Angka Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2021 memecahkan rekor sepanjang sejara Indonesia, yaitu 57,2. Menurut Menteri Perindustrian, angka tersebut memperoleh kontribusi besar dari industri otomotif dan juga menunjukkan bahwa sektor industri secara umum telah memasuki tahap ekspansif.
“Keyakinan para pelaku industri ini didorong adanya pemberian relaksasi pajak barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM-DTP) yang telah memberikan dampak signifikan pada pemulihan sektor industri otomotif, sehingga meningkatkan kepercayaan dari pelaku industri,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat memberikan keynote speech pada Gaikindo International Automotive Conference secara daring, Selasa (16/11).
Kebijakan PPnBM-DTP ini memberikan dampak positif kepada berbagai sektor. Misalnya, pertumbuhan Industri Alat Angkutan yang pada triwulan III-2021 menunjukkan angka sangat memuaskan, yaitu mencapai 27,84%. Pertumbuhan dua digit dicetak oleh industri alat angkut selama dua triwulan berturut-turut.
Selanjutnya, dari segi penjualan, terdapat peningkatan hampir 50% dibanding tahun lalu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melaporkanpenjualan ritel periode Januari-September 2021 sebesar 600.344 unit, atau naik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 407.390 unit.
Kinerja ekspor kendaraan bermotor pada Januari-September 2021 juga sangat luar biasa. Ekspor kendaraan Completely Built-Up (CBU) naik 33% dari 155 ribu unit pada 2020 menjadi 207 ribu unit, dilengkapi dengan ekspor komponen yang naik 61%, dari 40 juta komponen di 2020 menjadi 65 juta di tahun ini. Pertumbuhan industri komponen pada Januari-September 2021 juga naik sekitar 40% dengan utilisasi saat ini sebesar 70%.
”Kebijakan PPnBM-DTP juga memberikan multiplier effect yang besar. Seperti yang disampaikan Bapak Menko Perekonomian, dengan pemerintah mengalokasikan Rp3 Triliun, bisa diperoleh benefit sebesar Rp19 Triliun dari program ini,” papar Menperin.
Sebagai kontributor utama terhadap PDB industri alat angkutan, industri otomotif di dalam negeri saat ini terdiri dari 21 perusahaan industri kendaraan bermotor roda 4 atau lebih, dengan nilai investasi sebesar Rp71,35 Triliun untuk kapasitas produksi sebesar 2,35 juta unit per tahun, dan menyerap tenaga kerja langsung sebesar 38 ribu orang, serta lebih dari 1,5 juta orang yang bekerja di sepanjang rantai nilai industri tersebut.
”Pertumbuhan kelas menengah yang cukup pesat serta rasio kepemilikan mobil yang masih cukup rendah (99 per 1000 penduduk) tentu menjadikan Indonesia sebagai pasar terbesar produk otomotif di ASEAN. Hal ini tentunya menjadi peluang bagi pengembangan dan industrialisasi kendaraan bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan sesuai dengan tren global,” jelas Menperin.
Pengembangan KBLBB
Pemerintah Indonesia telah menyatakan kesiapannya memasuki era kendaraan listrik. Hal ini dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Peta jalan pengembangan industri otomotif pun disesuaikan dengan upaya mengurangi emisi karbon. Strategi yang dilakukan adalah dengan menciptakan ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
Sebagai tindak lanjut Perpres tersebut, Kemenperin telah mengeluarkan dua peraturan Menteri Perindustrian. Pertama, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi Teknis, Roadmap EV dan Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Peraturan ini berfungsi sebagai petunjuk atau penjelasan bagi stakeholder industri otomotif terkat strategi, kebijakan dan program dalam rangka mencapai target Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor hub kendaraan listrik.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 28 Tahun 2020 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap sebagai bagian tahap pengembangan industrialisasi KBLBB di Indonesia.
”Hingga 2030, industri dalam negeri ditargetkan dapat memproduksi mobil listrik dan bis listrik sebanyak 600 ribu unit. Dengan angka tersebut, diharapkan konsumsi BBM dapat berkurang sebesar 3 juta Barrel serta menurunkan emisi CO2 sebanyak 1,4 juta Ton,” jelas Menperin. Target ini ditetapkan untuk mendukung pemenuhan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% pada tahun 2030.
Untuk memenuhi target tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73/2019 Jo PP 74/2021 yang merevisi aturan tarif PPnBM bagi kendaraan bermotor berdasarkan tingkat konsumsi bahan bakar dan emisi CO2.
Dalam PP tersebut, selain Battery Electric Vehicle (BEV) dan Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV) yang mendapatkan insentif tarif PPnBM sebesar 0%, insentif PPnBM juga diberikan terhadap teknologi kendaraan bermotor rendah emisi lainnya, seperti Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2), Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), serta Flexy Engine Vehicle yang berbahan bakar nabati (biofuel) 100 persen.
”Tentunya insentif PPnBM tersebut hanya diberikan untuk kendaraan bermotor produksi dalam negeri yang memenuhi persyaratan pendalaman manufaktur atau TKDN dalam rangka menarik investasi di sektor perakitan kendaraan bermotor, industri komponen, serta infrastruktur pendukungnya,” pungkas Menperin.