Category Archives: Umum

Siaran pers umum

APBN Sebagai Pendorong Utama Pertumbuhan dan Resilience Ekonomi

Jakarta – Momentum pemulihan ekonomi yang terjadi di beberapa wilayah di dunia lebih cepat dibandingkan dengan estimasi awal sebagaimana disampaikan dalam asesmen terkini dari beberapa Lembaga dunia yang mencatat outlook global 2020 lebih membaik dan semakin konvergen. Namun second wave yang kembali terjadi di banyak negara masih perlu dicermati. Di sisi lain, outlook pertumbuhan di beberapa negara berkembang sedikit mengalami penurunan di tengah eskalasi Covid-19 yang masih terjadi, serta kontraksi cukup dalam di negara berpenduduk besar seperti India, namun pertumbuhan Q3 2020 secara umum diproyeksi akan membaik dibandingkan Q2 2020.

Selanjutnya kontinuitas penguatan manufaktur global terus berlanjut, khususnya ditopang keberlangsungan ekspansi di banyak negara maju, seperti AS dan berbagai negara di Eropa serta Cina dan India.  Komponen permintaan ekspor tumbuh positif pertama kalinya dalam dua tahun terakhir di dunia, didukung berlanjutnya reopening ekonomi di banyak negara mampu untuk tumbuh secara konsisten meskipun dalam beberapa bulan terakhir terdapat kenaikan jumlah kasus.

Outlook global ke depan masih dilingkupi ketidakpastian terutama dipicu oleh eskalasi Covid-19, namun upaya pengembangan vaksin terus menciptakan sentimen positif. Penguatan kerjasama multilateral menjadi salah satu langkah yang diambil untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi global secara menyeluruh. Secara umum kasus pandemi di Indonesia relatif terkendali, tetapi tentu saja dinamika di beberapa daerah perlu mendapat perhatian dan penanganan secara serius.  Perbaikan ekonomi terus berlanjut dan dijalankan di bulan September dengan dukungan peran sentral APBN sebagai penopang perekonomian, seperti diperlihatkan beberapa indikator yang menunjukkan pertumbuhan positif (mtm), seperti konsumsi listrik, ekspor, impor bahan baku & modal, dan belanja bantuan sosial. Di sisi lain deflasi yang masih terjadi di bulan September, serta PMI Manufaktur yang sedikit menurun di bawah threshold ekspansif, perlu untuk terus diperhatikan.

Selanjutnya dalam menghadapi Q4 2020 perlu terus dicermati berbagai risiko global selain perkembangan Covid-19, di antaranya perkembangan pemilu presiden di AS dan Brexit. Pemerintah berkomitmen untuk merespon pandemi dengan prudent dan penuh kewaspadaan sehingga kebijakan yang ditempuh dapat lebih terarah dan terukur, khususnya akselerasi Belanja Negara dipertahankan dan ditingkatkan utamanya melalui kinerja PEN sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir ini. Demikian disampaikan pada publikasi APBN Kita edisi Oktober 2020.

Indikator Kinerja Sektor Perekonomian Bergerak Variatif Pada Bulan September 2020

Secara umum, perbaikan ekonomi masih berlanjut di bulan September. Meskipun PMI manufaktur mengalami sedikit kontraksi, namun konsumsi listrik, impor bahan baku dan modal, belanja bantuan sosial menunjukkan peningkatan sementara Indeks Keyakinan Konsumen dan ekspektasi konsumen tertahan (mtm). Selanjutnya, ekspor dan impor bulan September 2020 menunjukkan tanda tanda perbaikan atau tumbuh (secara mtm). Tumbuhnya ekspor disebabkan meningkatnya ekspor migas ke negara ASEAN yang mulai merelaksasi lockdown, dan nonmigas (CPO) terutama tujuan Cina yang mulai pulih, sedangkan impor didorong dari migas dan nonmigas. Akumulasi Neraca Perdagangan melanjutkan tren surplus berturut-turut selama 5 bulan terakhir. Likuiditas berlimpah seiring dengan masih terbatasnya kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terus meningkat.

Sementara itu, bulan September masih terjadi deflasi yang menurun di 0,05%. Hingga September, laju inflasi mencapai sebesar 0,89% (ytd) dan 1,42% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan pola tiga tahun terakhir sebesar 3,33% (yoy).  Laju inflasi umum dipengaruhi oleh tren inflasi inti yang masih melanjutkan penurunan di tengah meningkatnya inflasi volatile food. Diprediksi laju inflasi tahun ini akan berada di kisaran 2% di tengah potensi permintaan yang meningkat, volatilitas harga komoditas pangan akibat faktor cuaca dan kendala distribusi dan tambahan likuiditas di masyarakat untuk menstimulasi perekonomian. Di lain sisi, penerimaan perpajakan masih melandai disebabkan oleh penambahan insentif pajak yang semakin terakselerasi, disamping masih terjadinya perlambatan kegiatan ekonomi akibat Covid-19, sedangkan Belanja Negara terus terakselerasi didukung kinerja Pemulihan Ekonomi Nasional yang menunjukan peningkatan sebagai bagian dari stimulus untuk mendorong pertumbuhan Q3-2020. Lebih lanjut, pengelolaan pembiayaan dan kas masih sesuai dengan jalurnya (on track).

Pendapatan Negara Melandai Akibat Dampak PSBB Lanjutan dan Pemulihan Ekonomi

Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah hingga akhir September 2020 tercatat telah mencapai Rp1.158,99 T atau 68,18% dari target pada APBN-Perpres 72/2020, dimana capaian Pendapatan Negara tersebut pertumbuhannya masih terkontraksi sebesar negatif 13,65% (yoy). Realisasi Pendapatan Negara yang bersumber dari penerimaan Perpajakan secara nominal telah mencapai Rp892,44 T (63,54% APBN-Perpres 72/2020)Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp260,87 T (88,69%) dan realisasi Hibah mencapai Rp5,68 T (436,88%). Berdasarkan capaiannya, Pendapatan Negara yang bersumber dari penerimaan Perpajakan dan PNBP lebih tinggi berturut-turut sebesar 63,5% dan 88,7% dari targetnya dibandingkan tahun lalu masing-masing 58,19% dan 79,78%.

Hampir seluruh jenis pajak utama mengalami tekanan pada Januari-September 2020 yang disebabkan oleh perlambatan kegiatan ekonomi akibat Covid-19 dan pemanfaatan insentif fiskal dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, kecuali PPh OP yang masih mampu tumbuh positif 1,97%.  PPh Migas kontraksi paling dalam seiring dengan penurunan harga dan volume.

Penerimaan DJBC Januari-September 2020 terutama didorong realisasi cukai khususnya HT yang tumbuh karena adanya limpahan penerimaan tahun sebelumnya (efek PMK-57), dan penerimaan BK bulan September tumbuh 9,40% (mtm), didorong peningkatan ekspor mineral terutama tembaga dan bauksit.

