Jakarta, Kominfo Newsroom – Tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin telah meletakkan dua model pendekatan dalam upaya membangun Papua. Pertama adalah pendekatan infrastruktur, dan kedua pendekatan Sumber Daya Manusia (SDM).
Kedua pendekatan tersebut diharapkan menjadi dasar pembangunan di Bumi Cendawasih yang akan terus berlanjut.
Demikian ditegaskan Deputi V Bidang Keamanan dan Hak Asasi Manusia Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani di Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Jaleswari pun berberharap pemerintah daerah di Papua menindaklanjuti dasar yang telah dibangun tersebut dengan terus mendekatkan diri serta membangun pola komunikasi dua arah dengan masyarakat yang tersebar di seluruh pelosok bumi Cendrawasih.
“Di samping itu juga yang terpenting adalah bagaimana pelayanan publik dan pemenuhan hak-hak masyarakat, terus dikedepankan,” ujarnya.
Dalam setiap kesempatan, Presiden Joko Widodo selalu menegaskan bahwa paradigma pembangunan nasional saat ini bukan Jawa atau Sumatra sentris, namun harus beriorentasi “Indonesia Sentris”. Maka itu sejak awal pemerintahannya, Kepala Negara telah berkomitmen membangun Indonesia Sentris yang dimulai dari tanah Papua.
“Kunjungan Bapak Presiden sudah sampai 15 kali ke Papua. Itu penting karena Kepala Negara melihat berdasarkan data-data dan fakta,” kata Jaleswari.
Pendekatan infrastruktur dilakukan dari hal yang paling dasar, mulai dari pendidikan hingga pelayanan kesehatan. Karena itu, ujar Jaleswari, sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi periode pertama hingga kedua bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin, komitmen menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tak terkecuali di Papua dan Papua Barat, terus terjaga.
“Komitmen itu bukan sekedar retorika, tapi beliau hadirkan lewat Instruksi Presiden (Inpres) percepatan pembangunan kesejahteraan Papua dan Papua Barat, jadi bukan sekedar komitmen kunjungan ke sana yang sudah 15 kali, tapi lewat terbitnya regulasi-regulasi yang mendukung itu,” ungkap Jaleswari.
Regulasi-regulasi itu semua ada dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJM), bahkan khusus Papua itu menjadi program prioritas nasional (PSN).
“Regulasi itu di antaranya Inpres Nomor 9 Tahun 2020 yang awalnya adalah Inpres Nomor 9/2017. Dengan Inpres 9/2020, kini ada 43 KL yang wajib ikut serta melakukan percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat,” lanjut Jaleswari.
Petingnya Pembangunan SDM Papua
Komitmen pemerintah dalam pembangunan di tanah Papua bukan hanya sekedar memastikan tersedianya infrastruktur saja, namun juga memastikan penguatan Sumber Daya Manusia.
“Selalu Presiden katakan, kita jangan hanya pendekatan keamanan saja tapi pendekatan kesejahteraan. Bagaimana orang asli Papua (OAP) dengan kebijakan afirmatifnya bisa mendapatkan pemenuhan hak yang selama ini mungkin belum optimal, termasuk pendekatan budaya,” jelas Jaleswari.
Karen itulah pemerintah dikatakan Jaleswari memastikan jika pembangunan SDM bukan hanya harus terpenuhi soal hak pendidikan serta kesehatan dan lain sebagainya, namun juga pendampingan secara berkelanjutan, di samping alokasi-alokasi anggaran yang harus tepat sasaran.
“Kita semua tahu bagaimana keputusan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Papua hingga kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga bisa sukses terwujud di sana, itu bukti bahwa jika komitmen seperti yang dijalankan pemerintahan Presiden Joko Widodo dijalankan dengan maksimal maka tidak mustahil pembangunan nasional Indonesia terwujud,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan dan Wawasan Kebangsaan Sekretariat Wakil Presiden RI, Felix Wanggai pun menegaskan jika pemerintah telah meletakkan fondasi pembangunan di tanah Papua, bahkan hingga 20 Tahun ke Depan.
“Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin telah meletakkan fondasi untuk Papua ke depan. Artinya dalam 8 tahun terakhir ini dan fondasi itu menjadi penting untuk kita masyarakat Papua. Nantinya, kebijakan itu akan disebut rencana induk percepatan pembangunan Papua 2022-2041,” katanya.
Keistimewaan dari aturan tersebut, katanya, akan menjadi acuan dalam perumusan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) dan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Ada target-target yang harus dipenuhi oleh pemangku kepentingan terkait.
“Sebuah rencana induk yang menjadi pegangan bagi kita semua. Baik di kementerian, lembaga, pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota,” kata Velix.
Dilanjutkannya bahwa dengan kebijakan pemerintah yang meningkatkan sebesar 2,25 persen dana otonomi khusus (otsus) dari plafon dana alokasi umum (DAU) nasional akan membuat banyak perubahan positif di Papua.
Adanya gelontoran anggaran itu, katanya, akan menjadi alasan yang kuat dalam mempererat komunikasi antara pemerintah pusat dengan seluruh pemerintah daerah di Papua, dalam rangka mendorong percepatan pembangunan di berbagai bidang.
“Menjadi bagian untuk mempermudah melakukan sinkronisasi melalui anggaran tersebut. Dan koordinasi antara pusat dan pemerintah daerah,” kata Velix.
Dari kebijakan Otonomi Daerah (OTDA), pemerintah membuktikan pelayanan publik semakin dekat dengan masyarakat. Kemudahan itu akan membawa dampak terhadap pertumbuhan perekonomian Papua.
“Semua kalangan masyarakat dapat dipenuhi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah,” imbuh Velix.
Dari sisi ke kebudayaan, pemerintah pun dikatakannya telah menggunakan pedekatan berbasis kearifan lokal dan adat . “Memiliki kontekstual terhadap kearifan lokal yang kemudian melihat membedakan persoalan-persoalan mendasar yang ada di tanah Papua,” pungkas Velix.