Pada Bulan Mei 2021, publik dan dunia usaha menyambut antusias menyambut corporate action dengan mergernya start up unicorn Tokopedia dengan decacorn Gojek, dan selanjutnya melahirkan entitas bisnis GoTo. Antusiasme ini tidak lepas dari data mentereng kedua bisnis tersebut. Dengan data resmi lebih dari 1,8 miliar transaksi pada tahun 2020 dan terjadi perputaran ekonomi lebih dari 22 milyar dollar AS atau setara dengan 314 triliun rupiah. Angka bisnis ini memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sekitar 2%, dengan angka PDB Rp. 15.434,2 triliun pada tahun tersebut.
Tanggal 30 Maret 2022 secara efektif GoTo mengumumkan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Nilai penawaran umum perdana saham dan penjatahan lebih yang ditawarkan kepada investor adalah sebesar Rp. 15,8 triliun. Hal ini menjadikan IPO GoTo sebagai IPO terbesar ketiga di Asia serta kelima di dunia sepanjang tahun 2022. Harga IPO yang ditetapkan di batas atas kisaran Rp. 338,- per lembar saham, yang mencerminkan kapitalisasi pasar mencapai Rp. 400,3 triliun.
Bagaimana sebenarnya kondisi fundamental dan proyeksi saham GoTo ini?
Ada 2 (dua) cara yang bisa dilakukan untuk analisa fundamental saham. Pertama dengan cara analisa fundamental saham dengan metode top down. Indikator yang digunakan adalah indikator makro dan analisis sektoral. Indikator makro, kita lihat berapa PDB Indonesia, jumlah pengangguran, Inflasi, dan suku bunga acuan. Dari sisi makro ini, indikator menunjukkan kalau kondisi pasar Indonesia sangat kuat. PDB Indonesia masih menduduki nomor 15 besar dunia dan jumlah penduduk terbesar nomor 4 dengan 271 juta orang. Sedangkan dari sisi analisis sektoral, kondisi pandemi ini memunculkan pergeseran kebiasaan pasar, sehingga sektor-sektor bisnis yang bergerak di bidang e-commerce dan teknologi mengalami kemajuan yang pesat.
Analisa fundamental saham yang kedua, adalah dengan metode bottom up. Dengan metode ini, kita analisa melihat saham yang akan menjadi koleksi, berdasarkan kinerja perusahaan dan laporan keuangan. Selanjutnya yang menjadi keyakinan investor adalah proyeksi ke depannya. Dalam kondisi ini, walaupun saham GoTo masih mencatatkannya kerugian dalam laporan keuangan berjalan, per September 2021 mencatat rugi berjalan 11,58 triliun, tapi mempunyai nilai strategis dalam hal proyeksi ke depannya. Hal selanjutnya yang perlu dianalisa adalah perbandingan harga saham, untuk melihat apakah saham yang kita beli memiliki nilai tinggi sehingga berpotensi memberi profit atau tidak. Indikator ini bisa dilihat dalam price to earning ratio (PER), atau rasio harga saham terhadap laba bersih per saham.
Sebagai komparasi dan kajian kritis, kita misalnya, bisa melihat pergerakan saham Bukalapak. Dimana Bukalapak melakukan Initial Public Offering (IPO) pada tanggal 6 Agustus 2021, dengan nilai penawaran mencapai Rp. 21,9 triliun, terbesar sepanjang sejarah pada waktu itu. Harga saham yang ditawarkan senilai Rp. 850 per lembar saham. Kalau kita lihat harga saham per bulan Maret 2022, harganya anjlok sekitar 70% menjadi Rp. 258 per lembar saham. Bahkan sempat dilakukan lock up, dimana saham ini tidak boleh diperjualbelikan agar stabilitas harga tetap terjaga.
Sekarang bagaimana dengan potensi saham GoTo? Setelah ditawarkan dengan harga IPO sebesar Rp. 338 per lembar, saham GoTo sempat melesat 23% pada awal April, menjadi sebesar Rp. 416 per lembar. Tetapi kemudian harga saham kembali anjlok ke harga awal memasuki Minggu ketiga April 2022. Bahkan pada tanggal 25 April 2022, kembali melemah menjadi Rp. 328 per lembar, bahkan lebih rendah dari harga penawaran awal. Manajemen GoTo harus bisa mengoptimalkan potensi pasar yang ada, memperbaiki kinerja perusahaan, dan membuat proyeksi keuangan yang lebih presisi, sehingga saham GoTo akan menjadi lebih menarik untuk menjadi koleksi investor jangka panjang, dibandingkan investor yang hanya mencari short term gain. Keyakinan investor seperti inilah yang akan tetap membuat saham GoTo terus naik, dan potensi melesat. Tetapi, kalau menajemen GoTo gagal memberikan keyakinan kepada para investor, ini akan memberikan sentimen negatif terhadap harga saham yang ada, sehingga potensi terjadi bubble harga. *Jadi, selanjutnya apakah saham GoTo akan menjadi melesat atau menjadi bubble, tergantung seberapa jauh manajemen bisa memberikan keyakinan terhadap para investor. []
Penulis :
Ajib Hamdani (Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia)