan ketentuan pasal 16 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS.

Investasi pada hilirisasi sumber daya alam dan sektor energi terbarukan merupakan alternatif investasi PPS selain Surat Berharga Negara (SBN) yang mendapat hak istimewa kebijakan tarif terendah PPS.

Beberapa kegiatan usaha yang ada dalam KMK-52/KMK.010/2022 di antaranya, pengusahaan tenaga panas bumi, industri pengolahan dan pengawetan produk daging dan daging unggas, industri pengasapan/pemanggangan ikan, industri pengolahan rumput laut, industri minyak mentah kelapa sawit (CPO), industri batu bata dari tanah liat/keramik, industri mesin pembangkit listrik, industri furnitur dari kayu, hingga aktivitas pengembangan video game.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor mengingatkan wajib pajak peserta PPS dengan komitmen investasi untuk melakukan investasi, baik pada SBN maupun pada hilirisasi sumber daya alam/sektor energi terbarukan paling lambat 30 September 2023 dan dilakukan paling singkat (holding period) 5 tahun sejak diinvestasikan.

“Sesuai dengan PMK-196/PMK.03/2021, investasi PPS harus dilakukan paling lambat 30 September 2023. Saat ini, investasi PPS sangat penting nilainya sebagai sumber investasi baru untuk membiayai pembangunan ekonomi nasional,” tegas Neilmaldrin.

Ketentuan lainnya terkait investasi PPS, untuk wajib pajak yang telah menempatkan investasi di salah satu jenis investasi, baik SBN maupun salah satu jenis industri di atas, diberikan kemudahan untuk dapat berpindah antarinvestasi. Syaratnya, perpindahan investasi ke bentuk lain dilakukan setelah minimal 2 tahun, maksimal 2 kali dengan maksimal 1 kali perpindahan dalam 1 tahun kalender. Perpindahan investasi diberikan maksimal jeda 2 tahun yang menangguhkan holding period.

“Investasi tidak harus 5 tahun dalam satu jenis investasi tapi bisa setelah 2 tahun pindah. Misalnya sudah investasi di sektor energi terbarukan, setelah 2 tahun pindah ke SBN atau hilirisasi sumber daya alam. ini murni bisnis, jadi investor bisa menentukan mana yang paling menguntungkan,” sambung Neilmaldrin.

“Kepada para wajib pajak, mari ikut PPS, mari berinvestasi di dalam negeri dan manfaatkan tarif terendah yang ada di dalam PPS. Investasi sangat penting untuk mewujudkan tujuan ekonomi Indonesia jangka menengah-panjang. Dengan investasi, kita dapat mendorong kinerja ekonomi nasional serta memperkuat daya tahan ekonomi nasional dari dinamika global,” tutup Neilmaldrin.

Daftar kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam dan sektor energi terbarukan sebagai tujuan investasi harta bersih dalam PPS dalam KMK-52/KMK.010/2022 selengkapnya dapat dilihat di laman www.pajak.go.id.

#PajakKuatIndonesiaMaju

PRIVATE PLACEMENT SUN UNTUK PENEMPATAN DANA PPS

Jakarta, 21 Februari 2022 – Pemerintah akan melakukan transaksi private placement Surat Utang Negara (SUN) periode Februari 2022 dalam rangka penempatan dana atas Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor mengatakan pelaksanaan transaksi private placement untuk dana PPS tersebut akan dilakukan pada hari
Jumat tanggal 25 Februari 2022. “Transaksi tersebut akan dilakukan pada hari Jumat tanggal 25 Februari 2022 dengan tanggal setelmen pada hari Jumat berikutnya tanggal 4 Maret 2022,” kata Neil.

