Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 November 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%. Keputusan ini mempertimbangkan prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia tetap berkomitmen untuk mendukung penyediaan likuiditas, termasuk dukungan Bank Indonesia kepada Pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN Tahun 2020. Di samping keputusan tersebut, Bank Indonesia menempuh pula langkah-langkah sebagai berikut:
-
Melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
-
Memperkuat strategi operasi moneter untuk mendukung stance kebijakan moneter akomodatif.
-
Mempercepat pengembangan pasar valas domestik melalui penguatan pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) untuk meningkatkan likuiditas dan mendorong pendalaman pasar keuangan sebagai implementasi Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025.
- Melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0%, Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94% dengan parameter disinsentif sebesar 0%, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, dan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan properti sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.
- Memperkuat kebijakan makroprudensial untuk mendorong pembiayaan inklusif, khususnya kepada UMKM.
-
Memperkuat digitalisasi sistem pembayaran untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi melalui berbagai inisiatif transformasi digital, seperti:
- perluasan akses UMKM dan masyarakat kepada layanan ekonomi dan keuangan digital dengan dukungan kolaborasi antara bank dan fintech di seluruh Indonesia;
- perluasan akseptasi digital secara spasial dengan memperkuat sinergi kebijakan elektronifikasi keuangan dengan seluruh Pemerintah Daerah dan melanjutkan perluasan akseptasi pembayaran digital melalui kampanye Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di seluruh wilayah Indonesia.
- Mendukung pemulihan ekonomi melalui kebijakan sistem pembayaran:
- perpanjangan masa berlaku kebijakan penurunan biaya layanan SKNBI dan penurunan batas minimum pembayaran serta nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit;
- penurunan biaya layanan Sistem BI-RTGS.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap prospek perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu untuk menentukan langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan dalam mempercepat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Perbaikan perekonomian global berlanjut setelah pada triwulan III 2020 tumbuh lebih baik. Pertumbuhan ekonomi dunia pada triwulan III 2020 di banyak negara mulai membaik didorong oleh stimulus kebijakan dan peningkatan mobilitas. Ekonomi Tiongkok tumbuh positif, sedangkan perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS), kawasan Eropa, dan Jepang lebih tinggi dari prakiraan awal. Sejumlah indikator dini pada Oktober 2020 mengindikasikan berlanjutnya perbaikan ekonomi global. Hal ini tercermin dari meningkatnya mobilitas masyakarat, berlanjutnya ekspansi PMI manufaktur dan jasa di AS dan Tiongkok, serta membaiknya keyakinan konsumen dan bisnis di AS dan kawasan Eropa. Ke depan, perbaikan ekonomi global diperkirakan terus berlanjut didukung oleh meningkatnya mobilitas masyarakat dan berlanjutnya stimulus kebijakan. Perbaikan ekonomi global ini mendorong kenaikan volume perdagangan dunia dan harga komoditas yang lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global menurun didorong oleh ekspektasi positif terhadap prospek perekonomian global dan meredanya ketidakpastian pemilu AS. Perkembangan ini kembali meningkatkan aliran modal ke negara berkembang dan mendorong penguatan mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi domestik juga membaik sejalan meningkatnya realisasi stimulus fiskal dan mobilitas masyarakat, serta membaiknya permintaan global. Ekonomi Indonesia pada triwulan III 2020 membaik yang tercermin pada pertumbuhan sebesar 5,05% (qtq) dari kontraksi 4,19% (qtq), atau berkurangnya kontraksi pertumbuhan menjadi 3,49% (yoy) dari 5,32% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Meningkatnya realisasi stimulus dan membaiknya mobilitas masyarakat menopang perbaikan permintaan domestik secara bertahap baik konsumsi maupun investasi. Sementara itu, kinerja ekspor juga membaik, didorong permintaan global terutama dari AS dan Tiongkok. Perbaikan ekonomi domestik yang terus berlanjut tercermin pada perkembangan positif sejumlah indikator pada Oktober 2020, seperti mobilitas masyarakat, penjualan eceran nonmakanan dan online, PMI Manufaktur, serta pendapatan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat pada 2021 didorong oleh membaiknya perekonomian global serta akselerasi realisasi anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kemajuan dalam program restrukturisasi kredit, serta berlanjutnya stimulus moneter dan makroprudensial Bank Indonesia. Bank Indonesia melalui bauran kebijakannya akan terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dan otoritas terkait agar berbagai kebijakan yang ditempuh semakin efektif mendorong pemulihan ekonomi.