Tag Archives: EBT

Pemanfaatan FABA PLTU Mampu Reduksi Emisi

Semarang – PT PLN (Persero) terus mendorong optimalisasi pemanfaatan Geopolimer dari abu sisa pembakaran batu bara PLTU atau dikenal Fly Ash Bottom Ash (FABA) pada pengolahan bahan baku konstruksi. Geopolimer mampu mereduksi emisi karbon hingga 44% sehingga menjadi salah satu bahan baku material pengganti semen yang lebih ramah lingkungan.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN terus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk melakukan terobosan dan inovasi teknologi dalam pelestarian lingkungan, termasuk dalam pemanfaatan FABA.

“PLN akan terus melakukan terobosan dan inovasi teknologi sebagai komitmen perseroan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dekarbonisasi di sektor kelistrikan, khususnya PLTU, adalah bagian dari upaya tersebut,” ungkap Darmawan.

Direktur Geopolimer Indonesia Januarti Jaya Ekaputri menjelaskan, salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca adalah aktivitas industri, khususnya industri semen. Produksi semen berkontribusi 52% dalam emisi sektor industri.

Ia mengatakan bahwa alternatif pemanfaatan FABA untuk pengurangan emisi karbon ini perlu dukungan bersama. Dengan peningkatan teknologi dan pengembangan kajian, maka FABA bisa semakin berperan dalam sirkular ekonomi dan dekarbonisasi di industri semen dan beton.

“Hal ini perlu dicarikan solusi yang lebih ramah lingkungan mengingat tingginya emisi karbon dari industri semen. Jika penggunaan semen ini bisa disubtitusi dengan geopolimer yang berbahan baku FABA, maka mampu menurunkan emisi hingga 44%,” ujar Jaya dalam Seminar Nasional Value Creation of FABA untuk mendukung infrastruktur pertanian dan pembangunan berkelanjutan.

Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Bumi Non-Konvensional (UGRG) Universitas Gajah Mada Himawan Tri Bayu Murti Petrus menjelaskan, pengelolaan FABA yang komprehensif akan mampu menyasar berbagai sektor. Oleh sebab itu sebaiknya FABA tidak ditimbun begitu saja, melainkan dimanfaatkan untuk mendorong perekonomian dan pelestarian lingkungan.

Himawan mengungkapkan bahwa FABA yang dihasilkan di Indonesia terbukti masuk kategori aman karena tidak mengandung zat radio aktif berbahaya. Sehingga FABA di Indonesia sangat bisa potensial dikembangkan lebih besar lagi karena memiliki struktur rantai kimia yang lebih ramah lingkungan.

“FABA produksi Indonesia justru lebih ramah lingkungan karena memiliki rantai kimia yang tidak berbahaya. Sehingga Indonesia bisa meningkatkan utilisasi FABA ini untuk jadi bahan baku ekonomis,” pungkas Himawan. []

Pertamina NRE Ajak Gen Z Peduli Energi Hijau

Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), sebagai lokomotif transisi energi di Pertamina telah berhasil menyelenggarakan rangkaian kegiatan “PNRE University Outreach & Engagement” di 5 universitas di Indonesia. Acara ini bertujuan untuk mendekatkan isu pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) kepada mahasiswa sekaligus berbagi tentang pengembangan karir di sektor EBT.

Program “PNRE University Outreach & Engagement” dimulai sejak bulan Februari di Institut Teknologi Bandung, secara simultan berlanjut ke Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan ditutup di akhir bulan Mei di Institut Teknologi Sepuluh November. Dihadiri lebih dari 1.000 orang mahasiswa, rangkaian acara ini menampilkan sesi menarik seperti sharing session dengan jajaran Direksi dan Generasi Muda Pertamina NRE serta career influencer, dan diskusi panel interaktif bertajuk “Green Career Talks”.

“Pertamina NRE merupakan ujung tombak Pertamina dalam melakukan transisi energi. Kami ingin mendekatkan generasi muda dengan sektor energi baru dan terbarukan. Kami berharap generasi muda secara aktif berpartisipasi dalam transisi energi di Indonesia. Kami berharap melalui acara ini dapat memberikan inspirasi dan mencetak para anak muda yang siap berkarir di industri energi masa depan yang ramah lingkungan ini,” ujar Direktur Sumber Daya Manusia dan Penunjang Bisnis Pertamina NRE Said Reza Pahlevy.

Green Career Talks yang merupakan sesi inti dari acara ini menghadirkan para pemimpin dari Pertamina NRE untuk berbagi pengalaman mereka dan memberikan wawasan tentang tren terkini di industri energi bersih. Bukan itu saja, di sesi ini juga hadir career expert atau influencer muda yang membagikan kiat-kiat mengembangkan karir di dunia kerja, seperti Vina Muliana, Anelies Praramadhani, dan Apri Rokhyadi. Moderator yang membawakan sesi ini juga tidak kalah menarik, yaitu Dian Mirza, Senandung Nacita, dan Gadies Fetrianto.

