Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap dalam kondisi terjaga berkat sejumlah kebijakan yang telah dilakukan termasuk pemberian restrukturisasi kredit perbankan, sehingga diputuskan untuk memperpanjang masa pemberian relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama setahun terhitung dari Maret 2021 menjadi Maret 2022.
“Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang sudah dikeluarkan OJK sejak Maret tahun ini terbukti bisa menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dari tekanan ekonomi akibat dampak pandemi Covid–19. Sehingga untuk tahapan percepatan pemulihan ekonomi kita perpanjang lagi sampai Maret 2022,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Selain relaksasi restrukturisasi kredit, OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan beberapa stimulus lanjutan seperti pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian tingkat kesehatan bank, governance persetujuan kredit restrukturisasi, penyesuaian pemenuhan capital conservation buffer dan penilaian kualitas Agunan yang Diambil Alih (AYDA) serta penundaan implementasi Basel III.
Hingga 5 Oktober 2020 realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan sebesar Rp914,65 triliun untuk 7,53 juta debitur yang terdiri dari 5,88 juta debitur UMKM senilai Rp361,98 triliun dan 1,65 juta debitur non UMKM senilai Rp552,69 triliun.
Sementara untuk restrukturisasi pembiayaan perusahaan pembiayaan hingga 27 Oktober sudah mencapai Rp177,66 triliun dari 4,79 juta kontrak. Sedangkan restrukturisasi pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Bank Wakaf Mikro hingga 31 Agustus masing-masing mencapai Rp26,44 miliar untuk 32 LKM dan Rp4,52 miliar untuk 13 BWM.
Di masa pandemi Covid–19 ini, OJK memfokuskan upaya percepatan pemulihan ekonomi pada lima hal:
- Melanjutkan implementasi relaksasi kebijakan restrukturisasi dalam POJK 11 sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi akibat kondisi pandemi. Tentunya, perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard.
- Mempercepat gerak roda ekonomi di daerah-daerah guna menopang ekonomi nasional yang diantaranya dilakukan dengan menfasilitasi percepatan serapan government spending.
- Mengoptimalkan peran industri keuangan secara berkelanjutan melalui dukungan pembiayaan kepada usaha padat karya dan atau konsumsi yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap ekonomi.
- Mempercepat terbangunnya ekosistem digital ekonomi dan keuangan yang terintegrasi, serta melanjutkan reformasi IKNB dan pasar modal sehingga sektor-sektor tersebut memiliki daya tahan yang kuat dan berdaya saing.
- Penguatan pengawasan terintegrasi didukung dengan percepatan reformasi IKNB dan Pasar Modal.
Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Terjaga
OJK mencatat bahwa berdasarkan data sektor keuangan hingga September 2020, kinerja intermediasi masih tumbuh positif dan tingkat prudensial juga tetap terjaga pada level yang terkendali.
Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat sebesar 12,88% yoy. Sementara itu, setelah mengalami kontraksi yang cukup dalam pada bulan April sampai Juni 2020, kredit perbankan masih mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 0,12% yoy.
Meskipun kredit tumbuh melambat di bulan September ini, namun mulai menunjukkan pertumbuhan positif secara month-in-month (mom) yaitu 0,16% yang ditopang oleh kredit Bank Milik Pemerintah.
Kredit Modal Kerja dan kredit konsumtif mulai menunjukkan pertumbuhan positif secara mtm sejak pandemi Covid–19 yang terutama berasal dari kredit rumah tangga (peralatan rumah tangga dan multiguna) yang tumbuh 2,05% (mtm).
Berbagai kebijakan stimulus yang diberikan OJK dan Pemerintah telah memberikan dampak positif pada segmen UMKM, tercermin dari kenaikan pertumbuhan yang positif secara mtm di dua bulan terakhir yakni di bulan Agustus tumbuh positif 0,18% mtm dan September tumbuh 0,78%.
Sementara itu, piutang Perusahaan Pembiayaan tercatat terkontraksi sebesar 14,4% yoy seiring belum pulihnya pasar kendaraan bermotor yang merupakan sektor ekonomi yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembiayaan.
Industri asuransi dapat menghimpun pertambahan premi sebesar Rp17,8 triliun (Asuransi Jiwa: Rp11,6 triliun; Asuransi Umum dan Reasuransi: Rp6,2 triliun).
Sampai dengan 26 Oktober 2020, di pasar modal jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten mencapai 141, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp93,4 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 45 di antaranya dilakukan oleh emiten baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 49 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp20,75 triliun.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada September 2020 juga masih terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,15% (NPL net: 1,07%) dan Rasio NPF sebesar 4,9%.
Di tengah penguatan nilai tukar Rupiah, risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,60%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 21 Oktober 2020 terpantau pada level 154,14% dan 32,94%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 23,39% serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506% dan 330%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%.
OJK akan terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan. OJK berkomitmen kuat untuk mendukung program percepatan pemulihan ekonomi nasional dan siap mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
***
Informasi lebih lanjut:
Deputi Komisioner Humas dan Logistik Anto Prabowo
Telp. 021.29600000 Email: humas@ojk.go.id