Sementara itu realisasi PNBP pada bulan September 2020 lebih banyak ditopang dari kinerja positif pendapatan BLU yang tumbuh sebesar 34,2% (yoy), khususnya dari pendapatan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, pendapatan jasa pelayanan pendidikan, dan pendapatan pengelolaan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional.

Membantu Masyarakat di Masa Pandemi Covid 19 Melalui Bantuan Sosial

Pemerintah berhasil mengakselerasi Belanja Negara sampai dengan akhir September 2020 sebesar Rp1.841,10 T atau sekitar 67,21% dari pagu Perpres 72/2020, meliputi realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.211,40 T (61,3%) dan realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp629,70 T (82,4%).

Secara nominal, realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan September 2020 tumbuh sebesar 21,22% (yoy), terutama dipengaruhi oleh realisasi Belanja K/L terutama bantuan sosial (bansos) dan belanja barang yang meningkat untuk program PEN Perlindungan Sosial, PIP, KIP Kuliah, PBI JKN, bantuan pelaku usaha mikro, serta bantuan upah/gaji yang mencapai Rp156,26 T atau sekitar 91,5% dari pagu Perpres 72/2020. Kinerja Belanja modal secara nominal tumbuh lebih rendahnamun secara persentase terhadap pagunya lebih besar, dipengaruhi refocusing/realokasi, serta kebijakan PSBB, walaupun di sisi lain telah melaksanakan berbagai program PEN. Selain itu Belanja Non K/L meningkat, didorong kebijakan subsidi, pensiun/jaminan kesehatan ASN, belanja lain-lain (antara lain Pra kerja, Kompensasi) serta outlook bunga utang yang menurun seiring kondisi tren suku bunga yang turun.

Dengan realisasi Belanja Pemerintah Pusat yang meningkat signifikan di atas dapat diukur hasil nyata output APBN 2020 di berbagai sektor. Berdasarkan realisasi sampai dengan bulan September ini capaian tersebut antara lain: Infrastruktur (Pembangunan Jalan Baru 137,21 km, Pembangunan Jembatan: 3.777,6 m), Bansos/Bantuan Pemerintah (Penyaluran PKH 10 jt KPM, Kartu Sembako 19,4 jt KPM). Pendidikan (Program Indonesia Pintar: 15,54 juta siswa, Bidik Misi/KIP Kuliah 634,29 ribu mahasiswa), Kesehatan (Peserta PBI JKN 96,4 juta jiwa, Insentif Nakes: Pusat : 235,8 ribu dan Daerah : 137,7 ribu) dan Subsidi (Diskon Listrik/Pembebasan Biaya 31,4 jt pelanggan rumah tangga dan UMKM, Subsidi Bunga KUR 3,5 jt debitur).

Sementara itu realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan September 2020 mencapai Rp629,70 T atau 82,43% dari pagu APBN Perpres 72/2020, yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp572,03 T (82,58%) dan Dana Desa Rp57,67 T (81,01%). Secara lebih rinci, realisasi TKD terdiri dari Dana Perimbangan Rp540,29 T (82,69 %), Dana Insentif Daerah Rp16,02 T (86,59%), serta Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Rp15,72 T (75,32%).

Capaian realisasi TKDD sampai dengan September 2020 lebih tinggi sekitar Rp34,36 T atau 5,77% (yoy) apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Secara umum hal ini disebabkan karena penyaluran beberapa jenis TKDD dalam mendukung penanganan/penanggulangan dampak pandemi Covid-19 di daerah maupun implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional. Realisasi TKD sampai dengan September 2020 lebih tinggi Rp20,70 T atau sekitar 3,75% bila dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun 2019.

Begitu pula hasil nyata produktif APBN 2020 di daerah tidak hanya yang berwujud, tapi juga yang tak berwujud. Hasil DAK Fisik, antara lain: Pendidikan (Pembangunan RKB beserta perabot 6.404 Ruang, Rehabilitasi Ruang Kelas 30.138 Ruang), Kesehatan dan KB (Pembangunan Puskesmas Baru 54 Paket, Penambahan Gedung/Ruang Baru Puskesmas 247 Paket) dan Jalan (Pembangunan Jalan 37 km, Pemeliharaan Berkala Jalan 180 km, Peningkatan Jalan 938 km). Sementara itu hasil DAK Non Fisik, antara lain: Bantuan Operasional Sekolah (Operasional sekolah 9 bulan bagi 44,1 juta siswa di 216 ribu sekolah), Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD (Operasional PAUD untuk 9 bulan bagi 5,6 juta anak), Tunjangan Profesi Guru (Pembayaran TPG untuk 9 bulan bagi 838 ribu guru), Bantuan Operasional Kesehatan (Operasional 7.926 puskesmas selama 9 bulan), Bantuan Operasional KB (Operasional 4.487 balai penyuluhan KB 9 bulan), Pelayanan Kepariwisataan (23.067 peserta pelatihan dan 64 Tourist Inform Center (TIC) selama 9 bulan).

Dengan serapan Belanja Negara yang meningkat signifikan sampai dengan September ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui tiga jalur; konsumsi  RT (melalui program bansos), PMTB dan konsumsi Pemerintah yang tumbuh relatif tinggi. Dari data mobilitas terlihat bahwa konsumsi Rumah Tangga dan PMTB membaik meskipun masih negatif sementara konsumsi Pemerintah pada Kuartal 3 diperkirakan tumbuh 2 digit.  Peningkatan realisai belanja negara di kuartal 3 yang signifikan menunjukkan peranan APBN sebagai instrumen kebijakan countercyclical  dan hal ini terus akan berlanjut hingga kuartal 4 tahun 2020.

Realisasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional Makin Terakselerasi

Realisasi program PEN mengalami akselerasi yang signifikan selama bulan Agustus dan September 2020. Penyerapan belanja PEN pada bulan September tumbuh 46,9% dari bulan Agustus. Sampai dengan 14 Oktober 2020, realisasi PEN telah mencapai Rp 344,11 T atau 49,5% dari pagu sebesar Rp695,2 T. Akselerasi tersebut didukung oleh percepatan belanja penanganan Covid-19 dan percepatan program PEN lainnya, seperti Insentif Usaha, DAK Fisik, DID Pemulihan, dan Pra Kerja, serta adanya program-program baru yang langsung segera direalisasikan seperti Bantuan Produktif UMKM (BPUM) dan Subsidi Gaji/Upah. Secara lebih rinci, realisasi kesehatan sebesar Rp27,59 T, Perlindungan Sosial Rp167,08 T, Sektoral K/L dan Pemda Rp28 T, Insentif Usaha Rp29,68 T, Dukungan UMKM Rp91,77 T, dan Pembiayaan Korporasi menunggu waktu yang tepat.

