Tag Archives: PPN

PEMERINTAH PERTAHANKAN KEMUDAHAN PPN SEPENUHNYA

Jakarta, 15 Desember 2022 – Pemerintah menyederhanakan dan menyesuaikan pengaturan dalam pemberian kemudahan di bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang PPN Dibebaskan dan PPN atau PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean (PP-49/2022).

“Kami tegaskan bahwa aturan turunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ini tetap mempertahankan sepenuhnya kemudahan PPN yang saat ini berlaku,” terang Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor.

Kemudahan perpajakan tersebut, yakni, pertama, objek yang selama ini atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, seperti vaksin polio, buku dan kitab suci, mesin dan peralatan pabrik, barang hasil kelautan dan perikanan, ternak, bibit dan/atau benih, pakan dan bahan pakan, listrik, air bersih, senjata, amunisi, kendaraan darat khusus bagi TNI/POLRI, dan satuan rumah susun milik tetap dibebaskan dari pengenaan PPN.

Kedua, objek yang selama ini atas impor dan/atau penyerahannya tidak dipungut PPN, seperti alat angkutan di air dan alat angkutan di udara, kereta api, kapal angkutan laut, kapal penangkap ikan, pesawat udara, barang untuk penyandang disabilitas, barang untuk keperluan penelitian dan ilmu pengetahuan, barang pribadi penumpang dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu, serta barang dan bahan atau mesin yang diimpor oleh UMKM dengan menggunakan kemudahan impor untuk tujuan ekspor tetap tidak dipungut PPN.

Ketentuan lainnya, untuk barang dan jasa yang semula bukan merupakan Barang Kena Pajak (non-BKP) dan bukan Jasa Kena Pajak (non-JKP) diubah menjadi BKP tertentu dan JKP tertentu yang diberikan kemudahan PPN dibebaskan atau tidak dipungut.

Barang dan jasa tersebut, antara lain: (1) barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran dengan kriteria dan/atau perincian jenis barang sebagaimana tercantum dalam lampiran PP-49/2022, dibebaskan dari pengenaan PPN, (2) gula konsumsi dalam bentuk gula kristal putih yang berasal dari tebu tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna, dibebaskan dari pengenaan PPN, (3) jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan prangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, dan jasa pengiriman uang dengan wesel pos, dibebaskan dari pengenaan PPN, (4) minyak mentah, gas bumi (gas yang dialirkan melalui pipa, liquified natural gas, dan compressed natural gas), panas bumi, serta hasil pertambangan mineral bukan logam dan batuan tertentu, serta bijih mineral tertentu, dibebaskan dari pengenaan PPN, (5) emas batangan selain untuk kepentingan cadangan devisa negara diberikan kemudahan perpajakan berupa tidak dipungut PPN.

Neil juga mengatakan bahwa atas kemudahan perpajakan berupa pembebasan dari pengenaan PPN atau PPN tidak dipungut ini ke depannya akan terus dievaluasi oleh menteri keuangan dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara.

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 12 Desember 2022. Namun, ketentuan pemberian kemudahan perpajakan sejak 1 April 2022 sampai dengan sebelum berlakunya PP-49/2022 ini mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam PP ini.

Setelah PP ini berlaku, PP-146/2000 s.t.d.d. PP-38/2003, PP-81/2015 s.t.d.d. PP-48/2020, PP-40/2015 s.t.d.d. PP-58/2021, dan PP-50/2019 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. “Akan tetapi, peraturan pelaksanaan dari PP-PP yang dicabut tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PP ini,” pungkas Neil. Dapatkan salinan dari PP-49/2022 tentang PPN Dibebaskan dan PPN Atau PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa
Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean dan peraturan pajak lainnya di laman www.pajak.go.id.

#PajakKuatIndonesiaMaju

TURUNAN UU HPP KLASTER PPN TERBIT, SIMAK KETENTUANNYA

Jakarta, 8 Desember 2022 – Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), perlu dilakukan penyesuaian pengaturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mengenai tarif, cara menghitung, penggunaan besaran tertentu, serta penunjukkan pihak lain untuk melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM. Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Desember 2022 meneken Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap PPN Barang dan Jasa dan PPnBM (PP Nomor 44 Tahun 2022).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa beleid ini merupakan pengganti PP Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN dan perubahannya. “PP Nomor 1 Tahun 2012 dan perubahannya sudah tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi PPN dan PPnBM serta pengaturan dalam UU HPP, sehingga perlu disempurnakan,” jelasnya.