Adapun seri-seri SUN yang akan ditawarkan untuk periode Februari 2022, yaitu:

Pelaksanaan transaksi private placement dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.08/2019 tentang Penjualan Surat Utang Negara di Pasar Perdana Domestik dengan Cara Private Placement, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, dan PeraturanMenteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Sesuai ketentuan dalam PMK 196/PMK.03/2021, dalam hal Wajib Pajak menginvestasikan harta bersih dalam SUN, berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan melalui Dealer Utama dengan cara private placement di pasar perdana dengan ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah;

b. investasi dalam Surat Berharga Negara dalam mata uang USD hanya dapat dilakukan oleh Wajib Pajak yang mengungkapkan harta dalam valuta asing;

c. Dealer Utama wajib menyampaikan laporan penempatan investasi pada Surat Berharga Negara di pasar perdana dalam rangka PPS kepada Direktorat Jenderal Pajak;

d. Wajib Pajak yang menginvestasikan harta bersihnya dalam PPS harus menyampaikan laporan realisasi kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak setiap tahun sampai dengan berakhirnya batas waktu investasi.

Informasi selengkapnya tentang PPS dapat diperoleh melalui laman https://pajak.go.id/pps, nomor whatsapp khusus PPS 081156-15008 dan Kring Pajak 1500-008 pada senin s.d Jumat
pukul 08.00 s.d 16.00 WIB. Selain itu, konsultasi secara tatap muka langsung dapat dilakukan melalui helpdesk khusus PPS di Kantor Pusat DJP dan seluruh unit vertikal DJP.

#PajakKitaUntukKita

PEMERINTAH BEBASKAN EMPAT DOKUMEN DARI BEA METERAI

Jakarta, 26 Januari 2022 – Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor mengatakan peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum. “Peraturan Pemerintah ini  disusun sedemikian rupa untuk memberi kepastian hukum sehingga pihak yang dituju dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai,” kata Neilmaldrin.

Adapun dokumen yang dibebaskan dari pengenaan Bea Meterai sebagaimana dimaksud peraturan ini ada empat. Pertama, dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam. Bencana alam dimaksud adalah bencana alam yang telah mendapat status keadaan darurat bencana sesuai perundang-undangan yang meliputi proses siap siaga, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan. Fasilitas pembebasan diberikan sesuai jangka waktu pelaksanaan program pemerintah untuk penanggulangan bencana alam.

Kedua, dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat keagamaan atau sosial non-komersial. Pengalihan hak yang dimaksud dilakukan dengan cara wakaf, hibah atau hibah wasiat kepada badan keagamaan atau sosial, dan pembelian oleh badan keagamaan atau sosial. Badan keagamaan yang dimaksud haruslah berbentuk badan hukum yang telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan terdata di Kementerian Agama, serta tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utama mengurus tempat ibadah dan menyelenggarakan kegiatan keagamaan.

Sementara itu, badan sosial yang dimaksud adalah badan yang berbentuk badan hukum yang telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan terdaftar di Kementerian Sosial atau Dinas Sosial, serta tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan pemeliharaan orang lanjut usia, anak yatim/piatu, anak terlantar, anak penyandang disabilitas, penyandang disabilitas, santunan korban bencana alam, penanganan keterpencilan, penanganan korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, serta penanganan ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku.

Ketiga, dokumen yang diperlukan dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan, antara lain: (1) transaksi surat berharga yang dilakukan di pasar perdana berupa formulir konfirmasi penjatahan efek dengan nilai paling banyak Rp5 juta, (2) transaksi surat berharga yang dilakukan di bursa efek berupa konfirmasi transaksi (trade confirmation) dengan nilai paling banyak Rp10 juta, (3) transaksi surat berharga yang dilakukan melalui penyelenggara pasar alternatif dengan nilai paling banyak Rp5 juta, (4) transaksi surat berharga berupa dokumen konfirmasi pembelian (subscription) dan/atau penjualan kembali (redemption) unit penyertaan produk investasi berbentuk kontrak investasi kolektif dengan nilai paling banyak Rp10 juta, dan (5) transaksi surat berharga yang dilakukan melalui layanan
urun dana dengan nilai paling banyak Rp5 juta.

Terakhir, dokumen yang terkait pelaksanaan Perjanjian Internasional yang telah mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perjanjian Internasional atau berdasarkan asas timbal balik. Dokumen yang dimaksud merupakan dokumen yang terutang Bea Meterai oleh Organisasi Internasional serta Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional dan Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing yang oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan disebut tidak termasuk subjek pajak.

Ketentuan selengkapnya tentang pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai, termasuk salinan PP Nomor 3 Tahun 2022 yang mulai berlaku tanggal 12 Januari 2022 dan salinan peraturan lainnya dapat dilihat di laman www.pajak.go.id.

#PajakKitaUntukKita

DJP JAMIN KESETARAAN HAK UNTUK TEMAN TULI

Jakarta, 6 Desember 2021 – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjamin kesetaraan hak sebagai Warga Negara Indonesia untuk seluruh masyarakat teman tuli di Indonesia. Hal itu diwujudkan melalui edukasi perpajakan dengan tema “Isyarat Cinta untuk Negeri” di Aula Chakti Buddhi Bhakti Kantor Pusat DJP pada Senin, 6 Desember 2021. Kegiatan ini diselenggarakan untuk memberikan pengetahuan di bidang perpajakan yang merupakan hak seluruh warga Negara Indonesia tanpa terkecuali, termasuk teman tuli. Selain itu, kegiatan ini digelar dalam rangka Hari Disabilitas Internasional yang diperingati tanggal 3 Desember setiap tahunnya.

“Melalui edukasi perpajakan, setiap kita menjadi tahu hak dan kewajiban perpajakannya. Berbekal pengetahuan yang baik itu, kita bisa menggenapkan peran kita sebagai warga negara untuk terlibat langsung dalam upaya gotong royong membangun dan merawat negeri kita tercinta, Indonesia, melalui pembayaran pajak sesuai ketentuan,” kata Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, dalam sambutannya.

Lebih lanjut, Suryo mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus membangun perspektif disabilitas dalam kehidupan bermasyakat demi kesetaraan. Uang pajak yang dibayarkan digunakan untuk membiayai program pemerintah, termasuk yang khusus untuk penyandang disabilitas. Program tersebut antara lain, beasiswa khusus disabilitas, pembangunan desa inklusi, dan pembangunan ruang publik, fasilitas umum, dan transportasi umum yang ramah bagi penyandang disabilitas.

Dalam acara tersebut, hadir secara luring seratus anggota Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN) KEPEMUDAAN. Selain itu, acara tersebut juga disiarkan secara daring melalui kanal Youtube Ditjen Pajak. Sebagai sajian utama kegiatan ini, DJP mengemasnya dalam bentuk gelar wicara. Gelar wicara tersebut menghadirkan narasumber Dosen Fakultas Desain dan Seni Kreatif sekaligus Komisioner Komisi Nasional Disabilitas RI (KND RI) Dr. Rachmita Maun Harahap dan Direktur Komunikasi Handai Tuli Indonesia Surya Sahetapy. Sementara, presenter nasional, John Martin, bertindak sebagai moderator gelar wicara tersebut.

Surya Sahetapy mengungkapkan informasi perpajakan untuk kaum tunarungu di Indonesia masih sedikit, walaupun sudah lebih baik dibandingkan beberapa tahun ke belakang. Di Amerika, informasi perpajakan di situs webnya telah tersedia dalam bahasa isyarat.

Nomor SP- 39/2021 Sementara itu, Dr. Rachmita yang akrab disapa Mbak Mita mengatakan bahwa masih banyak penyandang disabilitas di Indonesia yang takut karena tidak tahu tentang fungsi pajak sebenarnya, sehingga edukasi seperti dalam kegiatan Isyarat Cinta untuk Negeri ini sangat diapresiasi.

Selain itu, untuk memberikan hiburan kepada peserta kegiatan, DJP menghadirkan Dewi Yull yang berduet bersama I’m Star Band. Kelompok musik ini merupakan salah satu band pertama di Indonesia yang seluruh personelnya adalah penyandang disabilitas autisme.

#PajakKitaUntukKita
***

Bayar Pajak dan Penerimaan Negara Makin Mudah dengan DANA

Jakarta, 3 September 2021 – Dompet digital DANA memperoleh kepercayaan dari Pemerintah, sebagai Lembaga Persepsi Lainnya (LPL) dari 91 collecting agent pada Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik untuk Modul Penerimaan Negara Generasi Ketiga (MPN G3) yang dibesut oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Momentum ini memperkuat posisi DANA sebagai jembatan bagi ekosistem ekonomi digital nasional yang bertujuan untuk mewujudkan inklusi keuangan dan mencapai Indonesia Cashless Society. Hal ini juga sebagai wujud komitmen DANA sebagai dompet digital terdepan dan terpercaya dalam memperluas kanal pembayaran pajak dan penerimaan negara, serta dalam terus meningkatkan kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi nasional.

Dengan ditunjuknya DANA sebagai collecting agent MPN G3, masyarakat khususnya pengguna DANA kini dapat menunaikan kewajibannya melakukan pembayaran kepada negara dengan lebih aman, nyaman, praktis dan mudah melalui satu aplikasi yang terintegrasi. Ada tiga jenis pembayaran Penerimaan Negara yang bisa dilakukan lewat aplikasi DANA, yaitu pembayaran Pajak Online (DJP), Bea dan Cukai (DJBC) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti biaya perpanjangan paspor, penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) baru maupun perpanjangannya.

MPN G3 merupakan sistem yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan guna mengelola penerimaan agar jauh lebih akurat dan tepat waktu. Selain itu, sistem ini juga dibangun untuk mendukung hadirnya layanan yang lebih baik bagi masyarakat, khususnya dalam menjalankan kewajiban membayar pajak dan penerimaan negara lainnya.

MPN G3 yang diluncurkan pada 23 Agustus 2019 memiliki keunggulan dibandingkan versi sebelumnya, di antaranya mampu melayani pembayaran penerimaan negara hingga 1.000 transaksi per detik dari hanya 60 transaksi per detik pada MPN G2. Selain itu, penyetoran penerimaan negara pada MPN G3 juga dapat dilakukan melalui kanal pembayaran yang disediakan oleh collecting agent yaitu melalui loket (teller) dan kanal pembayaran melalui sistem elektronik yang terdiri dari Anjungan Tunai Mandiri (ATM), internet banking, mobile banking, overbooking, Electronic Data Capture (EDC), dompet elektronik, transfer bank, virtual account, kartu debit, dan kartu kredit.

Pengembangan MPN G3 dilakukan secara kolaboratif antara Kemenkeu dengan sejumlah collecting agent yang terdiri dari bank/pos persepsi dan lembaga persepsi lainnya (perusahaan fintech, e-commerce, dan retailer). DANA merupakan aplikasi dompet digital yang ditetapkan oleh Kemenkeu menjadi salah satu kanal pembayaran MPN G3. Lewat penunjukan DANA sebagai salah satu collecting agent, implementasi elektronifikasi ini merupakan langkah strategis dan diyakini akan berkontribusi positif terhadap perluasan kanal pembayaran dan mempermudah masyarakat dalam membayarkan lebih dari 900 jenis penerimaan negara, baik yang dibayarkan oleh pemerintah, swasta, maupun perorangan.

Hadirnya layanan MPN G3 di dalam aplikasi DANA akan berdampak signifikan dalam upaya pengembangan ekosistem digital. Sebagai perusahaan yang berinduk kepada Bank Indonesia, hal ini sejalan dengan visi pertama dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 dalam mendorong transaksi pembayaran berbasis digital yang dilakukan dengan melibatkan industri (industrial approach), mengedepankan kepentingan publik (public interest approach), dan sinergis (collaborative approach). Selain itu, kolaborasi ini juga merupakan respons terhadap tantangan pesatnya arus digitalisasi, perkembangan teknologi, serta perubahan kondisi dan aktivitas ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19.

