Tag Archives: #apbn

Kemenkeu Pastikan Subsidi Energi Berkeadilan dan Tepat Sasaran

Jakarta, FMB9 – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalihkan alokasi dana APBN untuk subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp24,17 triliun guna memastikan penyalurannya tepat sasaran.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengatakan realokasi anggaran dilakukan sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo agar penyaluran subsidi dan kompensasi energi berkeadilan dan tepat sasaran.

“Seperti arahan Pak Presiden, kita mengalihkan sebagian dari subsidi dan kompensasi tersebut yang sudah jelas tidak tepat sasaran. Kita ingin berkeadilan, makanya diambil keputusan untuk mengalihkan alokasi,” ujarnya dalam diskusi online yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) berjudul ‘Alih Subsidi BBM: Bansos Topang Masyarakat Miskin’, Selasa (6/9/2022).

Realokasi anggaran tersebut diimplementasikan ke dalam sejumlah program besar pemerintah. Antara lain, pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan bantuan subsidi upah untuk pekerja berpenghasilan Rp3,5 juta ke bawah.

“Awalnya, pemerintah mengalokasikan dana subsidi dan kompensasi energi di APBN sebesar Rp 152 triliun untuk tahun anggaran 2022. Namun, kenaikan harga komoditas internasional, khususnya harga pangan dan energi, membuat asumsi yang sudah ditetapkan dalam APBN harus direvisi,” ungkap Febrio.

Selain itu, revisi perlu dilakukan setelah berdasarkan hasil evaluasi bahwa penyaluran subsidi dan kompensasi energi tidak tepat sasaran dengan temuan sebanyak 70 persen penerima merupakan kelompok masyarakat mampu.

“Lalu, kita hitung ulang dan mendapatkan arahan dari pimpinan pada Mei 2022 lalu untuk tetap menjaga daya beli masyarakat, momentum pemilihan ekonomi, khususnya konsumsi,” jelasnya.

Dengan demikian, sambung Febrio, diputuskan agar APBN dapat berperan secara kuat sebagai shock absorber terhadap kenaikan harga komoditas internasional tersebut.

Dijelaskan, harga komoditas minyak mentah sempat tinggi mencapai USD 100 per barel, sedangkan asumsi awal harganya USD 63 per barel. Sehingga membuat alokasi subsidi dan kompensasi energi membesar lebih dari 3 kali lipat dari Rp 152 triliun menjadi Rp 502 triliun.

“Lalu, kita asses lagi sesuai dengan arahan Pak Presiden seperti apa subsidi dan kompensasi ini,” jelasnya.

Dengan mempertimbangkan harga komoditas dan volume konsumsi masyarakat kian meningkat karena pesatnya pertumbuhan ekonomi, maka ditetapkan outlook terakhir dana subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 698 triliun.

RAPBN 2023 Akan Dirancang Fleksibel untuk Redam Guncangan Ekonomi Global

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2023 akan dirancang agar mampu menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak perekonomian dan ketidakpastian global yang terjadi atau sebagai shock absorber. Di sisi lain, Presiden Joko Widodo meminta agar APBN dijaga supaya tetap kredibel dan sehat.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam keterangannya selepas mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin, 8 Agustus 2022.

“APBN 2023 harus didesain untuk bisa mampu tetap menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak yang terjadi, ini kita sering menyebutnya sebagai shock absorber. Namun, di sisi lain Bapak Presiden juga meminta agar APBN tetap dijaga supaya tetap kredibel dan sustainable atau sehat, sehingga ini adalah kombinasi yang harus dijaga,” ujar Menkeu.

Menkeu menjelaskan bahwa tahun 2022 dunia diproyeksikan akan mengalami perlemahan pertumbuhan ekonomi, sementara inflasinya meningkat tinggi. Oleh karena itu, Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi ekonomi global dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen untuk tahun ini dan dari 3,6 persen menjadi 2,9 persen untuk tahun 2023.

“Ini artinya bahwa lingkungan global kita akan menjadi melemah, sementara tekanan inflasi justru meningkat. Menurut IMF tahun ini inflasi akan naik ke 6,6 persen dari sisi di negara maju, sementara inflasi di negara-negara berkembang akan pada level 9,5 persen, ini juga naik sekitar 0,8 (persen),” lanjutnya.