Pengaturan dalam PP Nomor 44 Tahun 2022 ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yakni:

1. Substansi baru, meliputi:

a. Pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM (Pasal 5).

1) Pihak lain merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi yang paling sedikit berupa pedagang, penyedia jasa, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

2) PPN atau PPN dan PPnBM tetap dipungut oleh pihak lain yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM walaupun melakukan transaksi dengan pemungut PPN Pasal 16A UU PPN atau memfasilitasi transaksi pemungut PPN Pasal 16A tersebut.

b. Pengaturan lebih lanjut terkait Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP), yang meliputi:

1) Pemberian cuma-cuma BKP/JKP (Pasal 6).

2) Penegasan pengenaan PPN atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dalam aktivitas operasional maupun nonoperasional (Pasal 8).

3) Pengenaan PPN atas penyerahan BKP berupa agunan yang diambil alih oleh kreditur (Pasal 10).

4) Penyerahan BKP dalam skema transaksi pembiayaan syariah yang tidak dikenai PPN sepanjang BKP tersebut pada akhirnya diserahkan kembali kepada pihak yang semula menyerahkannya (Pasal 12).

c. Pengaturan terkait penggunaan Besaran Tertentu (Pasal 15).

d. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak yang dibuat setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak dokumen tersebut seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak (Pasal 28).

2. Substansi yang disempurnakan dari PP sebelumnya, meliputi:

a. Pembeli atau penerima jasa yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM dapat memenuhinya secara self assessment menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) (Pasal 4).

b. Penyesuaian pengaturan terkait BKP/JKP, meliputi penghapusan terminologi dan pengaturan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif (Pasal 6) dan penyesuaian teknis pengenaan PPN atas penyerahan BKP melalui penyelenggara lelang (Pasal 9).

c. Penyesuaian penghitungan PPN dan PPNBM (Pasal 17).

d. Penyesuaian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan dalam rangka penentuan PPN dan PPnBM dalam hal dilakukan pemeriksaan (Pasal 17 (3)).

e. Penentuan kurs Menteri Keuangan yang digunakan untuk menghitung PPN atau PPN dan PPnBM terutang dalam hal transaksi dilakukan dengan menggunakan mata uang selain rupiah (Pasal 21).

3. Substansi yang tidak berubah dari PP sebelumnya, meliputi:

a. Pengusaha yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

b. Pengaturan lebih lanjut terkait BKP/JKP, yang meliputi penyerahan JKP di dalam daerah
pabean (Pasal 8), pengalihan BKP untuk setoran modal pengganti saham (Pasal 11), jenis
barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (Pasal 13).

c. Pengaturan terkait DPP PPN atau PPN dan PPnBM.

d. Penghitungan PPN dan PPnBM dalam hal nilai kontrak atau perjanjian yang di dalamnya sudah termasuk PPN atau PPN dan PPnBM.

e. Penghapusan piutang dan musnah atau rusaknya BKP tidak mengakibatkan penyesuaian PPN yang telah dilaporkan.

f. Hak pengembalian atas PPN atau PPN dan PPnBM yang salah dipungut.

g. Tempat pengkreditan pajak masukan.

h. Penentuan saat dan tempat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM.

i. Ketentuan pengisian keterangan dalam faktur pajak.

j. Faktur pajak yang dibuat setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat faktur pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai faktur pajak.

k. Pengaturan lebih lanjut terkait PKP pedagang eceran.

Dapatkan salinan dari PP Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan terhadap PPN Barang dan

Jasa dan PPnBM dan peraturan lainnya di laman www.pajak.go.id.
#PajakKitaUntukKita

 

 

 

 

PEMUNGUT PPN WAJIB PAKAI E-SPT VERSI TAHUN 2022

Jakarta, 28 September 2022 – Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo pada 14 September 2022 lalu menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak (perdirjen) untuk mengakomodasi bentuk, isi, dan tata cara pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi pihak lain. Pihak lain dimaksud adalah pihak yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai pemotong atau pemungut pajak sesuai pasal 32A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), seperti penyelenggara transaksi kripto dan perusahaan asuransi dan reasuransi.