Dalam acara tersebut juga terdapat mini booth di mana mahasiswa dapat melakukan resume submission kepada Pertamina NRE secara daring. Di mini booth tersebut pengunjung juga bisa mendapatkan informasi tentang Pertamina NRE beserta bisnisnya secara lengkap.

“Semangat positif ini harus digaungkan seluas mungkin agar partisipasi generasi muda dalam transisi energi menyebar ke seluruh wilayah Indonesia” tambah Said.

“PNRE University Outreach & Engagement” merupakan langkah nyata Pertamina NRE dalam mendukung pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dalam bidang energi baru terbarukan.

Dengan mempererat hubungan antara dunia industri dan akademisi, Pertamina NRE berharap dapat berkontribusi pada program pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission 2060, Pertamina NRE berkomitmen untuk menjalankan bisnis yang berkelanjutan melalui penerapan aspek-aspek ESG sesuai praktik terbaik dengan terus fokus mengembangkan energi baru terbarukan. []

Indonesia Siap Sambut Investasi EBT

Nusa Dua, 12 November 2022 – Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan komitmen Indonesia dalam mempercepat transisi energi guna mencapai target net zero emission pada tahun 2060.

Luhut menilai target tersebut sangat mungkin dicapai mengingat potensi energi baru terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia cukup besar yaitu mencapai 437 gigawatt (GW). Pemerintah melalui PT PLN (Persero) siap mengembangkan potensi energi bersih tersebut.

“Pak Darmawan (Direktur Utama PLN) menyebutkan dan mengingatkan saya bahwa hingga tahun 2060 potensi investasi energi terbarukan sekitar USD 700 miliar. Jadi ini kue besar. Makanya saya sangat percaya diri bahwa Indonesia bisa mempercepat transisi energi karena begitu banyak potensi yang bisa kita lakukan di negara ini, jika kita kelola dengan baik,” ungkap Luhut dalam BNEF Summit di Nusa Dua, Bali, Sabtu (12/11).

Dengan besarnya potensi EBT yang dimiliki Indonesia, menurut Luhut, hal ini bisa menjadi peluang kerja sama bagi seluruh negara global untuk bersama menurunkan emisi karbon.

“Anda bisa melihat, Indonesia berkomitmen untuk net zero emission 2060 atau lebih cepat. Dan kembali, saya yakin kita bisa mewujudkan hal itu lebih cepat. Teknologi dan teamwork, dan kami belajar,” tegas Luhut.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menilai langkah transisi energi ini perlu dilakukan untuk bisa menjamin masa depan anak bangsa ke depan. Hal ini juga menjadi nilai yang diusung oleh PLN untuk berkomitmen penuh dalam transisi energi.

“Dalam hal ini PLN memutuskan bahwa kita punya komitmen penuh untuk melakukan itu. Kita melakukan bukan hanya karena ada perjanjian internasional. Bukan hanya karena suatu kebijakan. Kita melakukan itu karena kita betul-betul peduli,” ujar Darmawan dalam kesempatan yang sama.

Berbagai upaya telah dilakukan PLN dalam agenda transisi energi. Selain gencar membangun pembangkit berbasis EBT, PLN juga mendorong ekosistem kendaraan listrik sehingga bisa menurunkan angka ketergantungan energi fosil di tengah tantangan target net zero emission dan krisis energi.

“Oleh karena itu, kita harus memastikan bahwa dalam waktu dekat, energi bersih akan menjamin ketahanan dan keterjangkauan energi,” kata Darmawan.

Misalnya, dalam jangka pendek penggunaan gas alam merupakan salah satu strategi penting dalam transisi energi selain pada pengembangan EBT. Dalam jangka panjang, PLN fokus pada pengembangan energi terbarukan skala besar yang dikombinasikan dengan penyimpanan energi dan interkoneksi.

“Kita sudah berhasil menghapus 13 GW pembangkit listrik batu bara dalam fase perencanaan. Artinya apa kita sudah bisa menghindari CO2 emisi sebesar 1,8 miliar ton selama 25 tahun,” ujar Darmawan.

Selain itu, PLN juga sudah mengubah perencanaan pembangunan pembangkit batubara sebesar 1,1 GW menjadi berbasis energi bersih dan 880 MW pembangkit batu bara yang dikonversi menjadi berbasis gas.