Pembiayaan Anggaran masih terkendali

Realisasi defisit APBN hingga September 2020 mencapai Rp682,12 T atau sekitar 4,16% PDB. Realisasi pembiayaan anggaran hingga September 2020 sudah mencapai Rp784,67 T atau 75,5% dari target pada APBN-Perpres 72/2020, utamanya bersumber dari pembiayaan utang. Realisasi pembiayaan utang hingga akhir September 2020 mencapai Rp810,77 T, terdiri dari Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp790,64 T dan Pinjaman (neto) sebesar Rp20,13 T. Sementara itu sampai dengan 13 Oktober, total pembelian SBN oleh BI (sesuai SKB I) mencapai Rp61,63 T dengan perincian SBSN sebesar Rp29,05 T dan SUN sebesar Rp32,58 T. Sedangkan realisasi penerbitan SBN sesuai SKB II (Burden Sharing); Pembiayaan Public Goods mencapai Rp229,68 T (57,77%) dari target Rp397,56 T dan pembiayaan Non Public Goods untuk UMKM mencapai Rp91,13 T (51,48%) dari target Rp177,03 T. Selanjutnya, Pemerintah juga telah merealisasikan pengeluaran pembiayaan investasi sebesar Rp27,25 T kepada BUMN, BLU dan lembaga/badan lainnya sebagai bagian dari upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran yang cukup besar untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19, Pemerintah senantiasa memperhatikan aspek kehati-hatian (prudent) dan akuntabel serta menjaga risiko tetap terkendali. Informasi lebih lanjut, hubungi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan, Gedung Frans Seda, Jl. Wahidin Raya No.1 Jakarta Pusat, Tlp: (021) 3865330.

Ankara Buka Gedung Konser Orkestra Simfoni Kelas Dunia yang Megah

Ankara – Terletak di ibu kota Turki, gedung konser canggih ini akan menjadi pusat budaya baru bagi pecinta musik dan seni rupa. Peluncuran gedung pusat budaya dan musik yang sangat ditunggu-tunggu ini akan dimulai dengan acara gala akbar pada tanggal 29 dan 30 Oktober, bertepatan dengan Hari Republik Turki – hari perayaan nasional.

Gedung konser yang menarik terletak di jantung kota Ankara, antara Benteng Ankara dan monumen bersejarah, Anıtkabir. Situs mutakhir ini dibuat dengan biaya sekitar 83 juta Euro dan sekarang akan dikenang dengan nama Orkestra Simfoni Kepresidenan yang bergengsi, salah satu orkestra tertua di dunia.

Gedung Orkestra Simfoni Kepresidenan akan mendatangkan artis dan musisi papan atas. Gedung baru itu akan menyambut sopran terkenal di dunia, Angela Gheorghiu dan salah satu duo piano paling terkenal di dunia, saudara kembar Güher dan Süher Pekinel. Simfoni akan dipimpin oleh Cemi Can Deliorman yang sangat terkenal, salah satu konduktor paling dicari oleh generasi muda.

Pusat budaya dan musik ini akan menjadi tuan rumah musik live spektakuler di ‘Great Hall’, yang memiliki lebih dari 2.000 kursi, ‘Blue Hall’ dengan 500 kursi, dan ‘Historical CSO Hall’ dengan 600 kursi. Tempat ini juga akan menjadi rumah bagi sejumlah restoran, museum, dan area terbuka sehingga akan menjadi tempat pertemuan yang sempurna untuk pecinta seni dan musik.

Menghormati tradisi dan budaya sambil menatap masa depan

Orkestra Simfoni Kepresidenan adalah salah satu orkestra pertama di dunia dan masih menjadi salah satu yang terbaik. Tenggelam dalam sejarah, orkestra andalan Turki itu didirikan hampir dua ratus tahun yang lalu pada tahun 1826 dan telah beroperasi dengan beberapa talenta musik terkemuka dunia.

Direktur artistik dan konduktor Orkestra Simfoni Presiden, Cemi Can Deliorman mengatakan gedung itu luar biasa, dengan akustik yang luar biasa. “Di rumah baru kami, Orkestra Simfoni Kepresidenan dapat bersaing dengan orkestra terkemuka dunia dan kami menantikan banyak pertunjukan luar biasa di sini.”

Dunia belum pernah melihat gedung orkestra kontemporer dibuka sejak pembukaan Hamburg Elbphilharmonie pada 2017 sehingga peluncuran gedung konser ini sangat dinantikan. Bangunan mutakhir dengan fokus pada budaya dan komunitas, akan menjadi aset bagi dunia musik global.

Arsitektur unik bangunan ini kontemporer, namun klasik. Desainnya yang mencolok, dengan dua kubah kaca yang mencolok di antara atrium kaca modern, dirancang agar terlihat segar dan menarik untuk tahun-tahun mendatang.

Dibangun dengan indah dan sesuai fungsi, akustik bangunan dirancang oleh pemimpin akustik dunia, Profesor W. Fasold dan Institut Fraunhofer untuk Fisika Bangunan.

Cukai Naik, Beban Kesehatan Berkurang

Jakarta – Pemerintah Indonesia dinilai belum berhasil mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia. Peneliti dari Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia, Renny Nurhasana, mengatakan hal itu disebabkan karena kenaikan cukai setiap tahun masih membuat harga rokok terjangkau. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh PKJS UI pada bulan Mei 2018 menunjukkan, sebanyak 74% perokok mengaku baru akan berhenti merokok apabila harga rokok naik sampai Rp70.000.

Menurut Renny, harga rokok yang terjangkau memiliki sejumlah dampak yakni meningkatnya jumlah perokok anak, melanggengkan stunting anak Indonesia, tingginya angka kemiskinan, terganggunya program pemerintah, ancaman keberlanjutan terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan risiko tinggi terjangkit Covid-19 bagi perokok. Pengajar di Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia ini mendorong pemerintah Indonesia menaikkan harga rokok dengan cara menaikkan cukai hasil tembakau setinggi-tingginya di tahun mendatang. “Kenaikan cukai di Indonesia harus dilakukan dengan konsisten,” ujar Renny saat menyampaikan paparannya dalam diskusi daring “Teka-teki cukai rokok di masa pandemi,” yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dengan dukungan WHO, Jumat, 16 Oktober 2020. “Ini melibatkan keberanian pemerintah, berani atau tidak,” ujar Renny.

Sementara itu, Kepala Kebijakan Fiskal untuk Kesehatan Departemen Promosi Kesehatan Dunia WHO, Jeremias N. Paul Jr. mengatakan bahwa jika Indonesia serius ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah Indonesia harus memprioritaskan upaya penurunan prevalensi perokok anak. Menurutnya, hal ini merupakan langkah yang bisa diambil hari ini untuk keuntungan yang bisa dinikmati di masa depan.

“Kesehatan merupakan hal yang fundamental dalam pembangunan manusia,” ujar pria yang akrab disapa JP ini dalam diskusi yang sama.

Dalam presentasinya yang berjudul “Menaikkan Cukai dan Harga tembakau untuk Indonesia Sehat dan Sejahtera”, Jeremias menjelaskan konsumsi rokok yang tinggi tidak hanya berdampak pada kesehatan, namun juga pada pertumbuhan ekonomi. Pertama, meningkatnya beban perawatan penyakit tidak menular yang menyebabkan tekanan fiskal untuk kesehatan bertambah besar. Kedua, penyakit dan kematian prematur akibat penggunaan tembakau berdampak langsung pada produktivitas tenaga kerja.

