Tag Archives: Partai Politik

Anies-AHY: Aliran Baru Bangun Indonesia?

Drama politik di depan layar kembali kembali menghangatkan media massa mainstream dan media sosial dengan adanya pertemuan antara Calon Presiden Anies Baswedan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono 7 Oktober 2022. Silaturahmi Senior (Anies) kepada Yunior (AHY) pada hari Jum’at yang bagi putra sulung SBY diyakni sebagai Jum’at Berkah itu bukan tanpa alasan dan mengandung pesan politik luar biasa kepada para punggawa parpol lain yang sama-sama akan berebut kekuasaan dalam gelaran pemilihan Presiden 2024. Tak bisa dipungkiri setelah diberi mandat sebagai Capres oleh partai Nasdem, Anies memang diberi kebebasan dalam menetukan pendampingnya sebagai Cawapres, meski di belakang layar tetap Anies pasti harus mengkomunikasikan gerakan politiknya dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

Dari segi teori paradigma naratif, gaya komunikasi kedua tokoh ini memiliki kemiripan baik secara verbal maupun non verbal yakni santun, tutur bahasanya tertata, lugas dan secara reflek sama sama sering menggerakan tangan saat menjelaskan pesan atau narasinya. Cara komunikasi Anies Baswedan dan AHY sama sama komunikasi tingkat tinggi (high context), sebuah pola komunikasi yang pesannya lebih tersampaikan secara tidak langsung atau implisit, serta memiliki sematan pesan yang ingin disampaikan dari aspek non-verbal. Namun dari segi Semiotika, keduanya justru menunjukkan perbedaan yang cukup kontras. Sebelum konferensi pers dimulai AHY terlihat lebih canggung saat bertatap muka dengan Anies, sementara Anies terlihat lebih santai dan menikmati panggung di markas partai Demokrat. Selama berbicara di depan para jurnalis, saat menyebut nama Anies Baswedan, AHY hampir selalu melihat ke sosok Anies yang berada di sampingnya, sementara justru sebaliknya Anies jarang menoleh ke muka AHY saat menyebut nama putra sulung SBY tersebut. Hal ini bisa diartikan AHY sangat menghormati dan mengagumi sosok Anies Baswedan, padahal seharusnya peran itu harus dimanfaatkan AHY untuk mendapat sorotan lebih dari publik saat menerima Anies, terlebih AHY adalah Ketua Umum Partai Demokrat sementara Anies Baswedan saat ini bukan Ketum Parpol bahkan bukan anggota parpol sekalipun.

Anies Baswedan-AHY: Bukan Pertemuan Baru, Namun Mengesankan

Seperti layaknya sahabat lama yang kembali dipertemukan dalam sebuah acara reuni, Anies dan AHY saling memuji dan mengapresiasi satu sama lain. Keduanya menegaskan sudah saling berkomunikasi sejak lama bahkan saat keduanya belum menjadi politisi, yakni saat Anies masih aktif sebagai akademisi dan AHY saat masih aktif sebagai perwira TNI. Keduanya mengaku sudah sejak itulah sering bertukar pikiran dan berdiskusi tentang kondisi bangsa dan negara. Anies dan AHY juga sempat dipertemukan dalam Kontestasi Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 silam saat keduanya justru menjadi rival atau bersaing dalam melenggang ke kursi DKI 1. Anies mengklaim pertemuannya dengan AHY sangat mengesankan dan mantan rektor Universitas Paramadina tersebut juga mengisyarakatkan silaturahmi ini sebagai Awal yang baru yang nantinya secara bersama sama partai Demokrat akan menjalin kerjasama guna melahirkan Aliran Baru untuk Membangun Indonesia.

AHY: Kenangan Partai Demokrat dengan Anies Baswedan

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mendukung penuh sosok Anies Baswedan sebagai calon pemimpin Indonesia pada kontestasi pilpres 2024. Bahkan suami Anissa Pohan itu juga memberikan pujian atas kinerja Anies di akhir jabatannya sebagai Gubernur DKI saat turun langsung menangani banjir Jakarta. Menurut AHY, Anies adalah pemimpin yang baik di saat krisis (leadership in crisis). Anies Baswedan memang bukan orang baru di keluarga partai Demokrat. AHY menyebut Anies pernah menjadi bagian dari catatan sejarah Partai Demokrat saat Anies mengikuti Konvensi Capres yang diadakan partai Demokrat tahun 2013-2014 silam. Partai Demokrat mengakui kualitas Anies saat itu yang masuk tiga besar sebagai peserta konvensi capres partai Demokrat bersama Dahlan Iskan dan Gita Wiryawan. Meski bukan sebagai pemenang konvensi, kedekatan Anies dan Partai Demokrat saat menjadi kenangan mendalam yang tersimpan dalam catatan sejarah partai Demokrat.