“Kita juga membangun RUPTL yang sangat agresif dalam menambahkan EBT sebesar 20.9 GW atau 51.6 persen penambahan pembangkit dari 2021-2030 itu berbasis EBT. Ini adalah RUPTL yang terhijau dalam sejarah PLN maupun dalam sejarah Indonesia,” papar Darmawan.

Darmawan menambahkan pada tahun ini dari upaya tersebut PLN mampu menurunkan emisi hingga 35 juta ton. Namun, jika tidak ada upaya maksimal, emisi karbon bisa mencapai 240 juta ton.

“Jadi ini penting sekali bagaimana semua ini bukan hanya dalam satu high level strategy, tapi bisa di translate menjadi operasional yang efektif di lapangan,” ujar Darmawan.

Oleh karena itu, perlu adanya inovasi teknologi, pembiayaan, dan kebijakan yang memungkinkan energi terbarukan dikembangkan secara besar-besaran. PLN sendiri kata Darmawan, telah mengembangkan peta jalan yang komprehensif untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060.

“PLN berkomitmen penuh terhadap emisi nol bersih. Di masa lalu bisnis utama kami adalah menyediakan listrik bagi pelanggan, namun ke depan tugas utama PLN adalah menjaga lingkungan yang baik dan listrik menjadi salah satu produk bisnis perseroan,” pungkas Darmawan. []

Kembangkan Teknologi Untuk Transisi Energi, PLN Libatkan Laboratorium EBT di Amerika

Sharm El-Sheikh, 10 November 2022 – PT PLN (Persero) terus membuka kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mendukung transisi energi. Kali ini, PLN bersama The U.S. National Renewable Energy Laboratory melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terkait pelaksanaan transformasi sistem tenaga listrik global (G-PST) pada agenda COP27 di Sharm El Syeikh, Mesir (8/11).

Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi dan Pricipal Investigator The U.S. National Renewable Energy Laboratory, Tim Reber, serta disaksikan langsung oleh Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo.

Darmawan mengatakan bahwa kerja sama ini akan menciptakan sinergi yang bermanfaat untuk penguatan sektor kelistrikan, khususnya dalam mendukung transisi energi. Hal ini perlu disiapkan karena pembangkit EBT yang sifatnya intermittent sehingga membuat proses pemasokan daya listrik tidak tersedia secara terus menerus dikarenakan faktor eksternal yang tidak dapat dikontrol, misalnya hilangnya cahaya matahari akibat tertutup awan.

“Komitmen mencapai net zero emission di tahun 2060 mendorong PLN untuk menambah kapasitas energi baru terbarukan (EBT) secara agresif. Dengan karakteristik intermittent pembangkit EBT, kita perlu membangun kapasitas teknologi yang mumpuni untuk mengoperasikan sistem tersebut,” ungkapnya.

MoU PLN dengan U.S. National Renewable Energy Laboratory melingkupi beberapa hal penting, yaitu penguatan sektor energi dalam hal pengoperasian sistem dan transmisi tenaga listrik, integrasi energi terbarukan ke dalam jaringan tenaga listrik, memajukan transisi menuju sistem operasi kelistrikan yang modern. Kedua belah pihak juga akan berdiskusi penetapan regulasi, pengembangan pelatihan dan pendidikan terkait, dukungan fasilitas dan teknologi, perkuatan perencanaan dan analisa sistem tenaga listrik, dan pengembangan inovasi atau kolaborasi nasional.

“Hari ini kita bekerja sama dengan Global Power System Transformation, tergabung bersama pengembang ketenagalistrikan dunia seperti CAISO, AEMO, hingga ERCOT. Ini artinya saat ini kita berada di garis terdepan dalam akumulasi pengetahuan, teknik, skill, dan teknologi kelistrikan,” tambahnya.

Ia menambahkan dalam proses transisi energi, PLN perlu bertransformasi dan mempelajari core kompetensi dan skill baru untuk menghadapi tantangan di masa depan. Sehingga ia berharap MoU ini bisa diterjemahkan dalam operasi konkret di lapangan.

“Dalam MoU ini kita bersama akan mengkaji penggunaan teknologi terbaru di sektor ketenagalistrikan. Kita juga akan memberikan pelatihan untuk para pegawai sehingga mereka siap untuk menghadapi segala tantangan,” tambahnya.

Dengan nota kesepahaman ini, ia menekankan pentingnya kolaborasi bersama dalam mendorong transisi energi.

“Kolaborasi ini membuka mata kita bahwa transisi energi tidak bisa dijalankan sendiri-sendiri. Jalan satu-satunya adalah dengan kolaborasi,” tutup Darmawan.