“Konsumsi produk tembakau meningkatkan risiko penyakit tidak menular di masa akan datang. Ini lingkaran setan,” kata Jeremias.

Untuk menangani epidemi tembakau di Indonesia, pemerintah diminta membuat kebijakan tegas. WHO merekomendasikan pemerintah Indonesia menaikkan cukai minimal 25 persen setiap tahunnya. Selain itu melakukan simplifikasi struktur cukai hasil tembakau.

“Ketika naik menjadi 25 persen maka jumlah para perokok akan turun berlipat ganda bahkan kematian akibat penyakit yang disebabkan rokok juga akan turun,” ujarnya.

Lanjut Jeremias, pengendalian tembakau di Indonesia juga dirasa belum menggunakan standar yang terbaik. Baginya, peningkatan cukai saja tidak cukup, perlu ada upaya lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengendalikan tembakau. Langkah-langkah nonfiskal menjadi langkah efektif, seperti penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok 100%, larangan iklan, promosi, sponsor rokok, dan memberikan informasi peringatan bergambar yang berukuran besar untuk mengubah perilaku masyarakat terkait dengan rokok.

“Kalau melihat Indonesia implikasi kebijakan sangat minimal,” ujarnya.

Menanggapi permintaan PKJS UI serta rekomendasi WHO, analis kebijakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Sarno, menjelaskan bahwa hingga saat ini pembahasan mengenai kenaikan cukai untuk tahun 2021 masih dalam proses penggodokan. Menurutnya, ada beberapa kementerian yang masih tidak satu suara dengan tarif cukai yang hendak diputuskan. Meski kenaikan cukai merupakan upaya Kementerian Keuangan untuk menjalankan amanah Undang-undang 1945 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Sarno mengaku pihaknya tetap harus mampu menjembatani kepentingan berbagai pihak yang akan terimplikasi kenaikan cukai tersebut.

“Kami berusaha untuk menurunkan prevalensi,” ujar Sarno.

Kendati demikian, Sarno mengaku pemerintah akan tetap menaikkan cukai hasil tembakau. Nilainya berapa, ia tidak dapat menjelaskan dengan detail karena masih dalam tahap pembahasan di kementerian. “Tahun depan berapa belum bisa kita sampaikan, masih dalam pembahasan,” ujarnya.

Sebagai organisasi profesi jurnalis yang menaruh perhatian pada isu kesehatan masyarakat, AJI Jakarta mendorong pemerintah untuk mengedepankan pertimbangan sektor kesehatan masyarakat, di atas kepentingan lainnya. “Jika masyarakat sehat karena bebas rokok, sumber daya manusia yang dibutuhkan industri juga lebih berkualitas,” ujar Sekretaris AJI Jakarta, Afwan Purwanto dalam diskusi tersebut.

Narahubung:
AJI Jakarta

Perekaman Data Pribadi Pengunjung Sarana dan Prasarana Publik Rentan Pelanggaran Hak Atas Privasi

Bersamaan dengan penerapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, pada 12 Oktober 2020, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan perekaman data pribadi pengunjung pusat perbelanjaan. Pendataan ini dimaksudkan untuk memudahkan penelusuran penelusuran kontak suspek pasien COVID-19 jika terjadi transmisi. Kendati dilakukan dengan alasan kesehatan publik, kebijakan ini akan menambah daftar panjang potensi dan risiko penyalahgunaan data pribadi. Situasi itu menjadi makin rentan dengan belum adanya hukum pelindungan data pribadi yang mampu menjamin transparansi dan akuntabilitas atas setiap pemrosesan data pribadi.

Teknologi memang menjadi salah satu tumpuan utama dalam penanganan COVID-19, mulai dari pembuatan aplikasi penelusuran, aplikasi karantina rumah yang memantau pergerakan suspek atau pasien positif COVID-19, hingga penerapan kategorisasi berdasarkan warna untuk menentukan apakah seseorang harus melakukan karantina atau tidak. Hal serupa juga dikembangkan pemerintah Indonesia, dengan penggunaan aplikasi PeduliLindungi, juga pembatasan pengunjung melalui pendaftaran dan perekaman data pribadi dengan sistem QR code scanning di berbagai gedung dan pusat perbelanjaan. Bahkan sejumlah pemerintah juga mengembangkan aplikasi serupa dengan PeduliLindungi.

Problemnya, kebijakan yang baru dirilis oleh Pemerintah DKI, mengharuskan perekaman enam digit Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor telepon seluler pengunjung sarana dan prasarana publik. Kebijakan ini juga mencatat waktu kedatangan dan kepulangan pengunjung, dengan tujuan untuk mempermudah penelusuran kontak suspek COVID-19 terhadap pasien yang telah dinyatakan positif. Sementara NIK adalah elemen data pribadi yang saat ini menjadi instrumen utama untuk mengidentifikasi seseorang. Ketika seseorang ingin mendapatkan akses layanan publik, NIK menjadi persyaratan utama untuk memperoleh layanan itu. Belum lagi kombinasi NIK dan nomor telepon seluler, yang serupa dengan proses registrasi SIM Card, akan kian memudahkan dalam identifikasi seseorang.

Selain itu tidak adanya rujukan hukum perlindungan data pribadi yang memadai, juga menjadikan ketidakjelasan kewajiban dari penyedia sarana dan prasarana publik, dalam pemrosesan data pribadi. Mereka dalam kapasitas sebagai pengendali atau prosesor data? Bagaimana mereka dalam melakukan pemrosesan data pribadi? Data-data pribadi tersebut disimpan di mana, apakah server pemerintah atau server penyedia layanan? Berapa lama mereka boleh menyimpan data-data pribadi pengunjung? Apakah mereka boleh melakukan pemrosesan data pribadi lanjutan? Lalu siapa yang boleh mengakses data-data pribadi tersebut, apakah instansi pemerintah atau mereka–penyedia layanan juga? Ketidakjelasan dalam perlindungan tersebut berdampak pada kian rentannya hak atas privasi warga.

Lebih jauh, pemrosesan data pribadi harus dilakukan dengan memenuhi prinsip-prinsip perlindungan data pribadi, seperti prinsip tujuan yang spesifik (purposive limitation), artinya semata-mata tujuannya untuk contact tracing. Kemudian prinsip minimisasi data (data minimization), idealnya ketika tujuannya hanya untuk contact tracing, pengumpulan nomor telepon saja sudah cukup, sehingga pengumpulan NIK seharusnya tidak diperlukan. Berikutnya adalah prinsip batasan penyimpanan (storage limitation), ini terkait erat dengan pembatasan masa retensi data dan memastikan ketika data pribadi yang dikumpulkan tidak lagi dibutuhkan, data pribadi tersebut harus segera dimusnahkan. Selain itu, belajar dari penggunaan aplikasi PeduliLindungi dan kebijakan Scan Barcode di pusat perbelanjaan, juga belum pernah ada hasil evaluasi dan laporan transparansi efektivitasnya dalam pencegahan COVID-19, yang dapat diakses oleh publik. Tegasnya, jika kebijakan itu tetap dipaksakan penerapannya, justru berpotensi akan melanggar hak asasi manusia, khususnya hak atas privasi.