Menanti Kejutan Anies – AHY versi Lembaga Survei

Sebuah survei mengejutkan dari The Republic Institute menunjukkan pasangan Anies-AHY unggul dalam simulasi tiga calon capres dan cawapres untuk Pemilu 2024 di Pulau Jawa. Pasangan ini mengalahkan pasangan Puan Maharani – Ganjar Pranowo. Sementara itu, di urutan ketiga diduduki oleh pasangan Prabowo Subianto  Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

Berdasarkan sebaran lokasi peta politiknya, pasangan Anies- AHY unggul di daerah Banten dengan prediski perolehan suara sebanyak 34,5 persen. Sementara Ganjar dan Puan hanya mendapat 22,1 persen. Namun, di Yogyakarya, pasangan Anies- AHY kalah dibanding Ganjar-Puan yakni 21,4 persen banding 28,6 persen. Dalam rilis yang digelar The Republic Institute pada 5 Oktober 2022 lalu, pasangan Anies-AHY diprediksi akan mendapat dukungan secara solid oleh lebih dari 50 persen basis pemilih partai Demokrat, lebih dari 38 persen basis pemilih partai Nasdem dan lebih dari 31 persen basis pemilih PKS. Tentu ini menjadi pemicu bagi relawan Anies-AHY dan parpol pengusung. Meski belum resmi dipasangankan sebagai Capres dan Cawapres 2021, partai Nasdem harus terus melakukan komunikasi politik dengan parpol lain seperti yang telah dilakukan sebelumnya yakni pertemuan Ketua Umum partai Nasdem Surya Paloh dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dan Presiden PKS Ahmad Syaikhu, bahkan tidak menutup kemungkinan dengan partai lainya lagi.

Penulis:

Ferdi Setiawan, S.TP

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Politik Universitas Paramadina

PKS TOLAK RUU KUP, TIDAK PENUHI PRINSIP KEADILAN DAN BERATKAN RAKYAT

Jakarta (30/9) – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI menolak hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang disepakati menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) karena tidak memenuhi prinsip keadilan dan memberatkan rakyat. Dalam pengambilan keputusan di Komisi XI FPKS memberikan catatan penolakan utamanya terhadap pengenaan pajak kebutuhan pokok, jasa Pendidikan, pelayanan sosial, jasa Kesehatan medis dan lainnya.

“Di saat berbagai insentif dan fasilitas perpajakan diberikan kepada masyarakat berpendapatan tinggi, Pemerintah justru terus mengejar sumber-sumber perpajakan dari masyarakat berpendapatan rendah. Sistem administrasi perpajakan yang tidak efisien terus menjadi permasalahan dalam pembangunan.” Disampaikan oleh Ecky Awal Munawar saat membacakan pandangan mini FPKS DPR RI di Komisi XI pada hari Rabu, (30/9/2021) di Jakarta.

Fraksi PKS tidak sepakat dengan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 11% yang akan diberlakukan mulai 1 April 2022, dan 12% berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025. Mendorong agar tarif Pajak Pertambahan Nilai setinggi-tingginya tetap 10%.

“Kenaikkan tarif PPN akan kontraproduktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional. Sumber PPN terbesar berasal PPN dalam negeri, berupa konsumsi masyarakat, dan PPN impor, yang merupakan konsumsi bahan modal dan bahan baku bagi industri. Artinya, kenaikkan tarif PPN tidak hanya melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga akan meningkatkan tekanan bagi perekonomian nasional” tegas Ecky.

Fraksi PKS berpendapat bahwa penghapusan barang dan jasa yang tidak dikenai PPN, seperti barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan dan dikonsumsi oleh rakyat banyak, jasa kesehatan medis, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, jasa keagamaan dan lainnya, akan membebani rakyat serta berdampak negatif terhadap kesejahteraan dan perekonomian. Seharusnya barang dan jasa tersebut masih dikecualikan sebagai barang dan jasa kena pajak, sehingga barang dan jasa tersebut bukan menjadi objek PPN

Anggota Komisi XI ini juga menambahkan, Fraksi PKS menolak pasal-pasal terkait dengan program pengungkapan sukarela wajib pajak sebagaimana yang dipahami publik sebagai program “tax amnesty jilid 2” karena menunjukan kebijakan perpajakan kita yang semakin timpang dan jauh dari prinsip-prinsip keadilan.

“Pada tahun 2016 Fraksi PKS secara resmi menolak tax amnesty yang didasari oleh sikap sesuai platform kebijakan pembangunan PKS dimana kebijakan perpajakan adalah menegakkan prinsip keadilan (fiscal justice).”

Kebijakan tax amnesty adalah kebijakan yang tidak mencerminkan prinsip tersebut. Pelaksanaan UU Pengampunan Pajak tahun 2016 tidak terbukti dapat meningkatkan penerimaan negara jangka panjang. Terbukti, pada periode 2018 rasio perpajakan hanya mencapai 10,2% dan 2019 hanya mencapai 9,8 %.