Lebih lanjut, Menkeu menyebutkan bahwa dengan adanya kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju, akan terjadi reaksi dari sisi kebijakan moneter dan likuiditas yang diperketat sehingga memacu apa yang disebut capital outflow dan volatilitas di sektor keuangan. Untuk itu, Menkeu bersama-sama dengan Gubernur Bank Indonesia terus meramu kebijakan fiskal dan moneter yang fleksibel, namun pada saat yang sama juga efektif dan kredibel.

Menurut Menkeu, perekonomian Indonesia sendiri pada tahun 2022 tumbuh sangat baik yang antara lain terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun 2022 yang mencapai 5,44 persen. Angka tersebut berada di atas perkiraan optimistis pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi kuartal II sebesar 5,2 persen.

Untuk itu, Menkeu pun mendorong agar pertumbuhan ekonomi tersebut dapat terus dijaga, terutama berkaitan dengan faktor-faktor di sisi domestik karena situasi global penuh ketidakpastian. Seperti diketahui, faktor dalam negerinya adalah konsumsi dan investasi serta belanja pemerintah.

“Bapak Presiden minta untuk tahun 2022 ini seluruh kementerian/lembaga fokus merealisasi belanja pemerintah dan terutama dipakai untuk membeli produk-produk yang memiliki kandungan lokal tinggi, dalam hal ini produk dalam negeri Bangga Buatan Indonesia. Ini semuanya akan bisa mendukung pemulihan ekonomi yang makin kuat di kuartal ketiga dan kuartal keempat pada saat lingkungan global sedang mengalami kecenderungan gejolak,” jelasnya.

Dari sisi belanja negara, Menkeu menyebut bahwa pihaknya akan tetap mendukung berbagai program prioritas nasional, yakni pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas utama, kemudian pembangunan infrastruktur termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN) di dalamnya, serta penyelenggaraan Pemilu.

“Kita akan menggunakan instrumen belanja pusat dan daerah untuk bisa mendukung berbagai program-program prioritas nasional dan juga dari sisi pembiayaan seperti akumulasi dari Dana Abadi Pendidikan yang akan terus dikelola sebagai juga warisan untuk generasi yang akan datang, maupun sebagai mekanisme untuk shock absorber,” ucapnya.

Dari sisi pendapatan, Menkeu menjelaskan bahwa penerimaan pajak pemerintah dari komoditas yang sangat tinggi pada tahun ini mungkin tidak akan terulang pada tahun depan. Pemerintah memproyeksikan Rp279 triliun penerimaan pajak yang berasal dari komoditas. Demikian halnya dengan bea cukai yang pada tahun 2022 mendapatkan Rp48,9 triliun, menurut Menkeu tidak akan dapat terulang pada level yang sama.

APBN Hadir sebagai Shock Absorber Dampak Peningkatan Risiko Global

Jakarta, 28 Juli 2022 — Sebagai wujud dari sinergi dan kolaborasi unit Kementerian Keuangan di DKI Jakarta, Kanwil Ditjen Perbendaharaan, Kanwil Ditjen Pajak, Kanwil Ditjen Bea dan Cukai, serta Kanwil Ditjen Kekayaan Negara lingkup DKI Jakarta kembali menyelenggarakan konferensi pers Kinerja APBN Wilayah DKI Jakarta periode s.d. 30 Juni 2022. Dalam konferensi pers tersebut, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta Alfiker Siringoringo, Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II Johny Maru Panjaitan, Kepala Bidang Perbendaharaan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok Hari Prabowo, serta Kepala Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Provinsi DKI Jakarta Aloysius Yanis Dhaniarto, memberikan keterangan terkait kinerja APBN di Provinsi DKI Jakarta.

Ekonomi pada wilayah DKI Jakarta makin menguat dengan realisasi pendapatan APBN Regional sampai dengan 30 Juni 2022 mencapai Rp837,13 triliun (86,49% dari target), sedangkan pagu belanja terealisasi sebesar Rp248,29 triliun (38,69% dari target) yang berdampak pada surplus regional sebesar Rp588,83 triliun. Surplus tersebut meningkat 121,93% dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Adapun Inflasi pada 30 Juni 2022 sebesar 0,32% (m-to-m), 2,88% (yoy) dan 1,94% (ytd), dipicu naiknya indeks harga kelompok makanan, minuman, tembakau dan kelompok transportasi.