Sinergi BUMN Dukung Penyediaan Gas dari Energi Terbarukan untuk Industri

Bali – Upaya untuk percepatan peningkatan kontribusi energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional kian serius dilakukan oleh BUMN. Salah satu caranya ialah mendorong pemanfaatan Compressed Biomethane bagi sektor industri di tanah air. Hal ini ditandai dengan penandatanganan kerja sama hulu ke hilir penyediaan Compressed Biomethane antara Pertamina NRE (PNRE), Subholding Gas Pertamina melalui afiliasinya, Pertagas Niaga, serta PT Perkebunan Nusantara III (Persero) (PTPN III) dalam acara State-owned Enterprises International Conference di Bali, Selasa (18/10).

Penandatangan dilakukan oleh CEO Pertamina NRE, Dannif Danusaputro, Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani, dan President Director PT Pertaga Niaga, Aminuddin yang disaksikan oleh Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury dan Direktur Strategi, Portfolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina A. Salyadi Dariah Saputra. Compressed renewable gas diyakini bakal memberi kontribusi yang signifikan dalam mendukung transisi energi di Indonesia untuk mewujdukan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).

Kerja sama antara Pertamina NRE dengan PTPN III mencakup pengembangan fasilitas produksi biomethane, di mana PTPN III akan menyuplai bahan bakunya, yaitu berupa limbah cair kelapa sawit atau lebih dikenal dengan palm oil mill effluent (POME) yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit (“PKS”) milik PTPN III di Bah Jambi, Sei Silau, dan Sei Meranti. POME diolah menjadi biogas dan kemudian dilakukan pemurnian dan dikompresi menjadi compressed biomethane di plant milik Pertamina NRE.

Pertagas Niaga membeli compressed biomethane dari Pertamina NRE dengan total volume mencapai 300 MMBTU/hari per lokasi PKS. Pada tahap pertama, compressed biomethane ini akan disuplai untuk memenuhi kebutuhan industri di wilayah Sumatera Utara. Penggunaan compressed biomethane ini mendukung mendorong tercapainya Nett Zero Emission tahun 2060 atau lebih cepat.

“Pertamina NRE merupakan ujung tombak Pertamina dalam melakukan transisi energi. Kami fokus pada bisnis energi bersih. Kami sangat antusias dengan kerja sama antar BUMN dalam penyediaan gas dari sumber energi terbarukan ini. Sinergi ini bagian dari upaya transisi energi yang dilakukan BUMN,” ungkap Dannif.

Pada kesempatan yang sama, Ghani mengatakan, “Hal ini sejalan dengan Program Stategis PTPN yang juga ditetapkan sebagai Program Strategis Nasional (PSN), PTPN III (Persero) selaku Holding BUMN Perkebunan mencanangkan program Akselerasi Pengembangan Energi Baru Terbarukan melalui pengembangan pabrik BioCNG berbasis limbah cair kelapa sawit (POME)”, ujar Ghani, Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero)”.

Sementara, Aminuddin menyatakan, “Kami menargetkan pengaliran Compressed Renewable Gas ini pada Triwulan ketiga 2023 dan sanggup memberikan suplai kontinyu untuk industri dalam negeri yang menggunakan energi terbarukan dan ramah lingkungan,” jelas Aminuddin. Amin juga menambahkan ini adalah terobosan bagi Pertagas Niaga karena untuk pertama kalinya pihaknya akan memasok industri dengan gas non-fosil.

Pemanfaatan Compressed biomethane selain berkontribusi baik bagi lingkungan diharapkan mampu mengurangi impor LPG sehingga membantu penghematan keuangan negara. Sumber bahan baku untuk memproduksi compressed biomethane di Indonesia sangat beragam. Sebagai negara penghasil minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar, Indonesia mempunyai potensi besar untuk memanfaatkan limbah CPO dan juga limbah pertanian serta limbah peternakan lainnya untuk menjadi biogas maupun biometan sebagai energi terbarukan.

Pertamina berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan ESG dan mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Inisiatif perdagangan karbon sangat mendukung Tujuan ke-13, yaitu penanganan perubahan iklim.

Gandeng Denmark, PLN Pacu Pengembangan EBT Andal dan Terjangkau di Tanah Air

Jakarta, 28 September 2022 – PT PLN (Persero) menggandeng Danish Energy Agency (DEA) untuk mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang bersih, andal dan terjangkau di Tanah Air.

Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan DEA untuk joint study pengembangan EBT di Indonesia pada Selasa (27/9).

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menjelaskan untuk bisa mengakselerasi pengembangan EBT, PLN tidak bisa sendiri. Apalagi, beberapa jenis EBT memerlukan teknologi yang proven. PLN menggandeng Denmark sebagai salah satu negara yang mempunyai kekuatan dalam pemanfaatan sumber daya alam menjadi basis energi listrik.