Sebagai tindak lanjut dari perdirjen tersebut, telah diluncurkan aplikasi e-SPT PPN 1107 PUT versi tahun 2022. Semua pemungut PPN selain instansi pemerintah yang baru ditunjuk dan pemungut PPN pihak lain wajib menggunakan aplikasi e-SPT baru tersebut untuk membuat SPT masa PPN 1107 PUT sejak mulai berlakunya perdirjen baru tersebut. Perdirjen tersebut mulai berlaku pada masa pajak Oktober 2022.

Namun, masih ada yang diperbolehkan memakai aplikasi e-SPT yang sebelumnya (aplikasi existing). “Pemungut PPN selain instansi pemerintah yang sebelum berlakunya perdirjen ini telah menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107 PUT versi sebelumnya, tetap dapat menggunakan aplikasi tersebut, dan diberikan pilihan untuk beralih ke aplikasi e-SPT PPN 1107 PUT versi Tahun 2022,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor.

Neil menambahkan jika memilih beralih ke aplikasi baru, maka pemungut PPN tidak dapat kembali menggunakan aplikasi existing.

Sebaliknya, dalam hal memilih memakai aplikasi existing, pemungut PPN selain instansi pemerintah masih dapat menyampaikan SPT masa PPN secara langsung ke KPP/KP2KP, melalui pos dengan bukti penerimaan surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti penerimaan surat.

Untuk diketahui, bahwa berdasarkan perdirjen yang baru ini, SPT masa PPN 1107 PUT wajib disampaikan melalui saluran tertentu (e-filing). Dan, jika dalam suatu masa pajak tidak ada transaksi yang wajib dipungut PPN dan PPnBM-nya, maka pemungut PPN dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT masa PPN 1107 PUT untuk masa pajak bersangkutan.

PPN PMSE TERKINI: 127 PEMUNGUT DAN RP8,2 TRILIUN HASIL PUNGUTAN

Jakarta, 9 September 2022 – Sampai dengan 31 Agustus 2022, pemerintah kumpulkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp8,2 triliun. Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,9 triliun setoran tahun 2021, dan Rp3,5 triliun setoran tahun 2022. Selain itu, pemerintah telah menunjuk 127 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN dengan 106 di antaranya telah
melakukan pemungutan. Jumlah tersebut bertambah 8 pelaku usaha jika dibandingkan dengan yang diberitakan sebelumnya pada dua bulan lalu.

Delapan pelaku usaha tersebut berasal dari 2 penunjukan di bulan Juli 2022 dan 6 penunjukan
di bulan Agustus 2022. Penunjukan di bulan Juli 2022:

1. Evernote, GMBH
2. Asana, Inc.

Penunjukkan di bulan Agustus 2022:

1. Patreon, Inc.
2. Change.Org
3. PT. Ocommerce Capital Indonesia
4. ESET, Spol, s r.o.
5. CGTrader UAB
6. Waves, Inc.

Selain itu, di bulan Juli 2022 dilakukan pembetulan terhadap Meta Platforms Technologies Ireland Limited, Proxima Beta Pte Ltd, Tencent Mobility Limited, Tencent Mobile International Limited, Image Future Investment (HK) Limited, High Morale Developments Limited, Aceville Pte Ltd, dan Chegg, Inc.

“Pembetulan pemungut PPN PMSE dilakukan dalam hal terdapat elemen data dalam surat keputusan penunjukan yang berbeda atau berubah dari keadaan sebenarnya atau ada kekeliruan dalam penerbitan surat keputusan tersebut,” jelas Neilmaldrin Noor, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat.

Sesuai dengan PMK-60/PMK.03/2022, pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11% atas produk luar negeri yang dijualnya di Indonesia.

Lebih lanjut, Neilmaldrin mengingatkan pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE wajib membuat bukti pungut PPN atas pajak yang telah dipungut. Bukti pungut tersebut dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.

Ke depan, DJP masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia dan telah memenuhi kriteria yaitu, nilai transaksi dengan pembeli Indonesia melebihi Rp600 juta setahun atau Rp50 juta sebulan; dan/atau jumlah traffic di Indonesia melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan, untuk memungut PPN PMSE atas kegiatannya tersebut.

Informasi lebih lanjut terkait PPN produk digital luar negeri, termasuk daftar pemungut, dapat dilihat di https://www.pajak.go.id/id/pajakdigital atau https://pajak.go.id/en/digitaltax (bahasa Inggris).

#PajakKuatIndonesiaMaju

JASA KEAGAMAAN TETAP TIDAK KENA PPN!

Jakarta, 12 April 2022 – Sejak belakunya tarif Pajak Pertambahan Nilai 11% pada 1 April 2022, pemerintah melalui Kementerian Keuangan kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu. Penerbitan ketentuan ini setidaknya menyesuaikan beberapa ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Jasa Kena Pajak (JKP) Tertentu. Dalam PMK tersebut, salah satu poinnya mengatur mengenai jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan sebesar 1,1% dari harga jual paket penyelenggaraan perjalanan jika tagihan dirinci antara perjalanan ibadah keagamaan dengan perjalanan ke tempat lain, dan 0,55% dari keseluruhan tagihan jika tidak dirinci.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor memberikan penjelasan terkait penerbitan PMK tersebut, “Untuk meluruskan, dalam UU PPN Jasa ibadah keagamaan adalah jasa yang tidak dikenakan PPN sehingga ibadah umroh maupun ibadah lainnya tetap tidak dikenakan PPN. Namun dalam praktiknya, penyelenggara jasa perjalanan ibadah keagamaan juga memberikan jasa layanan wisata (tur) ke berbagai negara sehingga atas jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah tersebut dikenai PPN.”

Adapun rincian pengenaan PPN atas jasa perjalanan ibadah keagamaan sebagai berikut:

 

Informasi lebih lanjut terkait ketentuan PPN atas penyerahan jasa kena pajak tertentu, termasuk salinan PMK-71/PMK.03.2022 dan salinan peraturan lainnya dapat dilihat di laman www.pajak.go.id.
#PajakKitaUntukKita

PPN KENDARAAN BERMOTOR BEKAS, KINI LEBIH SEDERHANA!

Jakarta, 12 April 2022 – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 65 tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan kendaraan Bermotor Bekas.

Beleid yang mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Kendaraan Bermotor Bekas ini bukan merupakan pengaturan jenis pajak baru, melainkan sudah dikenakan sejak tahun 2000. Pengaturan dalam PMK-65/PMK.03/2022 merupakan penyesuaian karena adanya perubahan tarif PPN yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan serta penyederhanaan ketentuan mengenai pengenaan PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas yang sebelumnya berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu.

“Penetapan PMK ini semata-mata untuk menyederhanakan mekanisme dan menyesuaikan perubahan tarif PPN atas transaksi penyerahan kendaraan motor bekas. Kita sederhanakan dari ketentuan lama untuk kendaraan bermotor bekas agar dikenai PPN dengan besaran tertentu,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor.

Beberapa ketentuan pokok terkait pengenaan PPN atas transaksi penjualan kendaraan motor bekas berdasarkan PMK-65/PMK.03/2022 sebagai berikut:
a. Dasar hukum pembentukan dengan Pasal 16G Huruf I UU PPN.
b. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memungut PPN merupakan PKP Pedagang kendaraan bermotor bekas yang melakukan kegiatan usaha penyerahan kendaraan bermotor bekas, tidak termasuk penyerahan aktiva Pasal 16D UU PPN.
c. Perhitungan PPN disederhanakan dengan mekanisme besaran tertentu sebesar 1,1% harga jual.

Lebih lanjut Neilmaldrin menjelaskan bahwa ketentuan PMK-65/PMK.03/2022 mulai berlaku sejak 1 April 2020. “Berdasarkan aturan tersebut, jual-beli kendaraan bermotor bekas yang dilakukan oleh Orang Pribadi/individual yang bukan Pengusaha Kena Pajak dan penjualan/pembelian dilakukan bukan dalam rangka kegiatan usaha tidak perlu memungut PPN,” tambah Neilmaldrin.