Kepercayaan yang diberikan pemerintah kepada DANA dalam program ini bukan menjadi kali pertama. Sebelumnya, DANA juga ditunjuk sebagai salah satu mitra untuk penyaluran insentif Program Kartu Prakerja. Selain itu, DANA juga terlibat secara kolaboratif dalam sejumlah program pemerintah dalam mendorong digitalisasi UMKM, termasuk di dalam kampanye #BanggaBuatanIndonesia dan 12 Juta QRIS.

“Dukungan terhadap berbagai ekosistem ekonomi adalah bentuk tanggung jawab DANA sebagai aplikasi teknologi finansial guna membantu mendorong kemudahan bertransaksi digital. Dalam kolaborasi ini DANA kembali menawarkan satu solusi terintegrasi untuk berbagai kebutuhan masyarakat. Harapannya, keterlibatan DANA dalam menyediakan Penerimaan Negara mampu mendorong masyarakat untuk taat atas kewajibannya terhadap negara dan mampu berkontribusi aktif dalam pembangunan ekonomi,” ujar Vince Iswara, CEO dan Co-Founder DANA.

Guna memperlancar proses penyelesaian pembayaran Peneriman Negara, DANA menganjurkan pengguna untuk terlebih dulu meregistrasikan akun miliknya menjadi DANA Premium. Selanjutnya, pembayaran Penerimaan Negara dapat dilakukan dengan mengakses fitur Penerimaan Negara di kategori Bill dalam aplikasi DANA. Pengguna bisa mendapatkan kode bayar atau billing yang tersedia dalam laman website masing-masing Biller – seperti laman website Pajak Online (DJP), Bea dan Cukai (DJBC) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) – dengan meregistrasikan diri atau memenuhi persyaratan yang diminta. Lalu, pilih jenis Penerimaan Negara yang akan dibayar. Sebelum melakukan pembayaran, pastikan sudah mendapatkan informasi lengkap mengenai tagihan yang akan dibayar.  Setelah benar-benar lengkap, lakukan pembayaran dapat diselesaikan dengan menggunakan saldo DANA.

Harapan serupa juga disampaikan oleh Noor Faisal Achmad selaku Direktur Pengelolaan Kas Negara yang diwakili oleh Dayu Susanto, Kepala Subdirektorat Manajemen dan Pengeluaran Kas, dengan hadirnya DANA sebagai Lembaga Persepsi Lainnya (LPL) sebagai salah satu collecting agent pada Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik untuk Modul Penerimaan Negara Generasi Ketiga (MPN G3).

“Kami berharap MPN G3 akan semakin meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada pembayar pajak, bea cukai, PNBP, dan lain-lain agar dapat terlayani dengan lebih baik lagi.  Peluncuran Transaksi Perdana Penerimaan Negara melalui DANA sebagai LPL ini merupakan salah satu upaya penyebarluasan informasi agar inovasi MPN G3 dapat langsung dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh wajib pajak/bayar/setor. Mari kita optimalkan    kanal pembayaran LPL, termasuk DANA dalam MPN G3 ini untuk mewujudkan semangat  mencapai target Penerimaan Negara melalui peningkatan kinerja yang lebih bersinergi bersama stakeholders,” pungkasnya.