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal. NPI triwulan III 2020 diprakirakan mencatat surplus, didorong oleh perbaikan transaksi berjalan dan transaksi modal dan finansial yang kembali surplus. Surplus neraca perdagangan meningkat yang bersumber dari perbaikan ekspor seiring dengan pemulihan ekonomi global dan penyesuaian impor akibat permintaan domestik yang belum kuat. Sementara itu, surplus transaksi modal dan finansial didorong oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan dengan besarnya likuiditas global, tingginya daya tarik aset keuangan domestik, dan terjaganya keyakinan investor terhadap prospek perekonomian domestik. Perkembangan positif ini berlanjut pada Oktober 2020 didukung oleh neraca perdagangan yang kembali mencatat surplus sebesar 3,61 miliar dolar AS dan berlanjutnya aliran masuk modal asing. Pada periode Oktober hingga 16 November 2020, investasi portofolio mencatat net inflows sebesar 3,68 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Oktober 2020 tetap tinggi, yakni 133,7 miliar dolar AS, setara pembiayaan 9,7 bulan impor atau 9,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan keseluruhan tahun 2020 diprakirakan tetap rendah, di bawah 1,5% dari PDB. Pada 2021, defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap terkendali sehingga terus mendukung ketahanan sektor eksternal.
Nilai tukar Rupiah menguat didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik. Nilai tukar Rupiah pada 18 November menguat 3,94% (ptp) dibandingkan dengan level Oktober 2020. Perkembangan ini melanjutkan penguatan pada bulan sebelumnya sebesar 1,74% (ptp) atau 0,67% secara rerata dibandingkan dengan level September 2020. Penguatan Rupiah didorong peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik seiring dengan turunnya ketidakpastian pasar keuangan global dan persepsi positif investor terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik. Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 18 November 2020 mencatat depresiasi sekitar 1,33% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2019. Ke depan, Bank Indonesia memandang penguatan nilai tukar Rupiah berpotensi berlanjut seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued. Hal ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun, serta likuiditas global yang besar. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah sejalan permintaan yang belum kuat dan pasokan yang memadai. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Oktober 2020 tercatat 0,07% (mtm) sehingga inflasi IHK sampai Oktober 2020 tercatat 0,95% (ytd). Secara tahunan, inflasi IHK tercatat rendah, yakni sebesar 1,44% (yoy), sedikit meningkat dari inflasi September 2020 sebesar 1,42% (yoy). Inflasi inti melambat sejalan pengaruh permintaan domestik yang belum kuat, konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi pada kisaran target, harga komoditas dunia yang rendah, dan stabilitas nilai tukar yg terjaga. Inflasi kelompok administered prices tetap rendah terutama didorong oleh penurunan tarif listrik dan berlanjutnya penurunan tarif angkutan udara. Sementara itu, inflasi kelompok volatile food meningkat karena faktor musiman akibat kenaikan harga komoditas hortikultura seiring dengan berlalunya musim panen. Bank Indonesia memprakirakan inflasi 2020 lebih rendah dari batas bawah target inflasi dan kembali ke sasarannya 3,0% ± 1% pada 2021. Bank Indonesia konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna mengendalikan inflasi sesuai kisaran targetnya.
Sejalan dengan kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif yang ditempuh Bank Indonesia, kondisi likuiditas tetap longgar sehingga mendorong suku bunga terus menurun dan mendukung pembiayaan perekonomian. Hingga 17 November 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sekitar Rp680,89 triliun, terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp510,09 triliun. Longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 30,65% pada Oktober 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga PUAB overnight, sekitar 3,29% pada Oktober 2020. Longgarnya likuiditas serta penurunan BI7DRR berkontribusi menurunkan suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Oktober 2020 dari 5,18% dan 9,44% pada September 2020 menjadi 4,93% dan 9,38%. Imbal hasil SBN 10 tahun turun dari 6,58% pada akhir Oktober 2020 menjadi 6,13% per 18 November 2020. Dari besaran moneter, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Oktober 2020 meningkat, yaitu sebesar 18,5% (yoy) dan 12,5% (yoy). Ke depan, ekspansi moneter Bank Indonesia serta percepatan realisasi anggaran dan program restrukturisasi kredit perbankan diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional.
Sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia dengan akselerasi stimulus fiskal Pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional terus diperkuat. Bank Indonesia melanjutkan komitmen untuk pendanaan APBN Tahun 2020 melalui pembelian SBN dari pasar perdana dalam rangka pelaksanaan UU No.2 Tahun 2020, baik berdasarkan mekanisme pasar maupun secara langsung, sebagai bagian upaya mendukung percepatan implementasi program PEN, dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Sampai dengan 17 November 2020, Bank Indonesia telah membeli SBN di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020, sebesar Rp72,49 triliun, termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private Placement. Sementara itu, realisasi pendanaan dan pembagian beban untuk pendanaan Public Goods dalam APBN Tahun 2020 oleh Bank Indonesia melalui mekanisme pembelian SBN secara langsung sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020, berjumlah Rp270,03 triliun. Selain itu, Bank Indonesia juga telah merealisasikan pembagian beban dengan Pemerintah untuk pendanaan Non Public Goods-UMKM sebesar Rp114,81 triliun sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020. Dengan sinergi ini, Pemerintah dapat lebih memfokuskan pada upaya akselerasi realisasi APBN Tahun 2020 untuk mendorong pemulihan perekonomian nasional.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari berlanjutnya dampak COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan triwulan III 2020 tetap tinggi yakni 23,41%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 3,15% (bruto) dan 1,07% (neto). Namun demikian, fungsi intermediasi dari sektor keuangan masih lemah sejalan dengan permintaan domestik yang belum kuat dan kehati-hatian perbankan akibat berlanjutnya pandemi COVID-19. Pertumbuhan kredit pada triwulan III 2020 tercatat sebesar 0,12% (yoy) sedangkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat 12,88% (yoy). Perkembangan terkini menunjukkan pertumbuhan kredit terkontraksi 0,47% (yoy) pada Oktober 2020, sedangkan DPK tumbuh 12,12% (yoy). Ke depan, intermediasi perbankan diprakirakan mulai membaik sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi nasional. Kinerja korporasi membaik, tercermin pada peningkatan indikator penjualan dan kemampuan bayar di mayoritas dunia usaha pada triwulan III 2020, dan diprakirakan berlanjut didorong oleh perbaikan ekonomi domestik dan global. Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif, dengan senantiasa memperkuat sinergi dan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas keuangan lainnya, untuk mendorong pemulihan kinerja intermediasi perbankan dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi.
Transaksi Sistem Pembayaran baik tunai maupun nontunai menunjukkan peningkatan sejalan dengan perbaikan ekonomi, disertai dengan percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan. Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh meningkat dari 7,20% (yoy) pada September 2020 menjadi 14,61% (yoy) sehingga pada Oktober 2020 tercatat Rp806,8 triliun. Transaksi pembayaran menggunakan ATM, Kartu Debet, dan Kartu Kredit menunjukkan perbaikan dengan lebih rendahnya kontraksi pertumbuhan dari 5,58% (yoy) pada September 2020 menjadi 3,97% (yoy) pada Oktober 2020. Di lain pihak, transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap tumbuh positif sejalan dengan penggunaan platform dan instrumen digital di masa pandemi, serta kuatnya preferensi dan akseptasi masyarakat akan transaksi digital. Nilai transaksi UE pada Oktober 2020 tetap tumbuh positif sebesar 14,80% (yoy). Nilai transaksi digital banking mencatat pertumbuhan positif sebesar 10,50% (yoy) pada September 2020. Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan tren digitalisasi akan terus berlanjut sehingga memandang pentingnya dorongan positif bagi tren tersebut melalui percepatan implementasi Blueprint Sistem Pembayaran 2025 dan perluasan elektronifikasi keuangan di pusat dan daerah. Kebijakan Sistem Pembayaran diarahkan kepada penguatan momentum pemulihan ekonomi melalui pengurangan biaya layanan infrastruktur pembayaran dan memperkuat transformasi digital melalui penguatan kolaborasi bank dengan fintech, dan perluasan akseptasi digital di seluruh wilayah Indonesia.
Jakarta, 19 November 2020
Kepala Departemen Komunikasi
Onny Widjanarko
Direktur Eksekutif
Informasi tentang Bank Indonesia
Telp. 021-131, Email : bicara@bi.go.id