Jakarta – Momentum pemulihan ekonomi yang terjadi di beberapa wilayah di dunia lebih cepat dibandingkan dengan estimasi awal sebagaimana disampaikan dalam asesmen terkini dari beberapa Lembaga dunia yang mencatat outlook global 2020 lebih membaik dan semakin konvergen. Namun second wave yang kembali terjadi di banyak negara masih perlu dicermati. Di sisi lain, outlook pertumbuhan di beberapa negara berkembang sedikit mengalami penurunan di tengah eskalasi Covid-19 yang masih terjadi, serta kontraksi cukup dalam di negara berpenduduk besar seperti India, namun pertumbuhan Q3 2020 secara umum diproyeksi akan membaik dibandingkan Q2 2020.
Selanjutnya kontinuitas penguatan manufaktur global terus berlanjut, khususnya ditopang keberlangsungan ekspansi di banyak negara maju, seperti AS dan berbagai negara di Eropa serta Cina dan India. Komponen permintaan ekspor tumbuh positif pertama kalinya dalam dua tahun terakhir di dunia, didukung berlanjutnya reopening ekonomi di banyak negara mampu untuk tumbuh secara konsisten meskipun dalam beberapa bulan terakhir terdapat kenaikan jumlah kasus.
Outlook global ke depan masih dilingkupi ketidakpastian terutama dipicu oleh eskalasi Covid-19, namun upaya pengembangan vaksin terus menciptakan sentimen positif. Penguatan kerjasama multilateral menjadi salah satu langkah yang diambil untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi global secara menyeluruh. Secara umum kasus pandemi di Indonesia relatif terkendali, tetapi tentu saja dinamika di beberapa daerah perlu mendapat perhatian dan penanganan secara serius. Perbaikan ekonomi terus berlanjut dan dijalankan di bulan September dengan dukungan peran sentral APBN sebagai penopang perekonomian, seperti diperlihatkan beberapa indikator yang menunjukkan pertumbuhan positif (mtm), seperti konsumsi listrik, ekspor, impor bahan baku & modal, dan belanja bantuan sosial. Di sisi lain deflasi yang masih terjadi di bulan September, serta PMI Manufaktur yang sedikit menurun di bawah threshold ekspansif, perlu untuk terus diperhatikan.
Selanjutnya dalam menghadapi Q4 2020 perlu terus dicermati berbagai risiko global selain perkembangan Covid-19, di antaranya perkembangan pemilu presiden di AS dan Brexit. Pemerintah berkomitmen untuk merespon pandemi dengan prudent dan penuh kewaspadaan sehingga kebijakan yang ditempuh dapat lebih terarah dan terukur, khususnya akselerasi Belanja Negara dipertahankan dan ditingkatkan utamanya melalui kinerja PEN sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir ini. Demikian disampaikan pada publikasi APBN Kita edisi Oktober 2020.
Indikator Kinerja Sektor Perekonomian Bergerak Variatif Pada Bulan September 2020
Secara umum, perbaikan ekonomi masih berlanjut di bulan September. Meskipun PMI manufaktur mengalami sedikit kontraksi, namun konsumsi listrik, impor bahan baku dan modal, belanja bantuan sosial menunjukkan peningkatan sementara Indeks Keyakinan Konsumen dan ekspektasi konsumen tertahan (mtm). Selanjutnya, ekspor dan impor bulan September 2020 menunjukkan tanda tanda perbaikan atau tumbuh (secara mtm). Tumbuhnya ekspor disebabkan meningkatnya ekspor migas ke negara ASEAN yang mulai merelaksasi lockdown, dan nonmigas (CPO) terutama tujuan Cina yang mulai pulih, sedangkan impor didorong dari migas dan nonmigas. Akumulasi Neraca Perdagangan melanjutkan tren surplus berturut-turut selama 5 bulan terakhir. Likuiditas berlimpah seiring dengan masih terbatasnya kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terus meningkat.
Sementara itu, bulan September masih terjadi deflasi yang menurun di 0,05%. Hingga September, laju inflasi mencapai sebesar 0,89% (ytd) dan 1,42% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan pola tiga tahun terakhir sebesar 3,33% (yoy). Laju inflasi umum dipengaruhi oleh tren inflasi inti yang masih melanjutkan penurunan di tengah meningkatnya inflasi volatile food. Diprediksi laju inflasi tahun ini akan berada di kisaran 2% di tengah potensi permintaan yang meningkat, volatilitas harga komoditas pangan akibat faktor cuaca dan kendala distribusi dan tambahan likuiditas di masyarakat untuk menstimulasi perekonomian. Di lain sisi, penerimaan perpajakan masih melandai disebabkan oleh penambahan insentif pajak yang semakin terakselerasi, disamping masih terjadinya perlambatan kegiatan ekonomi akibat Covid-19, sedangkan Belanja Negara terus terakselerasi didukung kinerja Pemulihan Ekonomi Nasional yang menunjukan peningkatan sebagai bagian dari stimulus untuk mendorong pertumbuhan Q3-2020. Lebih lanjut, pengelolaan pembiayaan dan kas masih sesuai dengan jalurnya (on track).
Pendapatan Negara Melandai Akibat Dampak PSBB Lanjutan dan Pemulihan Ekonomi
Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah hingga akhir September 2020 tercatat telah mencapai Rp1.158,99 T atau 68,18% dari target pada APBN-Perpres 72/2020, dimana capaian Pendapatan Negara tersebut pertumbuhannya masih terkontraksi sebesar negatif 13,65% (yoy). Realisasi Pendapatan Negara yang bersumber dari penerimaan Perpajakan secara nominal telah mencapai Rp892,44 T (63,54% APBN-Perpres 72/2020), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp260,87 T (88,69%) dan realisasi Hibah mencapai Rp5,68 T (436,88%). Berdasarkan capaiannya, Pendapatan Negara yang bersumber dari penerimaan Perpajakan dan PNBP lebih tinggi berturut-turut sebesar 63,5% dan 88,7% dari targetnya dibandingkan tahun lalu masing-masing 58,19% dan 79,78%.
Hampir seluruh jenis pajak utama mengalami tekanan pada Januari-September 2020 yang disebabkan oleh perlambatan kegiatan ekonomi akibat Covid-19 dan pemanfaatan insentif fiskal dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, kecuali PPh OP yang masih mampu tumbuh positif 1,97%. PPh Migas kontraksi paling dalam seiring dengan penurunan harga dan volume.
Penerimaan DJBC Januari-September 2020 terutama didorong realisasi cukai khususnya HT yang tumbuh karena adanya limpahan penerimaan tahun sebelumnya (efek PMK-57), dan penerimaan BK bulan September tumbuh 9,40% (mtm), didorong peningkatan ekspor mineral terutama tembaga dan bauksit.
Sementara itu realisasi PNBP pada bulan September 2020 lebih banyak ditopang dari kinerja positif pendapatan BLU yang tumbuh sebesar 34,2% (yoy), khususnya dari pendapatan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, pendapatan jasa pelayanan pendidikan, dan pendapatan pengelolaan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional.
Membantu Masyarakat di Masa Pandemi Covid 19 Melalui Bantuan Sosial
Pemerintah berhasil mengakselerasi Belanja Negara sampai dengan akhir September 2020 sebesar Rp1.841,10 T atau sekitar 67,21% dari pagu Perpres 72/2020, meliputi realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.211,40 T (61,3%) dan realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp629,70 T (82,4%).
Secara nominal, realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan September 2020 tumbuh sebesar 21,22% (yoy), terutama dipengaruhi oleh realisasi Belanja K/L terutama bantuan sosial (bansos) dan belanja barang yang meningkat untuk program PEN Perlindungan Sosial, PIP, KIP Kuliah, PBI JKN, bantuan pelaku usaha mikro, serta bantuan upah/gaji yang mencapai Rp156,26 T atau sekitar 91,5% dari pagu Perpres 72/2020. Kinerja Belanja modal secara nominal tumbuh lebih rendah, namun secara persentase terhadap pagunya lebih besar, dipengaruhi refocusing/realokasi, serta kebijakan PSBB, walaupun di sisi lain telah melaksanakan berbagai program PEN. Selain itu Belanja Non K/L meningkat, didorong kebijakan subsidi, pensiun/jaminan kesehatan ASN, belanja lain-lain (antara lain Pra kerja, Kompensasi) serta outlook bunga utang yang menurun seiring kondisi tren suku bunga yang turun.
Dengan realisasi Belanja Pemerintah Pusat yang meningkat signifikan di atas dapat diukur hasil nyata output APBN 2020 di berbagai sektor. Berdasarkan realisasi sampai dengan bulan September ini capaian tersebut antara lain: Infrastruktur (Pembangunan Jalan Baru 137,21 km, Pembangunan Jembatan: 3.777,6 m), Bansos/Bantuan Pemerintah (Penyaluran PKH 10 jt KPM, Kartu Sembako 19,4 jt KPM). Pendidikan (Program Indonesia Pintar: 15,54 juta siswa, Bidik Misi/KIP Kuliah 634,29 ribu mahasiswa), Kesehatan (Peserta PBI JKN 96,4 juta jiwa, Insentif Nakes: Pusat : 235,8 ribu dan Daerah : 137,7 ribu) dan Subsidi (Diskon Listrik/Pembebasan Biaya 31,4 jt pelanggan rumah tangga dan UMKM, Subsidi Bunga KUR 3,5 jt debitur).
Sementara itu realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan September 2020 mencapai Rp629,70 T atau 82,43% dari pagu APBN Perpres 72/2020, yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp572,03 T (82,58%) dan Dana Desa Rp57,67 T (81,01%). Secara lebih rinci, realisasi TKD terdiri dari Dana Perimbangan Rp540,29 T (82,69 %), Dana Insentif Daerah Rp16,02 T (86,59%), serta Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Rp15,72 T (75,32%).