Informasi lebih lengkap mengenai Modul Penerimaan Negara Generasi Ketiga (MPN G3) dapat  ditelusuri melalui laman resmi website Kementerian Keuangan RI di sini: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-mpn-g3-portal-penerimaan-negara-yang-andal/ 

***Selesai***

Tentang DANA

DANA adalah layanan dompet digital yang diselenggarakan oleh PT Espay Debit Indonesia Koe, perusahaan rintisan Indonesia yang bergerak di bidang teknologi finansial yang menyediakan infrastruktur pembayaran yang memungkinkan masyarakat Indonesia melakukan pembayaran dan transaksi secara nontunai dan nonkartu. DANA dibangun dan dikembangkan di Indonesia dengan didukung oleh tenaga kreatif dan programmer Indonesia. Aplikasi DANA tersedia untuk iOS dan Android, serta terintegrasi dengan berbagai merchant dan aplikasi online ternama sebagai solusi pembayaran digital, baik secara online maupun offline. #DANASahabatUMKM merupakan inisiatif DANA untuk mendukung Digitalisasi UMKM Indonesia melalui platform DANA Bisnis.

Untuk keterangan lebih lanjut bisa menghubungi:

DANA                                                                                                 

Putri Dianita                                     

VP of Corporate Communications                                                           

Mobile: 0811 9949 387

E-mail: putri.dianita@dana.id

Reformasi Perpajakan, untuk Bangsa, Rakyat atau Hegemoni Kekuasaan?

Presiden Jokowi menargetkan pendapatan negara pada tahun 2022 sebesar Rp1840,7 triliun, dengan unsur penerimaan pajak sebesar Rp1.506,9 triliun. Dana ini dibutuhkan untuk membiayai perencanaan belanja pemerintah tahun 2022 sebesar Rp2.708,7 triliun.

Untuk mencapai target pemerintah tersebut, Kementerian Keuangan mempunyai momentum strategis, untuk menggenjot penerimaan negara, dengan melanjutkan komitmen reformasi birokrasi perpajakan, bersamaan dengan revisi RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). RUU ini merupakan perubahan kelima atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP. Secara maraton, finalisasi konsep perubahan RUU KUP ini terus dibahas oleh eksekutif, legislatif, pelaku usaha, dan masyarakat luas. Dalam konteks pembahasan RUU KUP inilah, kita akan melihat arah orientasi dan komitmen pemerintah dalam membangun reformasi perpajakan yang berkelanjutan.

Tahun 2022 adalah tahun terakhir pemerintah bisa menggunakan instrumen Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid19, yang memungkinkan pemerintah dapat menyusun postur APBN defisit melebihi 3% PDB. Wajar kemudian ketika postur dalam RAPBN 2022 nanti, pemerintah masih akan menambal belanja, dengan hutang sebesar 868 triliun, atau setara 4,85% PDB. Tetapi dengan habisnya masa berlaku UU Nomor 2 tahun 2020 tersebut, pemerintah harus kembali menyusun APBN tahun 2023 dengan hutang maksimal 3% PDB. Disinilah letak strategis pemerintah harus menyiapkan instrumen pemungutan pajak yang bisa diandalkan, dimulai dengan penataan kebijakan melalui revisi RUU KUP ini.

Di sisi lain, ketika kita mengacu data penerimaan pajak dibandingkan PDB, atau tax ratio, mengalami tren penurunan, bahkan pada tahun 2019 dan tahun 2020 single digit, hanya 9,8% dan 8,3%. Untuk mendongkrak penerimaan, pemerintah harus mempunyai instrumen regulasi, administrasi, pengawasan dan SDM yang membutuhkan penguatan-penguatan. Komitmen pemerintah dalam mendesain reformasi perpajakan yang konsisten.

Tetapi, kalau kita lihat dan kritisi draft RUU KUP yang diajukan pemerintah, belum menggambarkan komitmen-komitmen tersebut. Dalam RUU KUP cenderung memuat usulan-usulan yang justru membuat kompleksitas buat wajib pajak dan belum tentu mendorong efektivitas penerimaan. Misalnya usulan tarif PPN bertingkat. Pengenaan multitarif ini akan membuat administrasi wajib pajak menjadi complicated dan berpotensi menciptakan ruang abu-abu di wilayah pengawasan oleh government officer ke depannya.