Merespon hal itu, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) memandang pentingnya menempatkan hak asasi manusia sebagai koridor pengambilan kebijakan dalam penanggulangan pandemi COVID-19 guna meminimalisir potensi pelanggaran. Kerangka tersebut harus diformulasikan dalam bentuk instrumen hukum sebagai jaminan perlindungan termasuk implementasi di tingkat teknis dalam tata kelola data pribadi. Berangkat dari permasalahan dan beberapa pertimbangan di atas, ELSAM merekomendasikan:

  1. Perlu meninjau ulang kebijakan perekaman data pengunjung sarana dan prasarana publik, untuk disesuaikan dengan prinsip dan instrumen hukum pelindungan data pribadi. Contact tracing memang diperlukan dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19, tetapi mekanisme tidak boleh berseberangan dengan prinsip-prinsip perlindungan hak atas privasi.
  2. Jika perekaman data pengunjung tetap dilakukan, maka pemerintah harus segera melengkapinya dengan instrumen hukum untuk melindungi data-data pribadi yang diproses, guna memastikan nihilnya penyalahgunaan data-data pribadi tersebut.
  3. Instrumen perlindungan tersebut harus memastikan terimplementasinya prinsip transparansi, keterbatasan tujuan, minimisasi data, batasan penyimpanan, akuntabel, dan sistem keamanan yang kuat, dalam pemrosesan data pribadi
  4. Selain itu pemerintah juga perlu memastikan tersedianya infrastruktur kesehatan penunjang, seperti tes PCR atau Swab yang aksesibel. Hal ini penting untuk memastikan efektivitas dari contact tracing yang dilakukan sebelumnya.
  5. Perlunya memastikan hadirnya UU Pelindungan Data Pribadi yang saat ini tengah dibahas di DPR, agar Indonesia segera memiliki jaminan pelindungan data pribadi yang komprehensif.

Pengawalan Badan POM dalam Penyediaan Vaksin COVID-19

Jakarta – Penyediaan obat dan vaksin untuk penanganan COVID-19 menjadi fokus perhatian semua negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan pihak terkait lainnya terus bersinergi meneliti dan mengembangkan obat dan vaksin COVID-19. Terkait khasiat, keamanan, dan mutunya, Badan POM mengawal pelaksanaan uji klinik mulai dari penyusunan protokol dan pemberian Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) hingga pelaksanaan uji kliniknya. Pengawalan pelaksanaan uji klinik dilakukan dengan inspeksi secara berkala untuk melihat pemenuhan kaidah Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) dan kesesuaian dengan protokol yang telah disetujui oleh Badan POM dan Komite Etik.

Hari ini, Kamis (15/10) tim Inspektur Badan POM berangkat ke Tiongkok bersama Kementerian Kesehatan, tim Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), dan PT Biofarma untuk melakukan inspeksi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good Manufacture Practice (GMP) ke sarana produksi vaksin COVID-19. “Tim inspektur Badan POM akan melakukan inspeksi CPOB (GMP inspection) ke tiga sarana produksi di Tiongkok, yaitu Sinovac, Sinopharm dan CanSino. Serangkaian kegiatan inspeksi tersebut bertujuan untuk percepatan akses vaksin yang aman, berkhasiat dan bermutu,” ungkap Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito.

Uji klinik vaksin Sinovac yang dilaksanakan oleh tim Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran telah memasuki tahap akhir rekrutmen subjek penelitian. Diharapkan besok pagi, Jumat, 16 Oktober 2020, total 1.620 subjek sudah selesai direkrut. Uji klinik fase III di Bandung yang dimulai sejak tanggal 11 Agustus 2020 berjalan sesuai dengan rencana dan diharapkan dapat memberi hasil sesuai dengan yang diharapkan dalam membuktikan khasiat dan keamanan vaksin tersebut. Sejauh ini  tidak ada laporan kejadian efek samping yang serius akibat pemberian vaksin uji Sinovac ini.

Untuk menyiapkan produksi vaksin di Indonesia, Badan POM telah menggelar rapat koordinasi persiapan industri farmasi Indonesia terkait ketersediaan vaksin COVID-19 dan komitmen terhadap pemenuhan aspek khasiat, keamanan dan mutu vaksin pada Rabu (14/10) kemarin. Pada rapat tersebut, Kepala Badan POM menyampaikan bahwa masa pandemi COVID-19 saat ini, memungkinkan diberikannya Emergency Use Authorization (EUA) terhadap obat dan vaksin untuk penanganan COVID-19. EUA merupakan persetujuan penggunaan obat atau vaksin saat kondisi darurat kesehatan masyarakat, dalam hal ini pandemi COVID-19. EUA diberikan karena semua obat dan vaksin yang akan digunakan dalam penanganan COVID-19 masih dalam tahap pengembangan.  

Terhadap obat dan vaksin yang diberikan EUA telah didukung bukti keamanan, khasiat dan mutu yang memadai sehingga sudah dapat digunakan meskipun harus tetap dalam pemantauan yang ketat. Badan POM secara berkesinambungan melakukan pengawasan penyaluran dan peredaran sejak pemasukan dari luar negeri, proses produksi di industri farmasi, distribusi oleh pedagang besar farmasi, dan sarana pelayanan kefarmasian. Pengawasan juga dilakukan melalui evaluasi pelaporan realisasi importasi, produksi, dan distribusi obat serta pelaporan efek samping/farmakovigilans yang disampaikan kepada Badan POM oleh dokter dan tenaga kesehatan. Badan POM sangat berhati-hati dalam memastikan aspek keamanan, khasiat dan mutu vaksin, di tengah percepatan ketersediaan obat dan kepastian dalam mendapatkan akses terhadap vaksin.

KIARA: UU Cipta Kerja Inkonstitusional dan Ancam Masa Depan Masyarakat Bahari

Jakarta – Sejak disahkannya UU Cipta Kerja yang juga dikenal sebagai Omnibus Law pada 5 Oktober 2020 oleh Pemerintahan Pusat dan DPR RI, polemik narasi UU Cipta Kerja menjadi topik utama diskursus di banyak sektor masyarakat sipil. Pengesahan UU Cipta Kerja yang terburu-buru ini memperlihatkan tidak adanya komunikasi juga keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat kecil Indonesia, khususnya kaum buruh, petani, nelayan serta masyarakat pesisir lainnya.

