JAKARTA, 30 April 2021 – Polemik terkait Permenperin 03/2021 dinilai merugikan kepentingan rakyat, terutama UKM dan industri makanan minum (mamin) di Jawa Timur yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat setempat.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj mengatakan, polemik tersebut berakar dari peraturan menteri yang tidak sesuai dengan kenyataan di Jawa Timur. Peraturan tersebut merugikan semua pihak karena bahan baku gula rafinasi yang menjadi jantung produksi UKM dan industri mamin di Jawa Timur harus diambil dari luar Jawa Timur.
Pernyataan tersebut disampaikan di sela-sela kunjungan Ketua Asosiasi Entrepreneur Indonesia (APEI) Muhammad Zakki dan Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIPGR) Dwiatmoko Setiono di Kantor PB NU di Jakarta, Jumat (30/4/2021).
Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka penyampaian aspirasi masyarakat Jawa Timur, khususnya UKM dan IKM yang berbasis pesantren serta industri mamin di Jawa Timur. Penyampaian aspirasi ini dilakukan karena UKM dan industri mamin tidak dapat beroperasi secara efisien akibat bahan baku gula rafinasi yang mahal, diperoleh dari luar Jawa Timur dengan kualitas yang lebih rendah.
“Peraturan menteri itu harus ditata ulang, harus objektif, dan tidak merugikan semua pihak. Gula rafinasinya ada, tetapi harus diambil di Banten, Makassar, Cilacap, Lampung. Peraturan ini belum matching dengan kenyataan yang ada,” ujar dia.
Said Aqil menambahkan, importir gula harus melihat kepentingan rakyat, terutama di Jawa Timur. Pengusaha wajar untuk mencari keuntungan, namun jangan sampai merugikan rakyat. “Kartel adalah monopoli yang merugikan rakyat. Boleh ada keuntungan tetapi jangan sampai mencekik rakyat, jadi harus ditata ulang supaya tidak terjadi hal seperti ini,” tegas dia.
Dwiatmoko mengatakan, pemerintah seharusnya berpihak pada masyarakat dan industri berbasis gula rafinasi dengan menyediakan bahan baku yang berkualitas tinggi standard internasional, berkelanjutan, konsisten, dengan harga yang bersaing. Sebagaimana diketahui, industri mamin salah satu kontributor penyumbang PDB terbesar di Indonesia.
Permenperin 03/2021 membuat industri mamin, khususnya di Jawa Timur harus menanggung biaya yang lebih besar dan menurunkan daya saing secara signifikan. Menjadi tidak masuk akal, karena sebagian besar pabrik gula rafinasi berada di Banten, sementara banyak UKM dan industri mamin berada di Jawa Timur. Kondisi ini secara langsung berdampak mematikan UKM dan industri mamin di Jawa Timur.
“Harus dipikirkan lamanya perjalanan dari Banten ke Jawa Timur, kepadatan lalu lintasnya bagaimana, ongkos angkutnya berapa. Selama ini UKM dan industri mamin di Jawa Timur sudah mendapat pasokan gula rafinasi yang konsisten dengan kualitas berstandar internasional dan harga kompetitif dari pabrik gula di Jawa Timur. Permenperin ini malah melarang dan meniadakan kesempatan industri mamin dan UKM untuk maju dan berkompetisi dalam perkancahan global, hal ini yang tidak masuk akal,” katanya.
Dwiatmoko menambahkan, argumentasi spesialisasi gula kristal rafinasi (GKR) dan gula kristal putih (GKP) tidak dapat diterima karena justru mengancam swasembada gula. Kebijakan ini akan semakin menjauhkan produsen gula dari petani tebu karena gula rafinasi dikondisikan untuk selalu diimpor. Harusnya dengan inovasi teknologi, produsen gula diwajibkan menyerap gula mentah dan gula tebu untuk kebutuhan gula rafinasi dan gula konsumsi sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Dalam kondisi saat ini, panen hanya terjadi 1 periode, sekitar 3 – 4 bulan, sehingga untuk membuat industri pengolahan gula menjadi efisien dan efektif, pabrik tersebut harus dapat memadukan bahan baku yang berasal dari tebu dan gula mentah.
Muhammad Zakki menegaskan, UKM pesantren dan industri mamin di Jawa Timur saat ini sebagian tutup operasi. Pasalnya, UKM dan industri mamin Jawa Timur bergantung dari pasokan gula rafinasi terdekat. Jika harus mengambil dari luar Jawa Timur, pabrik mamin tidak akan efisien dan merugi. Pihaknya menyayangkan beleid tersebut terbit prematur, tidak melibatkan semua stakeholder hulu dan hilir, tidak ada sosialisasi, dan kajian khusus.
“Jangan lagi ada peraturan yang keberpihakannya tidak pro UKM dan industri yang berdampak pada ekonomi masyarakat. Jangan ada ada praktek oligopoli yang dilegalisasi oleh Permenperin 03/2021. Presiden Jokowi minta kepada kami sebagai pelaku UMKM untuk naik kelas. Seharusnya kami mendapatkan dukungan pemerintah khususnya ketersediaan bahan baku yang berkualitas tinggi dengan harga yang bersaing. Kami berharap aturan ini bisa direvisi segera mungkin demi menjaga kebaikan bersama,” tegas dia.
UKM dan Industri Mamin Jawa Timur Keluhkan Dampak Permenperin 03/2021 – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj (kanan) mendengarkan aspirasi Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Indonesia (APEI) Muhammad Zakki (tengah) dan Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIPGR) Dwiatmoko Setiono (kiri) terkait dampak Permenperin 03/2021 yang mematikan UKM dan industri mamin Jawa Timur di Kantor PB NU, Jakarta, Jumat (30/4/2021).