Contoh kedua, usulan tentang Alternative Minimum Tax (AMT), dimana perusahaan yang merugi juga akan dikenakan pajak. Kalau konteksnya Pajak Penghasilan (PPh), secara substansi melakukan pembayaran pajak penghasilan ketika mempunyai penghasilan. Tetapi ketika rugi, dipaksa bayar pajak penghasilan, menunjukkan pemerintah tidak konsisten dengan definisi PPh itu sendiri. Kalau pendekatan berfikirnya untuk menghindari penghindaran pajak, misalnya, pemerintah seharusnya lebih fokus dengan pengawasan dan penguatan tax compliance.

Contoh ketiga, misalnya pemerintah lebih fokus dengan effort untuk membedakan definisi objek dan bukan objek pajak. Selanjutnya malah menimbulkan pro kontra tentang potensi pengenaan PPN atas sembako, pendidikan, dll.

Pemerintah harusnya lebih fokus dengan ekstensifikasi yang menekankan pada pemungutan pajak yang berkeadilan, yaitu redistribusi pendapatan masyarakat. Untuk memperkuat reformasi perpajakan dan menjadikan pajak sebagai instrumen utama menopang APBN masa depan, seharusnya pemerintah lebih fokus dengan dua isu utama, agar grand design pemerintah bisa berjalan dengan optimal. Pertama adalah komitmen pemerintah membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN).

Konsep pembentukan badan ini sudah diinisiasi dalam usulan-usulan sebelumnya oleh pemerintah ke DPR sejak tahun 2016. Dengan pertimbangan, bahwa perlu penguatan organisasi dan kewenangan, langsung di bawah presiden. Tata kelola organisasi perpajakan modern seperti inilah yang menjadi kebutuhan. Kondisi sekarang, dan dalam usulan terbaru, justru terjadi langkah mundur, dengan kembali mengusulkan otoritas pajak tetap di eselon 1, di bawah Kementerian Keuangan. Indonesia mempunyai patron pengelolaan keuangan negara secara modern seperti halnya negara-negara yang tergabung dalam G20. Sudah seharusnya juga, pemerintah Indonesia mendesain otoritas pajak mempunyai fleksibilitas dan kewenangan yang optimal, dengan menjadi otoritas independen langsung di bawah presiden, seperti halnya pola negara-negara lain dalam G20.

Hal kedua yang menjadi prioritas, adalah urgensi membangun database yang valid dan terintegrasi dalam bentuk Single Identification Number (SIN). Konsep ini pernah didorong oleh Kementerian Keuangan sejak tahun 2002, dengan menggabungkan lebih dari 10 nomor identitas wajib pajak, melalui data numerik dan data spasial. Dengan Pembentukan SIN, pemungutan pajak akan lebih efektif, efisien dan berkeadilan. Tujuan utama pajak ada dua, yaitu budgeteir, atau mengumpulkan uang buat negara, dan regulerend, atau pengatur.

Fungsi budgeteir ini akan tercermin dalam pencapaian tax ratio, seberapa banyak yang bisa dipungut oleh negara berdasarkan perputaran ekonomi secara nasional yang terjadi. Sedangkan fungsi regulerend bermanfaat untuk fungsi keadilan masyarakat dan terjadi ekonomi yang menuju keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Keberhasilan fungsi regulerend ini akan mengurangi kesenjangan atau gini ratio. SIN bisa menjadi instrumen pendukung untuk ini semua.

Dengan beberapa catatan yang ada, dalam proses pembahasan RUU KUP ini kita akan melihat dan mencermati, apakah gagasan reformasi perpajakan bisa dijalankan konsisten, untuk kepentingan bangsa. Jadi, tidak perlu ada pertanyaan, RUU KUP ini untuk kepentingan bangsa, rakyat, atau sekedar hegemoni penguasa menjaga status quo otoritas pajak. []