Bandung – Museum merupakan sarana pengembangan budaya sekaligus sarana pembelajaran yang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat, tak terkecuali bagi para difabel. Sayang, belum semua museum di Indonesia ramah bagi pengunjung difabel, khususnya pengunjung tunanetra. Berangkat dari kegelisahan ini, tim dosen dari Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Telkom University hadirkan workshop dan sosialisasi bertajuk Aksesibilitas Informasi dan Pemberdayaan Tunanetra dalam Menciptakan Brand Museum Ramah Disabilitas.
Diawali oleh sambutan secara virtual oleh Bunda Asuh Disabilitas Jawa Barat, Dr. Hj. Atalia Praratya, S.IP, M.I.Kom. “Hadirnya teknologi assistive di museum adalah solusi yang mengagumkan yang memungkinkan penyandang tunanetra untuk meraih kemandirian, akses informasi, dan kesempatan yang sama. Saya sangat mendukung dan mengapresiasi Universitas Telkom dengan segala inisiasinya,” ujar sosok yang akrab disapa Bu Cinta ini. “Saya harap hal ini dapat memberi akses yang adil untuk mereka yang hidup dengan keterbatasan pengelihatan,” sambungnya.
Kegiatan ini berlangsung di Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung dan dihadiri oleh Deddy Mulyana selaku Plt Kepala Museum, para edukator museum KAA, serta teman netra dari Yayasan Mata Hati Indonesia. Pada sesi pertama, para narasumber dari Telkom University memberikan pembekalan kompetensi komunikasi bagi edukator museum dalam berinteraksi dengan pengunjung tunanetra. Sesi kedua, teman-teman netra, perwakilan Museum KAA, dan dosen-dosen Telkom University “duduk bareng “ untuk merumuskan solusi dalam menciptakan museum yang ramah difabel.
“Ini merupakan sebuah penghormatan dan upaya pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas dalam mengakses informasi, mudah-mudahan apa yang telah kita bahas dalam FGD (focus group discussion) dapat terlaksana, tentunya dengan melibatkan teman-teman disabilitas,” ujar Dudi N. Rahimi, selaku Kepala Bidang Pengembangan Program Yayasan Mata Hati Indonesia.
“Museum Konperensi Asia Afrika sendiri masih berupaya mewujudkan museum yang ramah disabilitas secara bertahap. Mudah-mudahan setelah acara hari ini, Museum KAA dapat belajar lebih banyak untuk membuat museum kita ini menjadi lebih inklusif dan jadi lebih tahu tentang kebutuhan disabilitas netra,” timpal Wisnu selaku perwakilan edukator museum.
Setelah kegiatan workshop, sosialisasi dan FGD, teman-teman netra diajak berkeliling untuk menikmati suguhan berbagai saksi bisu sejarah peristiwa Konferensi Asia Afrika yang berlangsung di Kota Bandung 68 tahun silam. Acara pun semakin meriah oleh penampilan bakat dari teman-teman netra yang bersuara merdu, yaitu Delia yang memiliki pengalaman berduet bersama Yura Yunita, dan juga Atep Sulaeman.
Para dosen dari program studi S1 Ilmu Komunikasi dan Digital Public Relations Telkom University berkomitmen untuk terus berupaya mengembangkan riset agar program pengabdian ini dapat berlangsung secara kontinyu demi terwujudnya salah satu poin dari Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam mempromosikan kesetaraan, pendidikan, komunitas berkelanjutan, dan kemitraan. []