“Denmark merupakan salah satu negara yang banyak memanfaatkan sumber daya alamnya untuk tenaga listrik. Mulai dari angin, arus laut bahkan juga air,” ujar Darmawan.

Ia menjelaskan, DEA akan membantu PLN dalam program pengurangan emisi global melalui langkah mempercepat bauran energi yang berkelanjutan dan andal.

“Khususnya di pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), DEA bersama PLN akan mencoba mengembangkan teknologi yang mutakhir dan juga applicable di Indonesia. Tak hanya teknologi, DEA juga akan membagi pengalamannya dalam mengkomersialisasikan PLTB dan juga melakukan pemetaan potensi PLTB di Indonesia,” ujar Darmawan.

Melalui MoU ini, nantinya DEA bersama PLN akan melakukan studi pengembangan PLTB di wilayah Sumatera dan NTT juga wilayah potensial lainnya di Indonesia.

Darmawan memastikan PLN terus berupaya untuk bisa meningkatkan bauran energi di Indonesia. Upaya akselerasi bauran energi ini sebagai langkah untuk mencapai target Net Zero Emission di 2060 mendatang.

Kebut Pengembangan Energi Hijau, PLN Gandeng Jepang dan China untuk Studi Teknologi EBT

Bali, 26 September 2022 – PT PLN (Persero) menjalin kolaborasi lintas negara untuk mendorong potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia melalui studi teknologi.

Kerja sama pengembangan EBT tersebut ditandai dengan penandatanganan beberapa nota kesepahaman (MoU) antara PLN dengan Japan International Cooperation Agency (JICA), Kyudenko Corporation, serta dengan China Renewable Energy Engineering Institute (CREEI) terkait teknologi rendah karbon.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan PLN membuka kolaborasi seluas-luasnya guna menghadapi krisis energi dan perubahan iklim. Ia menjelaskan, aliansi strategis mutlak diperlukan guna membangun kapasitas energi nasional demi mengembangkan teknologi pembangkit yang ramah lingkungan.

“Menuju net zero emission 2060, diperlukan teknologi yang dapat menggantikan pembangkit fosil untuk memikul beban dasar maupun menunjang stabilitas sistem, termasuk suplai listrik untuk daerah remote atau kepulauan. Kajian mendalam akan dilakukan PLN pada manajemen sistem energi di remote area,” jelas Darmawan dalam penandatanganan MoU yang diteken PLN di Bali (22/9).

Darmawan optimistis kerja sama dalam pengembangan EBT di daerah terisolir ini penting untuk masa depan. “Diharapkan hasil kajiannya dapat memberikan gambaran dan model rencana peningkatan bauran EBT di daerah yang terisolir hingga 100 persen,” ujar Darmawan.

Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya menambahkan pemerintah telah berkomitmen melakukan transisi energi secara bertahap sampai tahun 2060.

Artinya, dalam beberapa tahun ke depan pembangkit listrik berbasis fosil tidak akan ada lagi, untuk itu perlu segera dipikirkan penggantinya.

“Saat ini kapasitas EBT kita sekitar 8,5 GW, itu belum memaksimalkan potensi yang kita punya. Sehingga perlu kita breakdown lagi untuk pengembangan tenaga surya, geothermal, air, angin, hingga laut,” jelas Harris.

Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Wiluyo Kusdwiharto menjelaskan penandatanganan MoU tersebut adalah wujud komitmen PLN dalam pengembangan sistem EBT yang andal di Indonesia.

Adapun tiga kesepakatan kerja sama studi teknologi EBT meliputi:

1. PLN bersama JICA dan Kyudenko Corporation mengenai Studi Bersama 100% suplai listrik dari pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan di area remote.
2. PLN bersama CREEI mengenai Kerja sama dalam Program Dukungan Teknis untuk Teknologi Rendah Karbon dan Perlindungan Lingkungan dan Sosial.
3. PLN bersama Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan dan EBTKE mengenai Program Survey dan Studi Pembangkit Energi Baru Terbarukan.

“Dari MoU dengan CREEI PLN akan mendapatkan transfer knowledge yang intensif dalam menghadapi transisi energi dan menuju net zero emission. Sementara nota kesepahaman dengan JICA akan memberikan kajian model pengembangan EBT di daerah remote,” katanya.

Di sisi lain, PLN juga menjalin kontrak bersama PT Haskoning Indonesia mengenai Layanan Konsultasi ESIA & LARAP Masang II – Hindropower. Wiluyo berharap, dengan kerja sama ini PLN mendapatkan pendanaan dari AFD untuk proyek PLTA Masang I.

Sebelumnya, berdasarkan Aide-mémoire AFD Energy Mission 26/11/2018 – 30/11/2018, AFD mensyaratkan pekerjaan ESIA/LARAP untuk PLTA Masang II sebagai prasyarat pendanaan implementasi proyek.

