Jakarta – Sejak Pemerintah Amerika Serikat (AS) memulai proses peninjauan kembali (review) pada bulan April 2018 atas fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan kepada beberapa negara termasuk Indonesia, pemerintah Indonesia secara aktif melakukan serangkaian konsultasi dengan kantor United States Trade Representative (USTR), yang disambut positif oleh Pemerintah AS.
Konsultasi dilakukan tidak hanya melalui komunikasi jarak-jauh, tetapi juga pertukaran kunjungan pejabat senior maupun pejabat tinggi kedua negara. Di pihak Indonesia, upaya ini melibatkan berbagai kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekenomian, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informasi, dan Otoritas Jasa Keuangan, serta Kedutaan Besar RI di Washington, DC.
Berbagai upaya yang dilakukan sejak tahun 2018 itu akhirnya membuahkan hasil pada 30 Oktober 2020 saat AS menyatakan bahwa proses peninjauan kembali untuk Indonesia dinyatakan selesai dan Indonesia akan tetap mendapatkan fasilitas GSP. Hasil peninjauan kembali tersebut diumumkan secara resmi melalui laman situs USTR https://ustr.gov/about-us/policy-offices/press-office/press- releases/2020/october/ustr-announces-gsp-enforcement-action-country-successes-and-new- eligibility-reviews dan surat dari Ambassador USTR, Robert Lighthizer, kepada Menko Bidang Maritim dan Investasi tertanggal 30 Oktober 2020.
“Hasil akhir yang positif dari proses peninjauan kembali fasilitas GSP untuk Indonesia ini tentunya memberikan kepastian baik bagi eksportir Indonesia maupun importir AS bahwa mereka dapat melanjutkan bahkan meningkatkan kegiatan bisnisnya. Ini tentunya perkembangan yang positif di tengah upaya kita untuk memperkecil dampak pandemi Covid-19 bagi perekonomian Indonesia maupun AS,” ungkap Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
Mendag Agus lebih lanjut menegaskan bahwa selama proses peninjauan kembali berlangsung sejak tahun 2018, fasilitas GSP tetap dapat dinikmati Indonesia, dan keputusan akhir dari proses peninjauan kembali ini mempertegas bahwa Indonesia tetap dapat menikmati fasilitas ini untuk beberapa tahun ke depan. Fasilitas GSP ini diberikan dalam bentuk pengurangan tarif bea masuk pada sejumlah produk Indonesia yang dinilai kurang berdaya saing di pasar AS dibanding produk yang sama atau sejenis dari negara lain di pasar AS.
GSP adalah program preferensi penurunan tarif bea masuk yang diterapkan secara unilateral oleh AS kepada negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2019, ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat senilai USD 2,61 miliar, atau setara 13,1 persen dari total ekspor Indonesia ke AS (USD 20,15 miliar). Produk utama Indonesia yang menikmati fasilitas GSP di AS ini mencakup travel goods/tas (USD 408,2 juta), perhiasan (USD 392,1 juta), produk elektronik (USD 282 juta), ban kendaraan (USD 244,5 juta) dan furnitur (USD 147,9 juta). Indonesia adalah negara yang paling besar memanfaatkan program GSP di AS setelah Thailand. Di tahun 2019, total nilai tariff saving yang seharusnya dibayarkan oleh importir AS atas impor dari Indonesia mencapai USD 142,1 juta. Besarnya manfaat dari tariff saving tersebut turut membuahkan dukungan dunia usaha AS agar Indonesia tetap mendapatkan GSP.
“Selanjutnya, saya mengajak pelaku usaha termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk terus mengoptimalkan fasilitas GSP ke AS karena utilisasi GSP Indonesia saat ini masih belum maksimal. Dari 3,572 pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP, Indonesia baru memanfaatkannya untuk 729 pos tarif barang saja, atau sekitar 20,4 persen. Oleh sebab itu, Kemendag akan terus bekerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait serta pelaku usaha dan industri agar dapat meningkatkan variasi ekspor dan memanfaatkan pasar AS yang masih terbuka,” tegas Mendag.
Hingga bulan Agustus tahun 2020, nilai ekspor GSP Indonesia ke AS tercatat senilai USD 1,87 miliar, atau naik 10,6 persen dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Di tahun 2019, AS telah mencabut status GSP bagi India, Turki, dan Thailand (parsial), sehingga memberikan keunggulan komparatif bagi produk ekspor Indonesia dan berpeluang besar menjadi negara pengguna GSP terbesar di AS.
Informasi lebih lanjut hubungi: Ari Satria
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan
Email: pusathumas@kemendag.go.id
–selesai–
Ni Made Ayu Marthini Direktur Perundingan Bilateral
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan
Email: made.ayu@kemendag.go.id