Sejak awal diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 sampai dengan disahkannya pada Oktober 2020, proses pembahasan isi dan narasi UU Cipta Kerja tidak pernah dipublikasikan secara transparan. Ditambah lagi, pembahasan UU Cipta Kerja juga tidak melibatkan publik juga masyarakat yang terdampak, seperti nelayan, perempuan nelayan dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

Padahal dengan adanya UU Cipta Kerja ini, masyarakat pesisir Indonesia termasuk di dalamnya adalah nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pelestari ekosistem pesisir, dan masyarakat adat pesisir menjadi salah satu aktor yang paling terdampak dan terancam kehidupannya. Akan tetapi ironisnya, hanya para asosiasi pengusaha dan pengusaha pemilik kepentingan yang masuk di dalam Satuan Gugus Tugas (Satgas) Omnibus Law bentukan Pemerintah Pusat.

Hal ini tentu memperlihatkan bahwa UU Cipta Kerja hanya akan membawa serta memuluskan kepentingan dari kelompok-kelompok elit Indonesia saja, seperti para pengusaha pemegang kepentingan dan para investor. “Tidak adanya keterlibatan publik dan masyarakat yang terdampak dalam proses perumusan dan pembahasan UU Cipta Kerja ini memperlihatkan bahwa proses pengesahan UU Cipta Kerja telah menyalahi konstitusi yang seharusnya menempatkan rakyat Indonesia sebagai pemegang kepentingan utama dalam pembuatan kebijakan dan undang-undang di Indonesia,” kata Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA.

Tidak hanya itu, telah disebutkan sejak awal inisiasi UU Cipta Kerja, tujuan utama dibentuknya undang-undang ini adalah untuk membuka keran investasi sebesar-besarnya dalam rangka mendorong peningkatan perekonomian nasional Indonesia. Namun ironisnya, praktik pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah ini tidak berpihak dengan kepentingan rakyat kecil, khususnya masyarakat pesisir, apalagi dalam permasalahan lingkungannya.

Proyeksi Ancaman Omnibus Law UU Cipta Kerja

Pada dasarnya, praktik eksploitasi sumber daya alam dan perampasan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah banyak terjadi selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Namun dengan disahkannya UU Cipta Kerja, hal ini hanya akan meningkatkan praktik perampasan, serta mengakselerasi penghancuran lingkungan juga sumber daya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Dengan meningkatnya praktik perampasan ruang melalui UU Cipta Kerja ini, hal ini juga berdampak pada semakin meningkatnya konflik agraria yang terjadi di tingkatan akar rumput serta praktik-praktik pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap nelayan, perempuan nelayan dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil lainnya,” jelas Susan Herawati.

Ironisnya, diskursus polemik terkait UU Cipta Kerja masih terfokus pada diskursus permasalahan pada sektor ketenagakerjaan saja padahal undang-undang ini memiliki kecacatan yang lebih kompleks dan menyasar banyak sektor, khususnya sektor perikanan dan kelautan. Salah satu contohnya adalah penghilangan identitas politik nelayan tradisional. Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah Indonesia seakan tidak lagi mengakui identitas politik dari nelayan tradisional dan menempatkan statusnya sama dengan pelaku usaha perikanan dalam skala yang lebih besar.

Secara lebih jelasnya, UU Cipta Kerja merevisi ketentuan mendasar yang melekat pada nelayan kecil, sehingga tidak ada ketentuan yang jelas antara nelayan kecil dengan nelayan besar. Di dalam revisi tersebut menyebutkan bahwa “nelayan kecil” adalah “orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang menggunakan kapal penangkap ikan maupun yang tidak menggunakan kapal penangkap ikan”. Sedangkan di dalam UU No. 31 Tahun 2004 jo UU No. 45 Tahun 2009 (tentang Perikanan), Pasal 1 ayat (11) dengan jelas menyebutkan dan mengkategorikan nelayan kecil adalah yang menggunakan kapal penangkap ikan berukuran paling besar 5 GT.

Kriteria yang jelas terhadap nelayan kecil sangat penting karena terkait perlakuan khusus untuk mereka, seperti berhak mendapat subsidi, modal, dan sebagainya dari pemerintah. Nelayan kecil juga tidak diwajibkan memiliki izin karena menggunakan alat tangkap tradisional yang ramah lingkungan. Dengan dihapusnya kriteria tersebut berpotensi menimbulkan konflik baru karena nelayan besar juga dapat menikmati perlakuan khusus yang selama ini hanya diberikan terhadap nelayan kecil.

Tidak hanya itu, banyak sekali pasal-pasal perlindungan dan pemberdayaan terhadap nelayan yang kemudian dipangkas dan dirubah narasinya sehingga memberikan adanya ambiguitas persepsi terhadap pasal-pasal tersebut. Perampasan kekuasaan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah juga akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap beberapa kebijakan yang pada awalnya merupakan kewenangan Pemerintah Daerah, seperti kebijakan RZWP3K yang kemudian kewenangannya diambil alih oleh Pemerintah Pusat. Hal ini tentu akan mempermudah investor untuk mendapatkan perizinan dalam mengeksploitasi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Selain itu, praktik privatisasi dan liberalisasi yang terjadi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akan semakin marak dengan adanya UU Cipta Kerja, seperti yang tertera pada Pasal 18 angka 22 yang menyebutkan bahwa “dalam rangka penanaman modal asing, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya harus memenuhi perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal”. Dalam pasal tersebut, UU Cipta Kerja menghapus kewajiban mengutamakan kepentingan nasional dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya yang sebelumnya diatur pada Pasal 26A ayat (2) UU No.27 Tahun 2007 jo UU No.1 Tahun 2014. Pada poin ini, UU Cipta Kerja:

  1. Menciptakan pintu masuk yang luas kepada investor untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang terkandung dalam pulau-pulau kecil
  2. Memperparah konflik perampasan ruang hidup dan sumber daya alam serta privatisasi yang yang telah terjadi diberbagai pulau-pulau kecil

Proyeksi lain dari disahkannya UU Cipta Kerja dalam sektor perikanan adalah akan adanya peningkatan praktik IUU Fishing di perairan Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan sanksi yang semakin lemah kepada kapal-kapal berbendera asing yang melakukan praktik IUU fishing dan mengeksploitasi sumber daya perikanan Indonesia. Di dalam UU No.31 Tahun 2004 (tentang Perikanan) Pasal 93 dengan tegas menyebutkan bahwa sanksi yang diberikan terhadap kapal berbendera asing yang melakukan pelanggaran dalam melaut dan/atau menangkap ikan adalah sanksi pidana dan sanksi denda. Sedangkan di UU Cipta Kerja sanksi yang diberikan hanya sekedar sanksi administratif saja. Secara lebih lanjut Susan menyatakan bahwa, “Apabila sanksi terhadap pelaku IUU fishing juga pelanggaran HAM di atas kapal penangkapan ikan hanya bersifat administrasial saja, maka para pelaku tersebut dapat dengan mudah untuk kembali ke dalam industri perikanan dengan nama yang berbeda. Namun praktek produksi yang eksploitatif terhadap sumber daya laut juga pada pekerjanya akan terus berlangsung”.

“Oleh karena itu, sudah seharusnya seluruh lapisan masyarakat Indonesia dapat memahami isu UU Cipta Kerja ini dalam konteks yang lebih luas dan berjuang bersama untuk menolak disahkannya UU Cipta Kerja,” pungkas Susan.