“Peningkatan kepatuhan dalam hal melaporkan dan membayar pajak tentu sangat berdampak baik ke semua pihak, dampaknya tidak hanya ke negara tetapi ke semua lapisan masyarakat. Karena apabila pendapatan negara meningkat, penyaluran belanja subsidi pemerintah semakin dapat dirasakan oleh masyarakat”, jelas Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta.

Dinamika kasus COVID-19 terus berlanjut dan masih terkendali. Juni 2022, kasus terkonfirmasi COVID-19 DKI Jakarta adalah sebanyak 1.269.702 orang. Pasien yang harus melakukan perawatan sebanyak 9.663 orang atau naik 730,78% dibandingkan 31 Mei 2022, dengan tingkat kesembuhan sebesar 98,03% atau sebanyak 1.244.760 orang. Sementara itu, kasus yang terkonfirmasi meninggal dunia mencapai 15.279 orang. Selama Mei s.d. Juni 2022, kasus terkonfirmasi melonjak cukup tinggi sebanyak 19.024 orang, tetapi tetap dalam kendali, diindikasikan dari jumlah pasien yang sembuh bertambah sebanyak 10.513 orang.

Fiskal: Kinerja Penerimaan terus dijaga. Penerimaan Dalam Negeri DKI Jakarta s.d. 30 Juni 2022 berhasil mencapai Rp837,13 triliun (86,49% dari target), naik 52,72% dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Peningkatan tersebut ditopang realisasi perpajakan sebesar Rp653,07 triliun atau mencapai 79,15% dari target, melonjak naik 62,14% terutama dari Pajak Penghasilan yang naik 75,09%, dan Bea masuk/Pungutan Impor dengan realisasi sebesar Rp10,44 triliun atau sebesar 63,28% dari target. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) turut menyumbang pundi-pundi pendapatan APBN di wilayah DKI Jakarta dengan melonjaknya Bagian Laba BUMN sebesar 122,86% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau mencapai Rp35,47 triliun.

Neraca Perdagangan
Kinerja neraca perdagangan pada regional DKI Jakarta bergerak ke arah positif dari tahun 2021. Walaupun demikian, selama Mei 2022 kinerja neraca perdagangan mengalami penurunan. Ekspor DKI Jakarta pada Mei 2022 sebesar US$715,40 juta, turun 25,3% dibandingkan April 2022, sedangkan Impor DKI Jakarta pada Mei 2022 sebesar US$5,40 miliar, turun 2,8% dibandingkan April 2022.

Sektor Riil: Kemudahan/kelonggaran keimigrasian meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.
Kunjungan Wisatawan Mancanegara (Wisman) ke Wilayah DKI Jakarta pada Mei 2022 mencapai 57.844 kunjungan, naik 352,80% dibandingkan Mei 2021. Peningkatan kunjungan wisman ini seiring dengan tidak diwajibkannya tes PCR bagi pelaku perjalanan luar negeri serta perluasan Visa saat kedatangan (VoA). Komponen Investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Triwulan I 2022 adalah sebesar Rp265,77 triliun, mengalami kontraksi 2,23% (q-to-q) karena munculnya varian COVID-19 Omicron, tetapi tumbuh positif 4,94% (yoy) bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Postur APBN Regional DKI Jakarta:
Kinerja Pendapatan APBN Membaik. Pendapatan APBN dan Hibah Wilayah DKI Jakarta s.d. 30 Juni 2022 adalah sebesar Rp837,13 triliun (86,49% dari target), naik 52,72% atau sebesar Rp288,99 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Kenaikan terbesar disumbang oleh Penerimaan Dalam Negeri terutama dari Pajak Penghasilan yang naik 75,09%. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) menjadi salah satu kunci meningkatnya penerimaan pajak secara keseluruhan, khususnya pada Pajak Penghasilan Final.