Wiluyo mengatakan PLN berkomitmen untuk menjalankan kebijakan Lender dalam rangka menyusun rencana proyek kategori A sesuai dengan peraturan untuk pengembangan Studi
Environmental and Social Impact Assestment (ESIA) dan Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP).

Tingkatkan Layanan Sertifikat EBT, PLN Perluas Kolaborasi dengan CEIA di COP26

Glasgow, 3 November 2021 – Respon terhadap layanan Renewable Energy Certificates (REC) yang diluncurkan PT PLN (Persero) pada November 2020 sangat positif. PLN pun mematangkan kerja sama dengan Clean Energy Investment Accelerator (CEIA) untuk dapat menciptakan transformasi pemanfaatan energi terbarukan.

Kerja sama ini ditandai dengan pertemuan antara Global Energy Director World Resources Institute (WRI), Jennifer Layke, selaku perwakilan CEIA dan Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PLN Syofvi Roekman dalam ajang COP26 yang berlangsung di Glasgow. PLN dan CEIA menegaskan kelanjutan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang sudah dilakukan pada 28 Oktober 2021 di Jakarta.

Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PLN Syofvi Roekman memaparkan REC yang merupakan produk kolaborasi PLN dan CEIA mendapatkan respon positif dari sektor komersial, industri, dan individu. Melalui kelanjutan kerja sama ini, PLN berharap dapat menghasilkan lebih banyak produk energi ramah lingkungan untuk konsumen dan mencapai target pengurangan emisi karbon pada 2030.

Sertifikasi Renewable Energy Certificate (REC) merupakan layanan PLN berupa pengakuan penggunaan energi baru terbarukan (EBT). REC ini merupakan bukti kepemilikan sertifikat standar internasional atas produksi tenaga listrik yang dihasilkan dari pembangkit energi terbarukan.

Dia mencontohkan, generasi pertama dari REC sebesar 140 Mega Watt (MW) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, telah habis diserap 28 perusahaan. Bahkan, saat ini sudah ada 50 perusahaan mengantre untuk bisa membeli REC selanjutnya.

“Melihat respon dari pasar, tentunya PLN harus mempercepat pembangunan pembangkit EBT. Oleh karena itu, pada RUPTL 2021-2030 kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sebesar 20,923 Mega Watt (MW) pada 2030 untuk dapat memenuhi permintaan yang sudah masuk,” papar Syovfi, saat mengisi acara ‘Catalyzing Changes: Transitioning Indonesia’s State-owned Utility toward Renewable Energy’ di SDG7 Pavilion COP26, Selasa (2/10/2021).

Melalui kerja sama ini juga akan dilakukan asistensi teknis untuk mengembangkan layanan-layanan inovatif, seperti green tariff sebagai salah satu opsi pengadaan energi terbarukan untuk korporasi atau peluang PLN untuk menjadi local issuer atau entitas lokal yang berhak menerbitkan REC sesuai standar yang telah ditetapkan dan diakui secara internasional. Sebagai local issuer, PLN diharapkan dapat menjadi pendaftar utama dalam menerbitkan REC secara nasional.

Selain produk yang memberikan pilihan pembelian listrik terbarukan kepada pelanggan ini, PLN juga berencana untuk mengeksplorasi inovasi baru bersama dengan CEIA sebagai bagian dari akselerasi pengurangan karbon di Indonesia. Kerja sama ini diharapkan juga dapat mengakselerasi pengembangan kapasitas, diseminasi informasi terkait penelitian, dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk memfasilitasi permintaan konsumen listrik.

Sebagai perusahaan listrik nasional, Syovfi menambahkan, PLN telah menyatakan ikut berperan aktif dalam mengurangi emisi karbon. Melalui kerja sama dengan CEIA, PLN akan mengakselerasi pengembangan kapasitas, diseminasi informasi terkait penelitian, dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk memfasilitasi permintaan konsumen listrik semakin cepat terealisasi.

“Selain mendukung PLN, MoU tersebut mencakup komitmen dan dukungan dari kedua belah pihak untuk mengembangkan lebih banyak produk energi hijau bagi konsumen. Dalam MoU ini, CEIA dan PLN juga akan menjajaki kemungkinan solusi untuk mengurangi emisi di sektor komersial dan industri,” kata Syofvi.

Kerja sama ini juga semakin mempertegas komitmen PLN bersama pemerintah Indonesia, untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional. Sebagai langkah awal, PLN optimistis dapat berkontribusi memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia pada 2030 melalui beberapa langkah strategis.