Informasi lebih lanjut terkait ketentuan PPN atas transaksi penyerahan kendaraan bermotor bekas, termasuk salinan PMK-65/PMK.03.2022 dan salinan peraturan lainnya dapat dilihat di laman www.pajak.go.id.
#PajakKitaUntukKita

APRINDO MINTA KEPASTIAN PPN 11% PER 1 APRIL 2022, TIDAK DIKENAKAN PADA KESELURUHAN KEBUTUHAN POKOK & PENTING YANG DALAM UU-HPP/21 TELAH MENJADI OBJEK PAJAK, GUNA MENDUKUNG KONSUMSI MASYARAKAT

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) meminta kepada Pemerintah agar mendefinisikan kembali dengan jelas dalam juklak/juknis dengan rinci dan diperluas atas segala barang-barang Kebutuhan Pokok dan Penting sebagai kebutuhan Sehari-hari bagi masyarakat (red. Konsumen) untuk tidak dikenakan PPN 11% per 01 April 2022, terutama saat bersamaan sebagian besar masyarakat memasuki bulan suci Ramadhan dan menjelang HBKN, Idul Fitri 1443 H.

Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey mengatakan,” kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% tersebut pasti memberikan dampak berarti bagi konsumsi masyarakat, disaat bersamaan terjadi fluktuasi kenaikan Harga Jual beberapa barang Kebutuhan Pokok, Harga BBM & LPG, Biaya Tol, per 01 April 2021 memasuki Puasa dan menjelang Idul Fitri. Potensi restrained mode atau menunda konsumsi rumah tangga non kebutuhan dasar, berpotensi terjadi pada seluruh lapisan masyarakat, menunda atau menyimpan dana bagi kelompok masyarakat menengah keatas dan menahan atau tidak mampu belanja lebih dari kebutuhan dasar bagi kelompok sosial ekomomi status (red. SES) marginal.

“Kenaikan beberapa kebutuhan pokok masyarakat ini, bila ditambah PPN 11% misalnya untuk Minyak Goreng yang termasuk bahan pokok yang dikenakan PPN 11% (karena Minyak Goreng tidak termasuk 11 bahan pokok yang belum dikenakan PPN 11% dalam UU HPP/21) maka potensi bergeraknya harga Migor akan terjadi kembali dan berdampak pada peningkatan Inflasi yang berpotensi meningkat lagi dari bulan2 sebelumnya (red. pada bulan Maret 2022 lalu sebelum kenaikan PPN 11%, posisi dan status % tase inflasi berada 0.66% m to m atau 2.64% y on y, tertinggi sejak tahun 2019),” jelas Roy.

“Di sisi lain, 11 barang Kebutuhan Pokok a.l : Beras/Gabah, Gula, Sayur, Buah2an, Kedelai, Cabe, Garam, Susu, Telur, Jagung, yang sebelumnya di kecualikan dari PPN, saat ini melalui UU HPP no.7/2021 telah dirubah dan dijadikan objek PPN, walaupun pengenaan tarif 11% nya belum diberlakukan per 01 April 2022 dan karena barang2 kebutuhan pokok tersebut telah menjadi objek PPN sehingga para pedagang yang menjualnya antara lain di pasar tradisional/pasar rakyat akan berkewajiban menjadi PKP dengan kewajiban menerbitkan Faktur Pajak & melakukan Laporan Pajak PPN setiap bulannya, yang berpotensi diperlukan tambahan tenaga administrasi, yang akan berdampak menambah biaya overhead yang akan dikenakan pada Harga Jual barang Pokok & Penting kepada Konsumen.

Hingga saat ini kita masih menunggu Juklak/Juknis melalui PP atau KMK/PMK atas UU HPP/21, untuk mendefinisikan secara detail atas bahan pokok & penting (BAPOKTING) untuk perubahan atau penambahan jenis barang kebutuhan pokok dan penting yang saat ini tidak/belum dikenakan PPN 11%.

“Roy menerangkan pula,” bahwa periode Ramadhan & HBKN 2022 ini merupakan harapan bagi berbagai industri dan sektor usaha dari hulu hingga hilir, termasuk pelaku usaha Ritel Modern untuk mendorong peningkatan penjualan melalui belanja dan konsumsi masyarakat Seperti pada Kuartal ke II (dua) pada April-Mei 2021 ketika kita mencapai pertumbuhan ekonomi mencapai 7.07% m to m (red. tertinggi dalam 1 dekade ini). Kami tentunya mendukung UU HPP/21 yang telah ditetapkan Pemerintah dan di ratifikasi DPR akhir tahun 2021 lalu, namun pemberlakuan tarif PPN 11% disaat ini apakah sudah tepat momentumnya atau masih dapat di deskresikan beberapa saat lagi, untuk meredam sentimen psikology publik (red. ‘public shock’) hingga ekonomi di Indonesia telah kondusif optimal setelah diterpa pandemik lebih dari 2 (dua) tahun ini.