Faktor lain yang mendukung peningkatan kinerja pendapatan adalah meningkatnya volume importasi yang berdampak pada penerimaan Bea Masuk. Selain itu, peningkatan pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) karena adanya Penjualan Barang Milik Negara (BMN/Aset) dengan kontribusi lebih dari 50%, turut memberi andil pada peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak secara keseluruhan.

Kinerja Belanja Melambat. Belanja APBN Wilayah DKI Jakarta s.d. 30 Juni 2022 terealisasi sebesar Rp248,29 triliun atau 38,69% dari pagu, mengalami penurunan sebesar 12,20% dibandingkan periode Juni 2021.
Kinerja Penyaluran TKDD Melambat. Realisasi Belanja TKDD s.d. 30 Juni 2022 sebesar Rp7,09 triliun atau mencapai 42,03% dari pagu, turun 30,27% dibandingkan periode yang sama tahun 2021, dikontribusi oleh penurunan realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar 32,68% dan penurunan Dana Alokasi Khusus Non-Fisik (DAK Non-Fisik) sebesar 20,03%.

Strategic Issues dan Local Issues:
Strategic Issues. Pemerintah terus berkomitmen menyalurkan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) dalam rangka mendukung pemberdayaan UMKM. Pada Provinsi DKI Jakarta, penyaluran KUR s.d. Juni 2022 mencapai Rp5,46 triliun kepada 105.439 debitur, sedangkan penyaluran pembiayaan UMi dari 2017 s.d. 30 Juni 2022 mencapai Rp3,43 triliun kepada 990.662 debitur. Kemudian dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), s.d. 30 Juni 2022 pemerintah telah menyalurkan sebanyak Rp2.864,99 miliar yang disalurkan pada Penanganan Kesehatan (Rp2.407,90 miliar), Perlindungan Masyarakat, (Rp454,33 miliar), dan Penguatan Pemulihan Ekonomi (Rp2,76 miliar).

Terdapat kenaikan harga komoditas terutama bahan pangan dan kenaikan tarif transportasi, tetapi tidak terlalu berdampak pada inflasi. Di samping itu, kenaikan harga komoditas menjadi salah satu faktor peningkatan penerimaan PPN.

Local Issues. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berakhir pada bulan Juni 2022 memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak dan kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak di DKI Jakarta. Adapun dari sisi belanja, sampai dengan 4 Juli 2022 realisasi pembiayaan UMi di wilayah DKI Jakarta mencapai Rp3,56 triliun yang diberikan kepada 1,06 juta debitur. Penyaluran pembiayaan UMi pada wilayah DKI Jakarta merupakan yang terbesar dibandingkan provinsi lainnya.

Perkembangan Ekonomi Regional
Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN memiliki tujuan untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negara, agar peningkatan produksi dan kesempatan kerja serta peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat tercapai sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Hal ini sejalan dengan kenaikan belanja subsidi di DKI Jakarta pada Juni 2022 yang mendorong peningkatan kesejahteraan petani, nelayan, dan UMKM ditunjukan dengan meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 0,75 poin serta Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebesar 1,54 poin dibandingkan periode Mei 2022.

PLN Sukses Konversi 1.000 Kompor LPG ke Kompor Induksi

Surakarta, 21 Juli 2022 – PT PLN (Persero) sukses merealisasikan pilot project konversi kompor LPG ke kompor induksi di Surakarta. Sebanyak 1.000 kompor LPG punya masyarakat berhasil dikonversi ke kompor induksi.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan konversi kompor ini dilakukan PLN untuk bisa menekan ketergantungan impor LPG yang tiap tahunnya terus bengkak. Menyasar masyarakat kelas menengah ke bawah yang biasanya mengkonsumsi LPG bersubsidi, dengan langkah konversi ini PLN sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi beban subsidi di APBN.

“Konversi kompor ini sudah menjadi amanat Presiden RI Joko Widodo. Melalui langkah ini bisa menghemat APBN dan memperbaiki neraca keuangan negara,” ujar Darmawan.