“PLN sendiri memiliki target untuk mencapai karbon netral pada 2060. Sebagai langkah awal, PLN berkomitmen untuk berkontribusi memenuhi target NDC Indonesia pada tahun 2030 melalui beberapa langkah strategis. Kolaborasi dengan CEIA merupakan langkah penting untuk mempercepat realisasi target kami,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Global Energy Director WRI Jennifer Layke menyebutkan, kerja sama ini diperlukan untuk mencapai target bauran Indonesia sebanyak 23 persen pada 2025. Seiring dengan upaya negara untuk pulih dari dampak pandemi, ada peluang untuk mendorong tujuan pembangunan berkelanjutan dan mencapai ekonomi energi bersih yang lebih adil.

“PLN akan menjadi kunci untuk kemajuan ini. Selama dua tahun terakhir, melalui Clean Energy Investment Accelerator (CEIA), WRI dan Allotrope Partners, serta NREL telah mendukung PLN dalam pengembangan produk energi terbarukan, salah satunya adalah REC,” ucapnya.

Jennifer sadar jika tantangan yang dihadapi oleh pengembangan EBT di sektor ketenagalistrikan bukan hanya tentang pemilihan bahan bakar saja. Masih ada tantangan bagaimana produk EBT yang telah diproduksi ini bisa diserap oleh pasar.

“Saya menyambut positif dengan apa yang terjadi di PLN. Bagaimana permintaan pasar, perkembangan teknologi, dan aset PLN yang terdiversifikasi ke EBT menjadi satu sistem dapat diterima. Saya rasa masa depan PLN akan sangat cerah ke depan,” imbuhnya.

Seiring dengan semakin rendah biaya EBT, serta banyak pilihan teknologinya yang tersedia, tentunya ada kesempatan untuk membangun sesuatu yang berbeda dalam menghadapi disrupsi akibat pemanasan global. PLN harus mempersiapkan perpindahan teknologi yang akan terjadi seiring waktu.

“Dengan adanya kemitraan baru yang akan berlangsung selama dua tahun ke depan, kami berharap ini akan mendorong lebih banyak solusi listrik terbarukan. Kami percaya bahwa transisi energi tidak dapat dicapai tanpa kolaborasi, maka kami akan terus mendukung PLN agar dapat mempercepat langkah Indonesia menuju masa depan energi terbarukan,” ucap Jennifer.

Sekilas Tentang PLN

PT PLN (Persero) adalah BUMN kelistrikan yang terus berkomitmen dan berinovasi menjalankan misi besar menerangi dan menggerakkan negeri. Memiliki visi menjadi perusahaan listrik terkemuka se-Asia Tenggara, PLN bergerak menjadi pilihan nomor 1 pelanggan untuk Solusi Energi. PLN mengusung agenda Transformasi dengan aspirasi Green, Lean, Innovative, dan Customer Focused demi menghadirkan listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik. PLN dapat dihubungi melalui aplikasi PLN Mobile yang tersedia di PlayStore atau AppStore.

Teken Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik 2.270 MVA, PLN Pastikan Siap Dukung Investasi Sektor Bisnis dan Industri

Jakarta, BeritaPers- Hadirnya investasi pasca pandemi Covid-19 akan menjadi kunci dari pemulihan ekonomi Indonesia. PT PLN (Persero) sebagai satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pemasok listrik berkomitmen untuk mendukung pemenuhan kebutuhan sektor industri dan bisnis listrik, serta menyambut investasi baru.

Melalui penandatanganan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) dan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan pelanggan tegangan tinggi, PLN telah membuktikan bisa memenuhi kebutuhan listrik sepenuhnya dengan kualitas yang baik dan dapat diandalkan.

Total ada 13 PJBTL dan MoU yang ditandatangi pada kesempatan kali ini. Sementara total daya listrik yang akan disuplai oleh PLN kepada para pelanggan tegangan tinggi mencapai 2.270 Mega Volt Ampere (MVA).

Pasok listrik ini nantinya akan disalurkan kepada PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia,  PT Stargate Mineral Asia, PT Aquila Cobalt Nickel, PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), PT Wahana Lestari Investama, PT Sampoerna Kayu, dan PT Gebe Industry Nickel. Termasuk diantaranya produk Renewable Energy Certificate (REC) yang diserap oleh PT Sumitomo Indonesia.

Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia yang diwakili oleh Deputi Bidang Pengendalian Pengadaan Penanaman Modal BKPM Imam Soejoedi menegaskan, PLN sebagai perpanjangan tangan Pemerintah, harus memenuhi kebutuhan listrik dan memberikan pelayanan terbaik untuk seluruh pelanggan.