Kita semua masih dalam masa anomali karena pandemi masih ditanggulangi bersama melalui disiplin prokes dan menggiatkan vaksinasi ke II & III, artinya APRINDO berharap diperlukan kearifan dan kerelevanan untuk memperhatikan situasi kondisi atas belum stabilnya perekonomian Indonesia dikarenakan masa pandemi ini, dimana pertumbuhan ekonomi masih sangat berfluktuasi dikala Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tercatat y on y pada tahun 2021 : 3.69% dan tahun 2020 sebesar 2.74% dan saat tahun 2022 ini, kita bersemangat berupaya mencapai proyeksi sekitar 5-5.4%,” ujar Roy.

Ke depan extensifiikasi Pajak diperlukan melalui penambahan Wajib Pajak pada berbagai lapisan masyarakat serta Objek Pajak pada seluruh Produk & Jasa yang relevan adaptif di berbagai sektor usaha sehingga “level at same playing field” tercapai tanpa terkecuali sebagai rangkaian Reformasi & Paradigma Baru Perpajakan pada era ‘new reality & new normal’.

Urgensi diperlukannya reformasi perpajakan antara lain pengenaan objek pajak pada perdagangan pasar online/e-Commerce yang saat ini sudah dicabut dan belum ditetapkan kembali, PPN penjualan barang melalui sosial media (red. trade post border) dan jual beli barang melalui jasa titip/jastip, pengungkapan asset repatriasi, dlsb yang telah kita ketahui dan lainnya yang masih dapat dijabarkan, kiranya juga dapat menjadi fokus dan perhatian intensif dari Pemerintah, di saat ‘windfall’ berbagai komoditi SDA meningkat maka kebijakan fiskal yang tepat menjadi ujung tombak selain peningkatan investasi dan menahan print money (red. mmt), dalam perbaikan defisit transaksi berjalan saat ini sebesar -2.22% dari PDB, menekan hutang luar negeri yang pada akhir Januari 2022 senilai 5.925 trilyun serta upaya meningkatkan tax ratio dari tahun sebelumnya 9.11% mencapai target 9.5% di tahun 2022 ini dan memperkasakan APBN 2022 senilai 2.714,2 trilyun diantaranya agar dapat tetap mengalokasi kan dana bagi pemulihan ekonomi nasional, yang seharusnya lebih efisien di tahun 2022 ini seiring saat ini mulai melandainya pandemi,” ungkap Roy mengakhiri pembicaraannya.

Penyesuaian Tarif PPN 11% Mulai 1 April 2022

Jakarta, 31 Maret 2022 – Sehubungan dengan penyesuaian tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku tanggal 1 April 2022, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Penyesuaian tarif PPN merupakan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

2. Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan.

3. Barang dan Jasa tertentu TETAP DIBERIKAN FASILITAS BEBAS PPN antara lain:
a) barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi;
b) jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja;
c) vaksin, buku pelajaran dan kitab suci;
d) air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap);
e) listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA);
f) rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS;
g) jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional;
h) mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak;
i) minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi;
j) emas batangan dan emas granula;
k) senjata/alutsista dan alat foto udara.

4. Barang tertentu dan jasa tertentu TETAP TIDAK DIKENAKAN PPN:
a) barang yang merupakan objek Pajak Daerah: makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
b) jasa yang merupakan objek Pajak Daerah: jasa penyediaan tempat parkir, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa boga atau catering;
c) uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga;
d) jasa keagamaan dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.

5. Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, penyesuaian tarif PPN juga dibarengi dengan:
a) penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atas penghasilan sampai
dengan Rp60 juta dari 15% menjadi 5%;
b) pembebasan pajak untuk pelaku UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta;
c) fasilitas PPN final dengan besaran tertentu yang lebih kecil, yaitu 1%, 2% atau 3%;
d) layanan restitusi PPN dipercepat sampai dengan Rp 5 Milyar tetap diberikan.