Capaian realisasi TKDD sampai dengan September 2020 lebih tinggi sekitar Rp34,36 T atau 5,77% (yoy) apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Secara umum hal ini disebabkan karena penyaluran beberapa jenis TKDD dalam mendukung penanganan/penanggulangan dampak pandemi Covid-19 di daerah maupun implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional. Realisasi TKD sampai dengan September 2020 lebih tinggi Rp20,70 T atau sekitar 3,75% bila dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun 2019.
Begitu pula hasil nyata produktif APBN 2020 di daerah tidak hanya yang berwujud, tapi juga yang tak berwujud. Hasil DAK Fisik, antara lain: Pendidikan (Pembangunan RKB beserta perabot 6.404 Ruang, Rehabilitasi Ruang Kelas 30.138 Ruang), Kesehatan dan KB (Pembangunan Puskesmas Baru 54 Paket, Penambahan Gedung/Ruang Baru Puskesmas 247 Paket) dan Jalan (Pembangunan Jalan 37 km, Pemeliharaan Berkala Jalan 180 km, Peningkatan Jalan 938 km). Sementara itu hasil DAK Non Fisik, antara lain: Bantuan Operasional Sekolah (Operasional sekolah 9 bulan bagi 44,1 juta siswa di 216 ribu sekolah), Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD (Operasional PAUD untuk 9 bulan bagi 5,6 juta anak), Tunjangan Profesi Guru (Pembayaran TPG untuk 9 bulan bagi 838 ribu guru), Bantuan Operasional Kesehatan (Operasional 7.926 puskesmas selama 9 bulan), Bantuan Operasional KB (Operasional 4.487 balai penyuluhan KB 9 bulan), Pelayanan Kepariwisataan (23.067 peserta pelatihan dan 64 Tourist Inform Center (TIC) selama 9 bulan).
Dengan serapan Belanja Negara yang meningkat signifikan sampai dengan September ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui tiga jalur; konsumsi RT (melalui program bansos), PMTB dan konsumsi Pemerintah yang tumbuh relatif tinggi. Dari data mobilitas terlihat bahwa konsumsi Rumah Tangga dan PMTB membaik meskipun masih negatif sementara konsumsi Pemerintah pada Kuartal 3 diperkirakan tumbuh 2 digit. Peningkatan realisai belanja negara di kuartal 3 yang signifikan menunjukkan peranan APBN sebagai instrumen kebijakan countercyclical dan hal ini terus akan berlanjut hingga kuartal 4 tahun 2020.
Realisasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional Makin Terakselerasi
Realisasi program PEN mengalami akselerasi yang signifikan selama bulan Agustus dan September 2020. Penyerapan belanja PEN pada bulan September tumbuh 46,9% dari bulan Agustus. Sampai dengan 14 Oktober 2020, realisasi PEN telah mencapai Rp 344,11 T atau 49,5% dari pagu sebesar Rp695,2 T. Akselerasi tersebut didukung oleh percepatan belanja penanganan Covid-19 dan percepatan program PEN lainnya, seperti Insentif Usaha, DAK Fisik, DID Pemulihan, dan Pra Kerja, serta adanya program-program baru yang langsung segera direalisasikan seperti Bantuan Produktif UMKM (BPUM) dan Subsidi Gaji/Upah. Secara lebih rinci, realisasi kesehatan sebesar Rp27,59 T, Perlindungan Sosial Rp167,08 T, Sektoral K/L dan Pemda Rp28 T, Insentif Usaha Rp29,68 T, Dukungan UMKM Rp91,77 T, dan Pembiayaan Korporasi menunggu waktu yang tepat.
Pembiayaan Anggaran masih terkendali
Realisasi defisit APBN hingga September 2020 mencapai Rp682,12 T atau sekitar 4,16% PDB. Realisasi pembiayaan anggaran hingga September 2020 sudah mencapai Rp784,67 T atau 75,5% dari target pada APBN-Perpres 72/2020, utamanya bersumber dari pembiayaan utang. Realisasi pembiayaan utang hingga akhir September 2020 mencapai Rp810,77 T, terdiri dari Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp790,64 T dan Pinjaman (neto) sebesar Rp20,13 T. Sementara itu sampai dengan 13 Oktober, total pembelian SBN oleh BI (sesuai SKB I) mencapai Rp61,63 T dengan perincian SBSN sebesar Rp29,05 T dan SUN sebesar Rp32,58 T. Sedangkan realisasi penerbitan SBN sesuai SKB II (Burden Sharing); Pembiayaan Public Goods mencapai Rp229,68 T (57,77%) dari target Rp397,56 T dan pembiayaan Non Public Goods untuk UMKM mencapai Rp91,13 T (51,48%) dari target Rp177,03 T. Selanjutnya, Pemerintah juga telah merealisasikan pengeluaran pembiayaan investasi sebesar Rp27,25 T kepada BUMN, BLU dan lembaga/badan lainnya sebagai bagian dari upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran yang cukup besar untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19, Pemerintah senantiasa memperhatikan aspek kehati-hatian (prudent) dan akuntabel serta menjaga risiko tetap terkendali. Informasi lebih lanjut, hubungi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan, Gedung Frans Seda, Jl. Wahidin Raya No.1 Jakarta Pusat, Tlp: (021) 3865330.