Darmawan mengatakan, pilot project konversi kompor yang dijalankan PLN di Solo ini menyasar 1.018 pelanggan, yang terdiri dari 542 pelanggan sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), 458 pelanggan Non DTKS dan 18 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

“Seluruh pelanggan yang tergabung dalam Keluarga Penerima Manfaat (KPM) ini telah mendapatkan bantuan berupa kompor induksi beserta alat masaknya dan mereka juga diedukasi oleh petugas kami terkait cara menggunakannya. Kami berharap masyarakat dapat menggunakan kompor induksi ini untuk memasak dengan lebih nyaman dan lebih cepat,” ujar Darmawan.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu mengapresiasi langkah cepat PLN dalam merealisasikan konversi kompor LPG ke kompor induksi ini. Ia menilai, program ini merupakan wujud kontribusi PLN dalam menjalankan program pemerintah untuk mengurangi impor gas LPG.

“Kita harus turut mendukung dan mensukseskan program pemerintah konversi kompor LPG ke kompor induksi. Karena dengan ini PLN turut ambil bagian dalam peralihan penggunaan energi impor menjadi energi dalam negeri dengan mengurangi impor gas LPG,” ujar Jisman.

Wartini, salah satu penerima manfaat di Kelurahan Gilingan menyampaikan apresiasinya atas bantuan yang diberikan.

“Terima kasih kami sudah diberi bantuan kompor induksi. Tadi sudah nyoba cara menggunakannya, ternyata mudah. Itu masak telor tadi lebih cepat,” ujarnya.

Dalam program ini PLN bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) terkait penyesuaian data KPM. Ada 41 kelurahan di Kota Solo yang telah menerima sosialisasi program konversi kompor LPG ke kompor induksi.

Hingga pertengahan bulan Juli 2022, Kota Solo telah berhasil memenuhi target untuk menyalurkan kompor induksi pada 1000 Keluarga Penerima Manfaat dengan golongan daya listrik 450 VA dan 900 VA.

Reformasi Perpajakan, untuk Bangsa, Rakyat atau Hegemoni Kekuasaan?

Presiden Jokowi menargetkan pendapatan negara pada tahun 2022 sebesar Rp1840,7 triliun, dengan unsur penerimaan pajak sebesar Rp1.506,9 triliun. Dana ini dibutuhkan untuk membiayai perencanaan belanja pemerintah tahun 2022 sebesar Rp2.708,7 triliun.

Untuk mencapai target pemerintah tersebut, Kementerian Keuangan mempunyai momentum strategis, untuk menggenjot penerimaan negara, dengan melanjutkan komitmen reformasi birokrasi perpajakan, bersamaan dengan revisi RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). RUU ini merupakan perubahan kelima atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP. Secara maraton, finalisasi konsep perubahan RUU KUP ini terus dibahas oleh eksekutif, legislatif, pelaku usaha, dan masyarakat luas. Dalam konteks pembahasan RUU KUP inilah, kita akan melihat arah orientasi dan komitmen pemerintah dalam membangun reformasi perpajakan yang berkelanjutan.

Tahun 2022 adalah tahun terakhir pemerintah bisa menggunakan instrumen Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid19, yang memungkinkan pemerintah dapat menyusun postur APBN defisit melebihi 3% PDB. Wajar kemudian ketika postur dalam RAPBN 2022 nanti, pemerintah masih akan menambal belanja, dengan hutang sebesar 868 triliun, atau setara 4,85% PDB. Tetapi dengan habisnya masa berlaku UU Nomor 2 tahun 2020 tersebut, pemerintah harus kembali menyusun APBN tahun 2023 dengan hutang maksimal 3% PDB. Disinilah letak strategis pemerintah harus menyiapkan instrumen pemungutan pajak yang bisa diandalkan, dimulai dengan penataan kebijakan melalui revisi RUU KUP ini.

Di sisi lain, ketika kita mengacu data penerimaan pajak dibandingkan PDB, atau tax ratio, mengalami tren penurunan, bahkan pada tahun 2019 dan tahun 2020 single digit, hanya 9,8% dan 8,3%. Untuk mendongkrak penerimaan, pemerintah harus mempunyai instrumen regulasi, administrasi, pengawasan dan SDM yang membutuhkan penguatan-penguatan. Komitmen pemerintah dalam mendesain reformasi perpajakan yang konsisten.