6. Di samping dukungan perpajakan, pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga tetap melanjutkan dan akan memperkuat dukungannya berupa perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian nasional.

7. Pemerintah akan terus merumuskan kebijakan yang seimbang untuk menyokong pemulihan ekonomi, membantu kelompok rentan dan tidak mampu, mendukung dunia usaha terutama kelompok kecil dan menengah, dengan tetap memperhatikan kesehatan keuangan negara untuk kehidupan bernegara yang berkelanjutan.

8. Pengaturan lebih lanjut mengenai UU HPP klaster PPN akan tertuang dalam:
a) PMK tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan
Pelaporan PPN atas Pemanfaatan BKPTB dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean
di Dalam Daerah Pabean Melalui PMSE;
b) PMK tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri;
c) PMK tentang PPN atas LPG Tertentu;
d) PMK tentang PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau;
e) PMK tentang PPN atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu;
f) PMK tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas;
g) PMK tentang PPN atas Penyerahan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian;
h) PMK tentang PPN atas Penyerahan JKP Tertentu;
i) PMK tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai PPN;
j) PMK tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak
Lain atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah;
k) PMK tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto;
l) PMK tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial;
m) PMK tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan PKP, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah;
n) PMK tentang PPN atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi.

9. Direktorat Jenderal Pajak telah menyesuaikan aplikasi layanan perpajakan, seperti: e-Faktur Desktop, e-Faktur Host to Host, e-Faktur Web, VAT Refund, dan e-Nofa Online.

UDEMY HINGGA TWITCH, DJP TUNJUK LAGI PEMUNGUT PPN PMSE

Jakarta, 23 Februari 2022 – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjuk empat perusahaan Wajib Pungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) selama bulan Januari 2022. Empat perusahaan tersebut adalah Udemy Inc., Vonage Business Inc., Blizzard Entertaiment Inc., dan Twitch Interactive Singapore Pvt., Ltd.

“Udemy Inc., Vonage Business Inc., Blizzard Entertaiment Inc., dan Twitch Interactive Singapore Pvt., Ltd wajib melakukan pemungutan PPN PMSE terhitung mulai 1 Februari 2022,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor. Keempat perusahaan tersebut merupakan penyedia layanan digital dari luar negeri yang kerap melakukan transaksi di Indonesia. “Udemy menyediakan layanan kursus online, Vonage menyediakan layanan komunikasi cloud, Blizzard Entertaiment menyediakan layanan dan menjual permainan komputer, dan Twitch Singapore merupakan penyedia layanan video dan iklan,” tambah Neilmadrin.

Tercatat per 31 Januari 2022 sudah terdapat 98 PMSE. 74 di antaranya telah melakukan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp5,032 triliun sejak awal diberlakukan ketentuan ini. Untuk bulan Januari 2022 sendiri, total setoran PPN PMSE mencapai Rp397,2 miliar.

Pelaku usaha yang ditunjuk sebagai PMSE berkewajiban untuk memungut PPN sebesar 10% dari harga penjualan atau harga layanan sebelum dikenakan pajak. Pemungutan PPN dilakukan pada saat pembeli barang atau penerima jasa melakukan pembayaran. Atas pemungutan PPN, Pelaku Usaha wajib membuat bukti pungut PPN berupa invoice, billing, order receipt, maupun dokumen-dokumen sejenis yang menyebutkan nilai PPN yang telah dipungut, untuk selanjutnya dibayarkan ke kas negara.

Lebih lanjut Neilmadrin menjelaskan bahwa pemungutan PPN PMSE ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menciptakan keadilan dengan menjaga kesetaraan dalam berusaha (level playing field) antara pelaku usaha konvensional dan digital. Kedepan DJP masih akan terus menunjuk para pelaku usaha, khususnya yang kerap melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.

Informasi lebih lanjut terkait PPN produk digital luar negeri, termasuk daftar pemungut, dapat dilihat di https://www.pajak.go.id/id/pajakdigital atau https://pajak.go.id/en/digitaltax (bahasa
Inggris). #PajakKitaUntukKita