PT Sucofindo (Persero) Serahkan Sertifikat SNI ISO 37001:2016 Kepada PT Permodalan Nasional Madani (Persero)

Jakarta – PT SUCOFINDO (Persero) menyerahkan sertifikat kepada PT PERMODALAN NASIONAL MADANI (Persero), yaitu Sertifikat Sistem Manajemen Anti Penyuapan SNI ISO 37001:2016. Penyerahan sertifikat ini diserahkan oleh Direktur Keuangan dan Perencanaan Strategis, Budi Hartanto kepada Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko PT PNM (Persero), M.Q. Gunadi. Pertemuan ini dilakukan di Menara PT Taspen dengan menerapkan protokol Physical Distancing di masa New Normal.

Direktur Keuangan dan Perencanaan Strategis, Budi Hartanto turut menyampaikan apresiasi dan motivasi kepada PT PNM untuk terus mempertahankan pencapaian keberhasilannya dalam meraih sertifikat SNI ISO 37001:2016.

“Kami sangat berterima kasih kepada PT PNM telah mempercayakan kami sebagai Lembaga Sertifikasi. Kami pun sangat mengapresiasi komitmen dari para pimpinan dan jajaran manajemen terhadap penerapan sistem anti penyuapan di perusahaan, Pencapaian ini harus terus dipertahankan dan diperbaharui mengingat tantangan terus berubah” kata Budi.

Selanjutnya, Budi bahwa dengan PT PNM mengimplementasikan standar SNI ISO 37001:2016. Sistem manajemen ini menggunakan pendekatan risiko, maka perusahaan membuat keputusan yang lebih baik tentang mitra bisnis dan pihak ketiga, dengan memahami dan proaktif mengelola risiko yang akan hadir dari hubungan kerja sama tersebut.

“Penerapan standar SNI ISO 37001 dengan utuh dan konsisten terhadap seluruh persyaratan standard yang ada, dengan selalu mengidentifikasi risiko anti suap, akan mendukung pencapaian Rencana Strategis maupun Kinerja PT PERMODALAN NASIONAL MADANI  (Persero)” ujar Budi.

Dalam Pada kesempatan yang sama, Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko PT PNM (Persero), M.Q. Gunadi mengungkapkan rasa terima kasih kepada PT SUCOFINDO (Persero) atas sertifikat yang telah diberikan. “Kami berterimakasih kepada PT SUCOFINDO (Persero) atas sertifikat SMAP yang diserahkan hari ini. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk melindungi segenap Insan PNM dari perilaku suap dan akibat buruk yang ditimbulkan. Melalui tata kelola perusahaan yang bersih dari perilaku suap kami meyakini akan meningkatkan sustainabilitas PNM. Sertifikasi SMAP ini merupakan langkah awal, yang kemudian akan kami sosialisasikan kepada seluruh jajaran di PNM, sehingga diharapkan kedepan akan menjadi budaya dan value PNM yang bersih dari perilaku suap,” kata M.Q.Gunadi

PT SUCOFINDO (Persero) terus memberikan dukungan kepada BUMN untuk melaksanakan arahan dari Kementerian BUMN RI Nomor S- 17/S.MBU/02/2020 tanggal 17 Februari 2020 perihal Sertifikasi SNI ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) di BUMN.

Selain melayani Sertifikasi tersebut, SUCOFINDO juga memberikan layanan jasa sertifikasi lainnya di antaranya Sertifikasi ISO 27001:2013 tentang Sistem Manajemen Keamanan Informasi, Sertifikasi SNI ISO 28000:2009 tentang Sistem Manajemen Keamanan pada Rantai pasokan, Sertifikasi ISO 22000:2018 tentang Sistem Manajemen Keamanan Pangan, Sertifikasi ISO 37001:2016 tentang Sistem Manajamen Anti Penyuapan, Sertifikasi ISO 50001:2018 tentang Sistem Manajemen Energi. 

Di tengah masa wabah pandemi Covid-19, SUCOFINDO tetap melayani jasa secara prima salah satunya dalam pemastian mutu, pada peralatan kesehatan dengan pengujian sterilitas dan kalibrasi untuk peralatan kesehatan (ALKES). SUCOFINDO juga menyediakan pelaksanakan pelatihan secara online dan kegiatan audit dilakukan secara remote audit memanfaatkan teknologi informasi. 

Dalam pengelolaan protokol Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk kepastian usaha pariwisata, SUCOFINDO mengeluarkan jasa baru yaitu Sertifikasi ARISE, dan SUCOFINDO memprioritaskan pengujian pada produk handsanitizer dan cairan disinfektan.

Pasar Kreatif Raup Omzet Miliaran, Ekonomi Mulai Merangkak Naik

Bandung – Pasar Kreatif Bandung yang digelar sejak awal September lalu sudah meraup omzet hingga Rp1,4 miliar. Targetnya, Pasar Kreatif maraih omzet hingga Rp3 miliar.

Perlu diketahui, Pasar Kreatif merupakan upaya Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung bekerja sama dengan Dekranasda Kota Bandung membangkitkan sektor ekonomi. 

Ketua Dekranasda Kota Bandung, Siti Muntamah Danial mengakui geliat ekonomi di Kota Bandung saat pandemi turun hingga 80 persen. Adanya Pasar Kreatif menjadi solusi untuk menyiasati ekonomi kembali bangkit. 

“Salah satu target Dekranasda tahun ini memberikan omzet Rp3 miliar dari pengrajin. Bukan hanya slogan tetapi bisa jadi kenyataan,” kata Siti Muntamah saat di Pasar Kreatif Festival City link, Kamis 15 Oktober 2020.

“Konsepnya sangat luar biasa, dan ini diluar ekspetasi yang tidak kita rencanakan,” imbuhnya.

Menurut Siti, Pasar Kreatif juga saat ini memanfaatkan media market place sebagai wadah pelatihan guna meningkatkan pemasaran.

“Pada pameran pasar kreatif 2020 ini, digital marketing sangatlah penting. Pameran ini bukan hanya untuk pelaku usaha biasa, melainkan juga startup,” tutur Siti.

Sementara itu, Kepala Disdagin Kota Bandung, Elly Wasliah mengaku bangga dengan para peserta Pasar Kreatif. Sebab, hampir seluruh pelaku usaha yangh ikut adalah pelaku usaha baru.

“Dari 24 pelaku usaha, hanya satu pelaku usaha lama. Sisanya startup. Semoga Target Rp3 miliar tercapai,” katanya.

Kemudian, Ia pun menjelaskan pelaksanaan pasar kreatif ini merupakan mal kedelapan yang rencananya digelar di sembilan mal di Kota Bandung. 

Pasar Kretatif ini sekaligus dalam rangka menyambut HUT ke-210 Kota Bandung. Pasar Kreatif bakal digelar hingga Oktober ini.