Tetapi, kalau kita lihat dan kritisi draft RUU KUP yang diajukan pemerintah, belum menggambarkan komitmen-komitmen tersebut. Dalam RUU KUP cenderung memuat usulan-usulan yang justru membuat kompleksitas buat wajib pajak dan belum tentu mendorong efektivitas penerimaan. Misalnya usulan tarif PPN bertingkat. Pengenaan multitarif ini akan membuat administrasi wajib pajak menjadi complicated dan berpotensi menciptakan ruang abu-abu di wilayah pengawasan oleh government officer ke depannya.

Contoh kedua, usulan tentang Alternative Minimum Tax (AMT), dimana perusahaan yang merugi juga akan dikenakan pajak. Kalau konteksnya Pajak Penghasilan (PPh), secara substansi melakukan pembayaran pajak penghasilan ketika mempunyai penghasilan. Tetapi ketika rugi, dipaksa bayar pajak penghasilan, menunjukkan pemerintah tidak konsisten dengan definisi PPh itu sendiri. Kalau pendekatan berfikirnya untuk menghindari penghindaran pajak, misalnya, pemerintah seharusnya lebih fokus dengan pengawasan dan penguatan tax compliance.

Contoh ketiga, misalnya pemerintah lebih fokus dengan effort untuk membedakan definisi objek dan bukan objek pajak. Selanjutnya malah menimbulkan pro kontra tentang potensi pengenaan PPN atas sembako, pendidikan, dll.

Pemerintah harusnya lebih fokus dengan ekstensifikasi yang menekankan pada pemungutan pajak yang berkeadilan, yaitu redistribusi pendapatan masyarakat. Untuk memperkuat reformasi perpajakan dan menjadikan pajak sebagai instrumen utama menopang APBN masa depan, seharusnya pemerintah lebih fokus dengan dua isu utama, agar grand design pemerintah bisa berjalan dengan optimal. Pertama adalah komitmen pemerintah membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN).

Konsep pembentukan badan ini sudah diinisiasi dalam usulan-usulan sebelumnya oleh pemerintah ke DPR sejak tahun 2016. Dengan pertimbangan, bahwa perlu penguatan organisasi dan kewenangan, langsung di bawah presiden. Tata kelola organisasi perpajakan modern seperti inilah yang menjadi kebutuhan. Kondisi sekarang, dan dalam usulan terbaru, justru terjadi langkah mundur, dengan kembali mengusulkan otoritas pajak tetap di eselon 1, di bawah Kementerian Keuangan. Indonesia mempunyai patron pengelolaan keuangan negara secara modern seperti halnya negara-negara yang tergabung dalam G20. Sudah seharusnya juga, pemerintah Indonesia mendesain otoritas pajak mempunyai fleksibilitas dan kewenangan yang optimal, dengan menjadi otoritas independen langsung di bawah presiden, seperti halnya pola negara-negara lain dalam G20.

Hal kedua yang menjadi prioritas, adalah urgensi membangun database yang valid dan terintegrasi dalam bentuk Single Identification Number (SIN). Konsep ini pernah didorong oleh Kementerian Keuangan sejak tahun 2002, dengan menggabungkan lebih dari 10 nomor identitas wajib pajak, melalui data numerik dan data spasial. Dengan Pembentukan SIN, pemungutan pajak akan lebih efektif, efisien dan berkeadilan. Tujuan utama pajak ada dua, yaitu budgeteir, atau mengumpulkan uang buat negara, dan regulerend, atau pengatur.

Fungsi budgeteir ini akan tercermin dalam pencapaian tax ratio, seberapa banyak yang bisa dipungut oleh negara berdasarkan perputaran ekonomi secara nasional yang terjadi. Sedangkan fungsi regulerend bermanfaat untuk fungsi keadilan masyarakat dan terjadi ekonomi yang menuju keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Keberhasilan fungsi regulerend ini akan mengurangi kesenjangan atau gini ratio. SIN bisa menjadi instrumen pendukung untuk ini semua.

Dengan beberapa catatan yang ada, dalam proses pembahasan RUU KUP ini kita akan melihat dan mencermati, apakah gagasan reformasi perpajakan bisa dijalankan konsisten, untuk kepentingan bangsa. Jadi, tidak perlu ada pertanyaan, RUU KUP ini untuk kepentingan bangsa, rakyat, atau sekedar hegemoni penguasa menjaga status quo otoritas pajak. []