“MoU ini merupakan sejarah bagi PLN, jual beli tenaga listrik yang terbesar hingga saat ini, 2.270 MVA,” kata Imam saat memberikan sambutan pada acara ‘Penandatanganan SPJBTL dan MoU Pelanggan Tegangan Tinggi’ di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat (29/10/2021).

Dia pun mengapresiasi PLN yang proaktif, menghadirkan listrik yang andal dengan harga kompetitif dan berkualitas. Terlebih mengingat PLN sebagai BUMN yang bergerak di sektor jasa penyediaan listrik membuktikan mampu meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

“Ini kolaborasi yang sangat baik. Setiap investasi tentunya membutuhkan listrik dengan kualitas yang baik,” katanya.

Melalui dukungan penuh dari PLN, pihaknya optimis dapat mewujudkan Indonesia maju pada 2045 dengan memastikan hadirnya investasi yang menjadi tulang punggung perekonomian dalam negeri.

“Komposisi pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi, investasi, serta ekspor dan impor. Di tengah situasi saat ini, investasi menjadi satu-satunya jalan menopang pertumbuhan,” jelas Imam.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril menyampaikan, PLN berperan dalam melayani dan menyediakan pasokan listrik yang andal (reliability) , berkualitas (quality) dan harga yang kompetitif (price).

Dengan adanya acara penandatanganan PJBTL dan MoU ini, PLN berkontribusi positif dalam menyediakan pasokan listrik bagi pelanggan tegangan tinggi untuk mendukung kemajuan perekonomian bangsa.

“Teknologi smelter berbasis elektronik tentunya menjadi salah satu opsi untuk mendukung seluruh kegiatan produksi. Oleh karena itu, penandatanganan kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara PLN dengan para pelaku usaha, khususnya di sektor industri smelter yang kini menjadi primadona di Indonesia,” ujarnya.

Terlebih lagi, PLN sedang dalam kondisi surplus di sebagian besar sistem kelistrikan. Cadangan sistem kelistrikan PLN pada umumnya mencapai lebih dari 40 persen.

Tentunya, cadangan sistem ini akan semakin meningkat dengan masuknya pembangkit-pembangkit yang saat ini sedang proses konstruksi. Proyek yang merupakan bagian mega proyek 35 GW ini akan menyumbang daya mencapai 17,9 GW atau setara dengan 50 persen dari cadangan saat ini.

“Kondisi surplus menuntut PLN terus berinovasi dalam membangun kerja sama, merancang inovasi untuk semakin menyelaraskan kebutuhan demand. Inovasi layanan diciptakan untuk membangun kepercayaan dan sinergi dengan para pelaku usaha untuk membangun perekonomian,” imbuh Bob.

Tak lupa, Bob juga mengapresiasi perusahaan–perusahaan yang telah bersedia mendorong penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui produk Renewable Energy Certificate (REC).

REC adalah salah satu inovasi produk hijau PLN untuk mempermudah pelanggan dalam pembelian serta mendapatkan pengakuan dari internasional atas penggunaan energi terbarukan yang sudah ada di Indonesia.

“Saat ini telah tersedia Pembangkit dengan Energi Terbarukan PLN di seluruh Indonesia yang sudah beroperasi mencapai 7.936 MW. Ketersediaan EBT tersebut dapat diklaim sebagai energi yang digunakan untuk pemakaian listrik para pelanggan melalui produk terbaru PLN yaitu REC,” ucapnya.

Di sisi lain, Gurbernur Sulawesi Tenggara H. Ali Mazi mengapresiasi PLN yang telah mendukung pemerintah Sulawesi Tenggara selama ini.

“Tahun 2003 ketika saya pertama kali menjadi gurbernur total daya Sulawesi Tenggara hanya 5 MW, setiap hari harus bergiliran. Hari ini, setelah 10 tahun saya kembali terpilih menjadi gubernur, alhamdulillah listrik rumah tangga semua sudah terpenuhi, tidak ada lagi mati lampu,” ucap Ali.

Dia memandang acara ini sebagai bentuk komitmen PLN untuk mengurangi kesenjangan distribusi listrik di daerah. Terutama untuk sektor industri yang memiliki potensi pertambangan yang sangat besar.

Sekilas Tentang PLN

PT PLN (Persero) adalah BUMN kelistrikan yang terus berkomitmen dan berinovasi menjalankan misi besar menerangi dan menggerakkan negeri. Memiliki visi menjadi perusahaan listrik terkemuka se-Asia Tenggara, PLN bergerak menjadi pilihan nomor 1 pelanggan untuk Solusi Energi. PLN mengusung agenda Transformasi dengan aspirasi Green, Lean, Innovative, dan Customer Focused demi menghadirkan listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik. PLN dapat dihubungi melalui aplikasi PLN Mobile yang tersedia di PlayStore atau AppStore.