Kementerian Perindustrian terus memacu produktivitas dan daya saing industri keramik di tanah air. Sebab, sektor ini mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan di dalam negeri seiring dengan ketersediaan sumber daya alam yang dijadikan bahan baku, tersebar di sejumlah daerah.
“Secara kapasitas dan kemampuan, industri keramik kita telah mampu memenuhi kebutuhan nasional. Namun demikian, kami juga mendorong pemanfaatan teknologi guna menciptakan produk yang inovatif dan kompetitif,” kata Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam, Adie Rochmanto Pandiangan di Jakarta, Minggu (6/12).
Adie menyebutkan, sejumlah kebijakan strategis yang telah dijalankan pemerintah dalam rangka mendongkrak daya saing industri keramik nasional terhadap ancaman produk impor, antara lain adalah penerapan safeguard atau pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengaman (BMTP) terhadap impor produk ubin keramik. Selain itu, pemberlakuan harga gas bumi untuk sektor industri sebesar USD6 per MMBTU.
“Upaya pemerintah yang telah dilakukan tersebut, sangat mendongkrak pemulihan kinerja industri keramik nasional dan dirasakan juga manfaatnya dengan adanya peningkatan permintaan pasar dalam negeri maupun ekspor,” paparnya.
Saat ini, utilisasi produksi nasional dari sektor industri keramik mulai melonjak hingga 65% pada November 2020. “Diharapkan akan terus meningkat sampai dengan akhir tahun 2020 sebesar 70% dari sebelumnya hanya utilisasi hanya berkisar 45%-50% karena pandemi Covid-19,” jelas Adie.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam optimistis pada kebijakan yang telah diterbitkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan industri di tengah masa pandemi saat ini. “Kami mengapresiasi kepada sektor industri manufaktur dalam negeri, termasuk industri keramik yang telah menunjukkan keuletan dan mampu memanfaatkan peluang rebound dengan dukungan pemerintah,” tuturnya.
Khayam menegaskan, pihaknya akan terus berupaya melaksanakan langkah-langkah kebijakan strategis yang merupakan program kementerian, di antaranya melalui program substitusi impor 35% pada tahun 2022 untuk mendukung pemulihan industri nasional, serta mewujudkan sektor industri yang maju dan berdaya saing.
Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) mengemukakan, pemulihan industri keramik di tanah air terlihat dari hasil kinerja ekspornya. Sepanjang Januari-September 2020, pengapalan produk keramik nasional mencapai USD49,8 juta atau meningkat 24%, dan secara volume menembus angka 12,8 juta m2 atau melonjak 29%.
“Kinerja ekspor selama sembilan bulan di tahun ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2016,” kata Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto. Peningkatan nilai ekspor tersebut, menurutnya, karena membaik dan meningkatnya daya saing industri keramik dengan harga gas baru dan mulai dibukanya lockdown di negara-negara tujuan ekspor.
Adapun lima negara tujuan ekspor utama untuk produk keramik nasional, yaitu ke Filipina, Malaysia, Taiwan, Thailand dan Amerika Serikat. “Lonjakan ekspor terjadi dengan tujuan negara Amerika Serikat mencapai 130%, Filpina sekitar 60% dan Taiwan 40%,” sebut Edy. Peningkatan ekspor di luar lima negara tujuan utama tersebut, juga terjadi di Australia dengan mencapai 50%.
“Permintaan ekspor ke Amerika Serikat meningkat tajam untuk produk-produk keramik segmen premium, di mana beberapa anggota Asaki telah mengadopsi teknologi terkini dan tercanggih saat ini untuk memproduksi keramik big slab (ukuran jumbo) beserta produk-produk olahan lainnya yang memberikan nilai tambah,” papar Edy.
Capaian ini juga membuktikan bahwa secara skill SDM industri maupun kualitas bahan baku lokal mampu bersaing dengan produk keramik sejenis dari negara Eropa.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.