Pusat perbelanjaan yang yang menyelenggarakan Pasar Kreatif Bandung 2020 yaitu Paris Van Java (4-13 September), Bandung Electronik center (4-13 September), 23 Paskal Shopping Center (11-20 September), Trans Studio Mall (11-20 September).

Selain itu juga, Istana Plaza (18-27 September), Bandung Indah Plaza (25 September – 4 Oktober), Kings Shopping Center (2-11 Oktober), Festival City Link (9-18 Oktober) dan Cihampelas Walk (16- 25 Oktober).

Pemkot Bandung Ajak BUMN dan BUMD Salurkan CSR di Bidang Pendidikan

Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengajak kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan para pengusaha untuk menyukseskan pendidikan di Kota Bandung. Salah satunya dengan memberikan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan atau Coorporat Social Responsibility (CSR).

Pasalnya, di masa pandemi Covid-19 bidang pendidikan sangat membutuhkan dukungan. 

“Saya undang bapak ibu, dalam rangka mengajak untuk bersama melakukan kolaborasi dalam menyelesaikan pendidikan yang terkendala,” tutur Wali Kota Bandung, Oded M. Danial saat rapat telekonfrensi tentang Singkronisasi Program Pembangunan Berbasis Kolaborasi melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) di Bidang Pendidikan tahun 2020 di Balai Kota Bandung, Kamis 15 Oktober 2020.

“Kita dihadapkan sebuah musibah yaitu Covid-19. Ini berdampak kepada kehidupan sosial masyarakat diantaranya terhadap belajar mengajar pendidikan,” imbuhnya. 

Ia mengakui, belum semua siswa bisa mengikuti pembelajaran online atau dalam jaringan (daring). Termasuk juga belum semua stakeholder di dunia pendidikan memiliki pemahaman yang sama tentang pembelajaran daring.

Oleh karenanya, Oded berterima kasih kepada perusahaan maupun pengusaha yang telah berkontribusi membantu pendidikan di Kota Bandung. 

Saat ini, baru ada satu komunitas di bidang pendidikan yang turut andil yakni Bandung Economic Empowrment Center (BEEC).

“Alhamdulilah di Bandung ini punya program Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menggunakan teknologi yakni TV Bandung 132. Namun demikian tentu saja anggaran yang memang masih terbatas akibat pandemi ini kami undang untuk ikut sama – sama kolaborasi dalam program pendidikan,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Forum TJSL Kota Bandung, Binsar Parasian Naipospos menyampaikan, pada tahun 2019 terdapat beberapa perusahaan yang ikut serta membantu Pemkot Bandung dibidang pendidikan. Diantaranya PT KAI, Bank BNI Kanwil Kota Bandung, PT Biofarma, bjb, PT Pos Indonesia , dan Jasa Marga. 

“Itu yang telah memberikan kontribusi bidang pendidikan tahun 2019. Terima kasih telah memberikan tanggung jawab sosial bagi masyarakat Kota Bandung,” katanya.

“Tahun 2020 ini yakni BEEC berkontribusi bidang pendidikan untuk tv sateli,” lanjutnya.

World Standards Day 14 Oktober 2020 : Melindungi Planet Bumi dengan Standar

Isu lingkungan hidup telah menyadarkan manusia tentang pentingnya keberlanjutan lingkungan untuk kesejahteraan manusia. Beberapa permasalahan lingkungan antara lain pencemaran lingkungan, pemanasan global, perubahan iklim, kemerosotan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam.

Salah satu cara untuk mengurangi dampak pencemaran atau kerusakan lingkungan serta melindungi planet bumi adalah melalui standar. Hal ini sejalan dengan tema Hari Standar Dunia (World Standard Day) 2020 yang diperingati setiap tanggal 14 Oktober yakni ”Protecting the Planet with Standards”.

Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S. Achmad di Jakarta pada Rabu (14/10/2020) mengatakan tujuan utama standar adalah melindungi kesehatan, keamanan, keselamatan serta fungsi lingkungan hidup.”Standardisasi dan penilaian kesesuaian membantu mengurangi dampak lingkungan dari produksi dan proses industri, memfasilitasi penggunaan kembali sumber daya yang terbatas dan meningkatkan efisiensi energi untuk melindungi bumi demi masa depan anak cucu kita,” tutur Kukuh.

Standar terkait lingkungan, lanjut Kukuh, mencakup semua aspek penghematan energi, kualitas air dan udara. Sampai dengan bulan Agustus 2020, BSN telah menetapkan 13.283 SNI. Dari jumlah tersebut, 976 SNI diantaranya SNI terkait Kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Sebagai contoh, SNI yang banyak diterapkan industri terkait lingkungan adalah SNI ISO 14001:2015 Sistem manajemen lingkungan – Persyaratan dan panduan penggunaan.

ISO 14001 sendiri adalah standar yang disepakati secara internasional yang menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen Lingkungan (SML). Standar ini telah diadopsi identik menjadi standar nasional SNI ISO 14001:2015. SML membantu organisasi memperbaiki kinerja lingkungan melalui penggunaan sumber daya yang lebih efisien dan pengurangan limbah, sehingga mendapatkan keunggulan kompetitif dan kepercayaan pemangku kepentingan.

SML mensyaratkan organisasi mempertimbangkan semua isu lingkungan yang relevan dalam operasinya seperti pencemaran udara, isu air dan limbah cair, pengelolaan limbah, kontaminasi tanah, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta penggunaan dan efisiensi sumber daya SML dapat diterapkan berbagai jenis dan ukuran organisasi, baik privat, non-profit maupun pemerintahan.

Kesadaran industri untuk menerapkan SNI ISO 14001 perlu ditingkatkan. Atau setidaknya kepedulian terhadap lingkungan dengan pengelolaan lingkungan yang baik harus terus didorong. Sebab jika tidak, ancaman kerusakan fungsi kelestarian lingkungan hidup, mungkin saja tanpa disadari terjadi secara terus menerus.

Inilah faktanya. Seperti yang dikutip pada buku Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2019 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik bahwa selama abad 20, Indonesia mengalami peningkatan suhu rata-rata udara di permukaan tanah 0,5 derajat celsius.

Jika dibandingkan periode tahun 1961 hingga 1990, rata-rata suhu di Indonesia diproyeksikan meningkat 0,8 sampai 1,0 derajat celsius antara tahun 2020 hingga 2050.

Tutupan terumbu karang di Indonesia sepanjang 2016 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tren ini terjadi sejak 2013 dengan kecenderungan serupa terjadi di sejumlah negara lain.

Di Indonesia dari sekitar 2,5 juta hektar luas terumbu karang, hanya 6,39 persen berada dalam kondisi sangat baik, 23,40 persen dalam kondisi baik, 35,06 persen dalam kondisi cukup dan 35,15 persen dalam kondisi jelek.

Dampak lain dari perubahan iklim adalah sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia. Emisi GRK akibat kerusakan hutan menyebabkan kesehatan paru-paru terganggu. Kementerian Kesehatan menyatakan dari Juni hingga pertengahan Oktober 2019 sebanyak 425.377 orang di tujuh provinsi terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).