Menarik mencermati gebrakan langkah korporasi yang dibuat oleh Gojek dan Tokopedia untuk bergabung, menjadi satu entitas bisnis, GoTo. Tokopedia merupakan startup unicorn dari Indonesia, dan Gojek menyandang predikat yang lebih mentereng sebagai decacorn. Merger kedua bisnis e-commerce dan ride hailing ini tak pelak akan membumbungkan nilai valuasi dan meningkatkan penguasaan market ekonomi Indonesia.
Mencuplik dari data GoTo, dengan lalu lintas transaksi lebih dari 1,8 miliar pada tahun 2020, lebih dari 2 juta mitra driver, lebih dari 11 juta mitra usaha (merchant), dan lebih dari 100 juta pengguna aktif bulanan (Monthly Active User/MAU), terjadi perputaran ekonomi yang luar biasa mencapai lebih dari 22 miliar dollar atau setara dengan 314 triliun rupiah. Kalau dibandingkan data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2020 sebesar 15.434,2 triliun rupiah, perputaran di GoTo memberikan kontribusi sekitar 2%.
Layanan GoTo ini tentunya akan memberikan beberapa keuntungan untuk ekonomi nasional, minimal dalam 2 hal. Pertama, digitalisasi ekonomi dan kemudahan bagi konsumen. Hal ini akan memberikan harga terbaik buat konsumen dan seluruh masyarakat Indonesia atas kebutuhan konsumsi yang dibutuhkan. Persaingan menjadi sangat bebas dari sisi produsen. Efek selanjutnya adalah menjadi bagian instrumen yang bisa menekan inflasi. Karena persaingan terjadi secara sempurna untuk seluruh pelaku ekonomi.
Kedua, keuntungan secara nasional adalah potensi penerimaan pajak yang bisa ditingkatkan dengan pengawasan tax compliance seluruh pelaku ekonomi yang masuk dalam ekosistem bisnis GoTo. Produsen akan diketahui omsetnya. Sisi lain, konsumen akan diketahui kemampuan belanjanya, sehingga bisa diukur berapa penghasilan normal per bulannya. Digitalisasi menjadi alat buat negara untuk mempermudah pengawasan. Tetapi, hal ini dengan catatan, tax officer mengeluarkan regulasi bersifat mandatory untuk membuat koneksi database GoTo dengan sistem perpajakan Indonesia.
Kisaran tax ratio sebesar 8% pada tahun 2020 akan terdongkrak pada tahun-tahun mendatang.
Di sisi lain, ada “ancaman” secara ekonomi nasional yang harus diwaspadai dalam proses bisnis ini, minimal atas 2 hal. Pertama, bagaimana kesiapan UKM di Indonesia. Penopang lebih dari 60% PDB ini sangat rentan dengan persaingan yang bebas dan terbuka. Karena UKM di Indonesia menghadapi beberapa masalah mendasar, diantaranya rendahnya produktivitas dan tingginya Harga Pokok Produksi (HPP) karena proses ekonomi yang tidak efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Presiden Jokowi selalu mengingatkan gagasan besarnya untuk melakukan peningkatan kualitas SDM dan juga deregulasi. Sepanjang UKM Indonesia masih berkutat dengan masalah-masalah ini, produk asing akan membanjiri Indonesia. Dan trend inilah yang sudah mulai terjadi.
Kedua, siapakah pemilik mayoritas dalam struktur bisnis GoTo ini. Tokopedia dan Gojek adalah 2 perusahaan yang secara ikonik menjadi representasi Indonesia, karena para founders nya adalah orang Indonesia. Dalam perjalanan bisnis selanjutnya, apakah pemegang saham mayoritas masih orang-orang Indonesia? Karena secara bisnis, selanjutnya ini akan menentukan mengalirnya arus uang yang menjadi keuntungan atas siklus ekonomi di ekosistem bisnis ini, apakah akan tetap mengalir di dalam negeri, atau justru mempermulus aliran uang ke luar negeri.
Dengan melihat potensi keuntungan dan “ancaman” yang jelas di depan mata, apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah? Dengan infrastruktur BUMN serta kewenangan regulasi yang dimiliki, pemerintah seharusnya mengakselerasi pembuatan digital platform yang bisa menjadi penyeimbang. Karena tujuan dari BUMN, selain financially profit, juga untuk social welfare. Pemerintah bisa memainkan peran ekonomi terbaik pada saat dibutuhkan untuk kepentingan masyarakat luas dan kepentingan ekonomi nasional.
Jakarta, 18 Mei 2021
Ajib Hamdani (Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI)